Menuju konten utama

Menelaah Keputusan Pemerintah Membuka Investasi Museum Milik Negara

Pemerintah membuka investor bergerak di bidang museum. Ada yang menilai itu sudah tepat, ada pula yang menyebut keliru. “Seolah ada rasa minder.”

Menelaah Keputusan Pemerintah Membuka Investasi Museum Milik Negara
Koleksi kamera siaran televisi dari tahun 70an di Museum Penerangan, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. ANTARA News/Natisha Andarningtyas

tirto.id - Pemerintah membuka keran investasi bagi bidang usaha museum di Indonesia. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 yang memangkas daftar bidang usaha tertutup untuk investasi dari semula berjumlah 20--diatur dalam Perpres 44/2016--menjadi hanya enam.

“Boleh masuk tapi harus memenuhi syarat-syarat,” ucap Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Selasa (3/3/2021).

Direktur Perlindungan Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Fitra Arda juga memastikan investasi di bidang ini tak akan dilakukan serampangan dan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku. Misalnya, investor tidak boleh memiliki koleksi maupun benda cagar budaya yang disimpan dalam museum.

“Tidak akan memengaruhi aset. Itu melanggar UU,” ucap Fitra kepada reporter Tirto, Rabu (3/3/2021) lalu.

Sesuai ketentuan, benda-benda museum tetap bisa dibawa keluar tapi sebatas untuk tujuan pameran, penelitian, maupun kerja sama koleksi dengan museum asing. Itu pun dengan pengawasan dari pemerintah dan harus dikembalikan.

Menurut Fitra, investasi lebih diarahkan pada program dan penguatan kapasitas museum. Ia optimistis dengan itu museum di Indonesia bisa berkembang dan lebih menarik. Tak hanya menyimpan dan memamerkan benda-benda bersejarah, ia membayangkan dengan pengelolaan baru museum juga dapat menjadi tempat kegiatan ekonomi kreatif, penyelenggaraan peragaan busana (fashion show), objek wisata, dan ruang publik secara umum.

Fitra tak menampik bila investasi nantinya ada yang berbentuk perbaikan fisik seperti rehabilitasi, tata letak, tata pamer, dan tak menutup kemungkinan keseluruhan museum itu sendiri. Perbaikan lain juga mencakup manajemen dan tata kelola.

Ketika ditanya apakah investasi dibuka karena selama ini pemerintah kurang memberikan dukungan sehingga lebih baik diserahkan ke swasta termasuk asing, Fitra memastikan hal itu tidak benar. “Sebetulnya tidak juga. Bukan lepas tangan,” ucap Fitra.

Kepala UP Museum Kesejarahan Jakarta (MSJ) Sri Kusumawati atau yang akrab disapa Ati juga mendukung kebijakan investasi pada museum pemerintah. Menurutnya, investasi bakal membuat pengelolaan museum pemerintah jadi lebih baik, mulai dari sisi manajemen, penguatan narasi, sampai perkara promosi.

“Kenapa tidak? Tapi perlu petunjuk teknis yang jelas. Saya menyambut baik,” ucap Ati kepada reporter Tirto, Rabu.

Ati juga menyatakan selama ini pemerintah sudah cukup memberikan perhatian pada museum. MSJ misalnya tetap didukung anggaran yang cukup bahkan ketika terjadi realokasi anggaran untuk COVID-19

Namun, praktisi dan konsultan museum Erwien Kusuma punya pendapat lain. Memang, menurutnya masih banyak sekali kekurangan dari pengelolaan museum Indonesia. Misalnya soal antisipasi pencurian benda koleksi seperti yang terjadi di museum nasional di Jakarta berkali-kali. Belum lagi di daerah-daerah. Koleksi yang hilang saat ini banyak yang tak terlacak.

Alih-alih diserahkan ke swasta, menurutnya lebih baik hal-hal tersebut diperbaiki. Ia juga khawatir bukan tak mungkin perkara hilangnya koleksi ini semakin menjadi bahkan menjadi tak terurus saat keran investasi dibuka.

“Ini seolah ada rasa minder. Seperti kita tidak mampu merawat sendiri koleksi kita,” ucap Erwien kepada reporter Tirto, Rabu.

Erwien juga menyebut pembukaan investasi bagi museum pemerintah seperti sekadar mengejar keuntungan dan laba. Pemerintah di satu sisi seperti tak lagi ingin terus-menerus 'menyusui' museum dengan anggaran negara. Kalaupun masih tetap diberikan anggaran, museum dituntut untuk mengembalikan sesuatu kepada negara berupa penerimaan materiil.

Ini jelas ide buruk karena menurutnya sedari awal museum tidak diperuntukkan mencari keuntungan tapi dalam rangka edukasi dan komunikasi nilai-nilai sejarah-budaya--yang berarti imateriil. Karena itu pula ia menempel pada keperluan akademis seperti perpustakaan dan lembaga riset.

“Sering kali pemerintah kalau memberikan anggaran, [bertanya] apa return-nya. Ranah budaya dimasukkan ke teknokrasi. Jadi enggak nyambung. Itu salah,” ucap Erwien.

Data European Group on Museum Statistics menegaskan museum adalah lembaga non-profit--yang sejalan dengan defines UNESCO. Pendanaan museum dari negara pun dianggap hal lumrah. Tahun 2017 di Austria hanya 24% pendapatan museum berasal dari kunjungan warga dan 48% berasal dari subsidi. Tahun 2016, Belanda mencatat pendapatan dari kunjungan hanya 21% dan subsidi pemerintah mencangkup 49%.

Ia tak menampik museum tetap berpeluang meraup untung. Namun kalaupun ada kasusnya relatif unik dan tidak bisa dipaksakan diterapkan di semua tempat.

Baca juga artikel terkait MUSEUM atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino