Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Mencoba Layanan Publik Daring yang Bikin Kepala Pening

Layanan publik via online atau daring masih bolong di sana-sini. Kesiapan pemerintah untuk mengurangi interaksi langsung (tatap muka) perlu diperbaiki.

Mencoba Layanan Publik Daring yang Bikin Kepala Pening
Suasana di ruang pusat pelayanan publik Pemkab Madiun, Jawa Timur, Senin (16/3/2020). ANTARA FOTO/Siswowidodo/ama.

tirto.id - Pemerintah pusat dan daerah mulai menutup layanan publik dengan bertatap muka selama dua pekan untuk menekan penyebaran Corona atau COVID-19.

Di Jakarta, misalnya, langkah itu ditindaklanjuti Gubernur Anies Baswedan merilis Surat Edaran No. 02/SE/2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Pegawai Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 di lingkungan Pemprov DKI.

Isi surat tersebut: berbagai pelayanan diarahkan via online alias dalam jaringan (daring), mulai dari pembuatan akta kelahiran, akta kematian, Kartu Identitas Anak (KIA), Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el), Kartu Keluarga (KK), akta perkawinan, hingga Permohonan Pindah.

Namun, kesiapan pemerintah untuk memindahkan pelayanan ke sistem daring secara massal masih bolong di sana-sini. Salah satunya adalah aplikasi Akses Langsung Pelayanan Dokumen Kependudukan Cepat dan Akurat yang diakronimkan menjadi Alpukat Betawi.

Saat saya mencoba fitur pencetakan KTP-el baru di situs tersebut, performa situs Alpukat Betawi terasa belum sempurna.

Memang, pengajuan permohonannya dapat dilakukan cukup mudah: cukup mengklik identitas anggota keluarga sesuai yang tercantum dalam KK. Tapi saat mengakses menu ubah jadwal, cetak PDF, dan upload syarat sekitar pukul 16.10 WIB, pada Selasa (17/3/2020), situs menampilkan pesan error berisikan, “An internal server error occurred”.

Di sisi lain, untuk kasus KTP hilang atau rusak, pengguna situs tetap diwajibkan mengunggah Surat Keterangan Hilang dari Kpolisian (SKHK). Alhasil meski dapat mengajukan permohonan secara online, masyarakat tetap diwajibkan mendatangi kantor kepolisian untuk melengkapi syarat SKHK.

Pada pilihan menu pencetakan Kartu Keluarga, prosesnya cukup mudah dengan mengklik ikon, memasukan NIK dan mengklik tulisan tambah permohonan serta ikuti langkah selanjutnya. Namun, saat saya ingin mengklik “simpan” untuk menyelesaikan permohonan ini, sistem menolak.

Notifikasi sistem memberitahu saya, “Harus Kepala Keluarga”. Hal ini cukup aneh karena NIK yang saya cantumkan selaku pemohon adalah orang yang menjadi kepala keluarga sesuai tertulis di KK.

Fitur lain seperti perubahan biodata juga problem yang mirip. Informasi data keluarga yang perlu diisi pemohon belum dapat digunakan. Saat di-klik, sistem memberi pesan, “Silahkan aktivasi menu ini di loket Dukcapil Kelurahan, atau aktivasi mandiri di menu aktivasi online di mobile apps.”

Sayangnya aktivasi yang saya lakukan secara online berkali-kali gagal meski saya mengikuti tiap instruksi yang diberikan. Mau tak mau, aktivasi perlu dilakukan secara tatap muka di loket Dukcapil Kelurahan.

Saat menghubungi call center terkait kendala tersebut, operator hanya memberi penjelasan, “sistem lagi maintenance. Semua (penduduk) lagi akses jadi terganggu sedikit.”

SKCK & SIM Online Bikin Pening

Di samping layanan kependudukan Dukcapil DKI Jakarta, saya juga mencoba layanan pengurusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian Secara Online (SKCK).

Permohonan dapat dilakukan dengan mengklik menu “form pendaftaran” dan selanjutnya cukup mengisi seperti biasa hingga submisi.

Bila sudah selesai, maka sistem akan melampirkan bukti pendaftaran yang bisa dicetak dalam Pdf atau fisik. Sistem juga langsung mengirimkan e-mail konfirmasi pendaftaran sebagai bukti.

Sayangnya, pembayaran dalam proses SKCK masih harus dilakukan secara tunai alias fisik. Dari menu yang ada terdapat pilihan via transfer tetapi baru tersedia bagi Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Pada layanan lain seperti pembuatan SIM, kepala saya malah dibikin makin pening.

Meski dalam situs Korlantas Polri prosesnya singkatcukup mengisi data permohonan, keperluan membuat baru atau perpanjang, dan input NIK sesuai KTPtapi 14 digit NIK yang dimasukkan sesuai instruksi, situs justru tak mengenalinya. Saya mendapat pesan semacam NIK tak terdaftar.

Saat saya mencobanya lagi lima jam kemudian, sekitar pukul 17.00 WIB, saya tidak dapat mengakses situs ini. Browser di laptop saya hanya menampilkan tulisan: sim.korlantas.polri.go.id’s server IP address could not be found.

Ada pula layanan publik lain yang tetap tidak bisa diakses meski melalui online sekalipun. Salah satunya adalah pembuatan KTP-el.

Kementerian Dalam Negeri pun menyatakan layanan ini ditutup selama 2 minggu lantaran prosesnya tetap harus melalui kontak fisik karena mengharuskan ada perekaman data seperti sidik jari, foto, dan mata.

Selebihnya bagi layanan kependudukan lain yang tetap mengharuskan masyarakat datang ke kantor, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh pun meminta masyarakat tak memaksakan pengurusan dokumen kependudukan bila tak mendesak.

"Yang urgent tetap dilayani. Misalnya untuk sekolah, mengurus BPJS atau urusan rumah sakit," pungkas Zudan dalam keterangan tertulis, Selasa (17/3/2020).

Baca juga artikel terkait PELAYANAN PUBLIK atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana