Menuju konten utama

Mendikbud Minta Guru Tak Berpolemik Soal Full Day School

Dengan kebijakan baru, guru tidak akan mengajar terus menerus selama 24 jam dan bukan berarti siswa delapan jam belajar terus.

Mendikbud Minta Guru Tak Berpolemik Soal Full Day School
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjawab pertanyaan anggota Komisi X DPR dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (13/6). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Pihak sekolah terutama guru diimbau Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy untuk menerapkan kebijakan baru tentang guru dengan sebaik mungkin. Selain itu, Muhadjir menghindari polemik yang berkembang tentang sekolah sehari penuh atau "full day school".

"Jangan salah tafsir delapan jam anak ditahan di sekolah. Saya tegaskan bahwa kementerian tidak ada program 'full day school', tolong guru jangan ikut-ikutan. Memang ada istilah itu, tapi yang kita laksanakan adalah program penguatan karakter," tegas Muhadjir saat menjadi pembina upacara di kantor Gubernur Riau, Pekanbaru, Senin (3/7/2017).

Mendikbud menjadi pembina upacara perdana setelah libur Lebaran 2017 untuk menyosialisasikan Peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 2017 tentang Guru yang mulai diberlakukan secara nasional.

Seperti dikutip dari Antara, inti kebijakan itu adalah beban kerja guru diukur dari tatap muka di kelas adalah delapan jam per hari atau 40 jam seminggu yaitu lima hari.

"Maka perharinya delapan jam seperti PNS karena berdasarkan PP yang lama banyak guru tak bisa penuhi 24 jam tatap muka. Akibatnya banyak guru terpaksa mengajar di luar agar dapat tunjangan profesi," katanya menjelaskan.

Kebijakan baru tersebut, Mendikbud menjelaskan, akan memberikan keadilan bagi guru hingga ke pelosok daerah, yang sebelumnya harus menempuh waktu lebih dari 10 kilometer untuk mencari tambahan waktu mengajar.

Selain itu, guru juga akan lebih fokus pada lima tugas pokoknya, yaitu untuk mengajar, perencanaan secara kolektif dan pribadi, evaluasi dan lainnya, demikian ungkap Muhadjir.

"Jadi bukan berarti guru mengajar terus menerus, bukan berarti siswa delapan jam belajar terus. Jangankan guru dan murid, setan pun tidak akan bisa lakukan itu," kata Muhadjir menegaskan.

Program Penguatan Karakter (PPK), menurutnya, bertujuan untuk mengubah pola pikir para pendidik, perubahan tata sekolah supaya lebih sehat, dan penguatan karakter anak didik jadi lebih baik.

Dengan begitu, guru tidak hanya melakukan transfer pendidikan, tetapi juga membentuk karakter anak khususnya di tingkat SD dan SMP saat pondasi dibangun untuk pembangunan karakter generasi muda.

Melalui kebijakan baru tersebut, Mendikbud juga meminta sekolah dan guru untuk mengidentifikasi potensi di luar sekolah sebagai sumber belajar. Dengan arti lain, belajar formal di sekolah tidak harus selalu di kelas.

Sekolah harus menerapkan manajemen kurikulum berbasis luas untuk optimalkan kearifan lokal dan kecerdasan lokal sehingga tidak ada ada lagi sekolah yang seragam di tiap daerah di Nusantara.

"Seperti di Riau, sekolah harus tampil dengan jati diri dan kearifan lokalnya. Perspektif ini harus jadi pola pikir semua guru sehingga masing-masing kabupaten dan kota tunjukkan ciri dan kehebatan masing-masing. Tidak ada lagi sekolah seragam," paparnya.

Mendikbud juga berpesan agar setiap guru harus mencari potensi terbaik dari setiap anak didiknya. Seorang anak yang tidak mahir matematika bukan berarti masa depannya tertutup, karena bisa jadi mereka akan piawai di bidang lainnya.

"Indonesia ini kacau karena kesalahan pendidikannya. Untuk cari 11 pesepakbola saja susah dan ini kesalahan dari pendidikan. Karena itu, saya tantang Gubernur Riau cari pemain bola yang bagus, kalau ada maka saya akan bantu untuk bikin kesebelasan," ungkap Munadjir.

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari