Menuju konten utama

Mendag Akui Masih Kesulitan Perangi Tengkulak Karena Perbankan

Menteri Perdagangan menilai tengkulak itu tidak bisa diperangi karena membantu para petani mendapatkan modal.

Mendag Akui Masih Kesulitan Perangi Tengkulak Karena Perbankan
Petani memanen bengkuang di areal persawahan Kelurahan Tosaren, Kediri, Jawa Timur, Kamis (6/7). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

tirto.id - Pemerintah tak akan mampu memerangi tengkulak jika perbankan masih belum bisa mengakomodasi kebutuhan pembiayaan petani. Hal ini disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Ia menilai tengkulak itu tidak bisa dimusuhi karena memang membantu para petani mendapatkan modal. Akses perbankan yang dirasa sulit oleh petani membuat keberadaan tengkulak tumbuh subur dan dibutuhkan oleh para petani.

Begitu petani panen, pihak yang menetukan harga adalah tengkulak. Mereka juga menjual atas nama petani. Sejak ditanam, Enggartiasto menjelaskan, hasil panen sudah diijon tengkulak dan setelah panen diambil mereka.

"Jadi, memang dari mulai petani sampai dengan pedagang itu mata rantai panjang dan di awal sudah dikuasai oleh tengkulak. Enggak bisa perangi tengkulak kalau perbankan enggak hadir," jelasnya dalam acara Jakarta Food Security Summit di Jakarta Convention Center pada Jumat (9/3/2018).

Praktiknya di pasar tradisional, bunganya 5 persen per 12 jam. Pukul 3 sampai 4 pagi tengkulak terima Rp95 ribu dari pedagang, sementara pada sore hari petani harus bayar Rp100 ribu.

"Pedagang itu berterima kasih dengan hadirnya inang-inang yang memberikan kredit itu," ucapnya.

Namun, bahan pangan yang dikuasai tengkulak membuat harga tidak stabil. "Bagaimana cara menghentikan tengkulak? Ya pemerintah harus hadir, melalui siapa? Ya perbankan," tandasnya.

Dengan begitu, kredit usaha tani yang disalurkan melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang selama ini berjalan telah tercermin belum optimal. Baik itu dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Permusyawaratan Rakyat (BPD), Kredit Usaha Rakyat (KUR), maupun perbankan lainnya.

Sebagian besar kredit usaha mikro masuk ke usaha perdagangan, tidak ke pertanian. Ia lalu menyampaikan telah mendapatkan masukkan dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) untuk memberi jatah penyaluran kredit usaha mikro 30 persennya ke pertanian.

"Ketua Hipmi melaporkan total kredit ke pertanian baru 20 persen untuk mikro pertanian. Hipmi minta 30 persen. Dan direspons presiden," ucapnya.

Selain perbankan, mata rantai pasok tentu juga harus dipotong untuk menstabilkan harga. Enggartiasto menambahkan, peranan pengusaha dalam negeri diharapkan sebagai off taker dan masuk untuk mengganti peran tengkulak, membentuk kerja sama kemitraan dengan petani.

Dengan begitu, perbankan bisa masuk lebih percaya diri. "Mungkin sebagai perbankan membutuhkan pengusaha untuk off taker peran tengkulak," ucapnya.

Baca juga artikel terkait PERDAGANGAN atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari