Menuju konten utama

Mendalami B.1.466.2, Varian Lokal COVID-19 yang Masih Misterius

Varian lokal COVID-19 B.1.466.2 masih terus diteliti. Banyak yang belum diketahui darinya kecuali mendominasi sejak beberapa bulan terakhir.

Sejumlah tenaga kesehatan berjalan menuju ruang perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC), Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (5/5/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

tirto.id - Varian COVID-19 B.1.466.2 mendominasi di Indonesia sejak tiga bulan terakhir. Ini merupakan varian lokal yang hingga kini masih diteliti. Belum diketahui karakteristik virulensi atau tingkat penularan dan implikasi klinis atau efek yang ditimbulkan pada manusia.

Peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan Crowdfight COVID-19 Riza Arief Putranto menjelaskan bahwa B.1.466.2 disebut sebagai varian lokal karena diidentifikasi pertama kali dan penyebarannya memiliki persentase tinggi di Indonesia. “Data dari Regeneron, selama 12 minggu terakhir, varian B.1.466.2 ditemukan pada 47 persen dari total sampel genom SARS-CoV-2 di Indonesia,” kata Riza, Jumat (21/5/2021) pekan lalu.

Sedangkan jika dilihat sejak awal pandemi hingga pertengahan April 2021, B.1.466.2 berkontribusi terhadap 26 persen dari seluruh varian yang diidentifikasi. Varian ini menjadi yang tertinggi dibandingkan dua varian lokal lain yakni B.1.470 sebanyak 22 persen dan B.1459 8 persen.

Varian ini juga memiliki mutasi paling banyak dibandingkan varian lokal lain. Varian B.1.459 dan B.1.470 masing-masing memiliki 4 mutasi, salah satunya D614G. Sementara varian B.1.466.2 memiliki 7 mutasi, salah duanya N439K dan D614G.

Selain itu, berdasarkan data dari outbreak.info, varian B.1.466.2 menunjukkan akumulasi persentase tertinggi di wilayah timur. Namun menurut Riza, data yang diukur dari jumlah sampel genom ini memiliki potensi bias karena tidak semua daerah memiliki jumlah sampel setara.

Selain di Indonesia, varian B.1.466.2 juga telah telah terdeteksi di 14 negara lain yakni Singapura, Jepang, Malaysia, Australia, Bahrain, India, Denmark, Kamboja, Korea Selatan, Papua Nugini, Jerman, Inggris, Portugal, dan Amerika Serikat.⁣

Di luar angka-angka dan persentase di atas, Riza mengatakan varian ini belum diketahui jelas karakteristiknya. “Informasi tentang varian ini sangat minim terutama berkaitan dengan virulensi (kecepatan penularan, peningkatan gejala dan penurunan efikasi antibodi),” katanya.

Ada hipotesis bahwa dominasi B.1.466.2 termasuk dua varian lokal lain, yakni B.1.459 dan B.1.470, menghalangi penyebaran varian impor. Selain itu kondisi geografis Indonesia juga menghambat meluasnya varian baru. Namun anggapan itu, kata Riza, belum ada pembuktiannya lewat kajian ilmiah.

Apa yang sudah jelas dari varian lokal ini adalah terus menular dan keberadaan varian lokal di sebuah negara menentukan perilaku penyebaran dan penanganan. Oleh sebab itu pengawasan varian tetap harus dilakukan.

Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman Jakarta Amin Soebandrio menjelaskan varian B.1.4.66.2 pertama kali diidentifikasi berasal dari Papua Nugini. Proporsinya memang cukup besar dari keseluruhan sampel yang diuji genome sequencing, dari 1700-an sampel sekitar 400 di antaranya adalah B.1.466.2. Walau begitu, Amin menolak jika varian ini dikatakan mendominasi. Selain itu masih ada varian D614G yang mencapai 90 persen dari keseluruhan sampel.

Selain itu, Amin mengatakan varian B.1.466.2 tidak termasuk varian yang disoroti alias variant of interest dan variant of concern. Pasalnya hingga saat ini tidak ada indikasi virus ini memiliki kecepatan penularan yang lebih tinggi, mengakibatkan gejala sakit yang lebih berat, atau memiliki kemampuan mengakali antibodi.

“Pasti akan menjadi perhatian internasional kalau dia dicurigai memiliki satu atau lebih dari sifat-sifat tadi. Tapi sejauh ini, itu baru identitasnya,” kata Amin kepada reporter Tirto, Sabtu (22/5/2021).

Hingga saat ini pengawasan varian baru yang dilakukan pemerintah melalui pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) masih terus dilakukan. Hingga Jumat (21/5/2021) siang, sudah ada 1,719 genom yang dilaporkan di laman resmi Global Initiative for Sharing All Influenza Data (GISAID), inisiatif sains global dan sumber utama yang menyediakan akses terbuka ke data genom virus influenza dan Corona yang bertanggung jawab atas pandemi COVID-19.

Pemerintah melakukan pengawasan ketat terutama dalam mengawasi adanya variant of concern (VOC) yakni varian dari Inggris B.1.1.7, Afrika Selatan B.1.351, Brasil P.1, dan B.1.617 dari India.

“Mutasi baru itu dari empat yang bahaya tiga sudah masuk ke Indonesia. Dan yang masuk ke Indonesia 26 yang teridentifikasi,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Selasa (18/5/2021)

Masing-masing dari 26 yang telah teridentifikasi itu 14 kasus B.1.1.7; 10 kasus B1617; dan dua kasus B.1.351. Yang teridentifikasi terakhir berasal dari dua pekerja migran Indonesia (PMI) yang baru saja pulang ke Jawa Timur--terpapar B.1.351 dan B117.

Untuk membendung mutasi varian baru atau pun VOC, caranya seperti yang sudah digalakkan sejak awal pandemi. Menkes bilang masyarakat harus tetap menerapkan 5M, mulai dari memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi.

Sedangkan di sisi pemerintah, ia bilang testing dan tracing terus ditingkatkan, termasuk di daerah-daerah yang ternyata justru sengaja menurunkan testing.

“Testing dan tracing-nya diperbanyak. Terutama anggota forkompinda. Banyak forkompinda yang penginnya [masuk zona] hijau, tesnya disedikitkan. Itu [kasus COVID-19] bisa meledak. Kita harus agresif testing supaya tahu dia [kasus COVID-19] ada di mana,” kata Budi.

Ia mengatakan lebih baik melihat angka keseluruhan meski banyak tetapi dapat diantisipasi dan dilakulan perbaikan, daripada jumlah kasus tak terungkap tapi tiba-tiba meledak dan jadi semakin sulit ditangani.

Baca juga artikel terkait MUTASI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi & Mohammad Bernie
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino