Menuju konten utama

Mendagri: Pemberhentian Ahok Tunggu Kepastian Tuntutan JPU

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, pemberhentian sementara Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur DKI menunggu kepastian tuntutan jaksa penuntut umum. Namun, pernyataan Tjahjo itu mendapat bantahan dari Mahfud MD.

Mendagri: Pemberhentian Ahok Tunggu Kepastian Tuntutan JPU
Mendagri Tjahjo Kumolo (kanan) bersama Wakil Ketua Ombudsman Lely Pelitasari (kiri) memaparkan permasalahan seputar Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), Jakarta, Kamis (1/9). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma.

tirto.id - Wewenang sebagai Gubernur DKI Jakarta akan diserahkan kembali kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) setelah masa kampanye habis. Meski sidang kasus dugaan penistaan agama masih berlangsung, pemberhentian sementara Ahok dari jabatan Gubernur DKI Jakarta, menurut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, masih menunggu kepastian tuntutan dari jaksa penuntut umum.

"Saya tunggu tuntutan jaksa resmi dulu. Jaksa menuntut kan tidak alternatif A dan B, sudah pasti satu," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di lingkungan Istana Presiden Jakarta, Jumat (10/2/2017).

Berdasarkan Pasal 83 UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa: "Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI."

Sebagaimana diketahui, dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif Pasal 156 huruf a atau Pasal 156 KUHP.

Adapun Pasal 156 huruf a berbunyi, "dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa."

Sementara itu, Pasal 156 menyebut "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

"Tanggal 11 Februari, masa kampanyenya habis, ya kemudian pelaksana dakwaan sudah menyerahkan kembali kepada Pak Ahok, dan Pak Ahok terus melaksanakan tugas sebagai gubernur sampai masa berakhirnya dia nanti. Sedangkan pada posisi Pak Ahok sebagai terdakwa, karena tidak ditahan dan ancaman hukumannya belum ada putusan dari jaksa pasti apakah menggunakan empat atau lima tahun. Ya saya harus adil, yang kasusnya di bawah lima tahun, sepanjang tidak ditahan ya dia tetap menjabat," tambah Tjahjo.

Menurut Tjahjo, sudah ada sejumlah contoh kasus beberapa pimpinan daerah yang tidak diberhentikan sampai ada keputusan hukum tetap.

"Banyak yang kami terapkan selama saya dua tahun jadi Mendagri. Kalau dia OTT [Operasi Tangkap Tangan] langsung diberhentikan, kalau dia ditahan langsung diberhentikan sementara sampai keputusan hukum tetap. Kalau dia tidak ditahan tetapi tuntutannya di bawah lima tahun ada satu gubernur yang telah diputus sampai selesai tapi hanya dua tahun maka dia tetap menjabat sampai in-kracht," ungkap Tjahjo.

Tjahjo mencontohkan, mantan Gubernur Banten Ratut Atut Chosiyah yang sudah menjadi terpidana karena terbukti menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, baru diberhentikan saat sudah ditahan KPK.

"Dulu Bu Atut waktu terdakwa, tidak saya berhentikan tapi begitu beliau ditahan, baru diberhentikan. Gubernur Gorontalo di bawah lima tahun, tidak [diberhentikan]. Lah ini [perkara Ahok], di registernya dua," ucap Tjahjo.

Namun, pendapat Tjahjo itu justru dimentahkan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Ia menyatakan bahwa pasal 83 ayat 1 UU 23 tahun 2014 dengan jelas mengatur bahwa seorang kepala daerah yang menajdi terdakwa diberhentikan sementara jika diancam pidana minimal 5 tahun.

"Kalau Ahok ini dipertahankan juga ya cabut dulu pasal itu agar tidak melanggar hukum. Presiden bisa mencabut pasal itu dengan perppu [peraturan pemerintah pengganti Undang-undang], dengan hak subjektifnya, asal mau menanggung seluruh akibat politik dari pencabutan perppu itu," jelas Mahfud pada Kamis (9/2/2017) sebagaimana dikutip dari Antara.

Jadi, jika pada 12 Februari ini Ahok tidak akan dicopot dari jabatannya sebagai gubernur, perppu harus dikeluarkan terlebih dulu. Sebabnya, menurut Mahfud, tidak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok itu menjadi gubernur kembali tanpa mencabut pasal tersebut.

Akan tetapi, Tjahjo pun tidak menginginkan bila ia memberhentikan Ahok, ada pihak-pihak yang akan menggugatnya.

"Sekarang kalau Anda tahu tahu saya berhentikan, tahu-tahu nanti jaksa menuntut empat tahun, kan saya digugat. Saya harus adil dong. Terus nanti kenapa gubernur itu kok tidak? Jadi statusnya [Ahok] tunggu tuntutan jaksa," tegas Tjahjo.

Baca juga artikel terkait PEMBERHENTIAN AHOK atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari