Menuju konten utama
31 Maret 1889

Menara Eiffel & Gengsi Perancis di Hadapan Negara-Negara Kolonialis

Menara Eiffel dibuat dalam rangka pekan raya dunia 1889 untuk membuktikan Perancis adalah negara modern.

Menara Eiffel & Gengsi Perancis di Hadapan Negara-Negara Kolonialis
Ilustrasi Menara Eiffel. tirto.id/Nauval

tirto.id - Menara Eiffel didirikan ketika Perancis berada dalam masa keemasan usai perang melawan Rusia. Situasi perekonomian negara itu sedang bagus-bagusnya. Orang-orang berbakat gencar mengeksplorasi kemampuan mereka untuk menciptakan teknologi baru di bidang transportasi maupun infrastruktur.

Mereka yang mencintai seni mulai mengekspresikan diri lewat berbagai medium dari lukis, patung, musik, hingga film. Sementara orang-orang yang punya minat terhadap arsitektur merancang bangunan megah seperti Galeries Lafayette dan Théâtre des Champs-Élysées.

Dalam pembabakan sejarah Perancis dan Eropa, era itu dikenal dengan nama Belle Epoque (Zaman Keindahan) yang berlangsung dari 1870-1914—sebuah periode ketika hampir seluruh Eropa barat berada di puncak kemakmuran.

Menurut laporan BBC, selama Belle Epoque ada 600 pabrik otomotif di Paris yang dimiliki oleh 150 perusahaan. Beberapa yang terkenal di antaranya Peugeot, Renault, dan Delaunay-Belleville (produsen mobil limosin yang dipakai Tsar Nicholas dari Rusia). Ini membuat Perancis saat itu dikenal sebagai negara eksportir mobil di seluruh dunia.

Selain mobil, Perancis dikenal pula sebagai negara yang menguji coba pesawat tempur nasional pertama. Duo penemu Louis Breguet dan Paul Comu juga mulai menerbangkan helikopter hasil eksperimen mereka.

BBC turut mengutip sastrawan yang terkenal pada masa itu, Charles Peguy, yang pada 1913 mengatakan, “Selama 30 tahun terakhir, dunia—termasuk Paris—telah mengalami begitu banyak perubahan, melebihi masa-masa sebelumnya.”

Pada 1880-an Perancis dan negara-negara kolonialis di Eropa barat mulai giat menyelenggarakan world fair atau pekan raya dunia. Acara tersebut biasanya diselenggarakan oleh sejumlah negara dalam kurun tiga sampai enam bulan dan memamerkan berbagai inovasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan budaya. Benda yang dipamerkan mulai dari pemeras jeruk untuk peralatan dapur sampai alat transportasi.

Britannica mencatat bahwa Inggris adalah negara pertama yang menyelenggarakan pekan raya dunia pada 1754 dan memamerkan benda seperti alat pintal dari kayu. Format acara ini kemudian diadaptasi negara-negara lain seperti Prancis dan AS serta jadi acara yang rutin diadakan sepanjang abad ke-18 sampai ke-19.

Sebagai pencetus awal acara ini, Inggris tidak mau kehilangan pamor. Imperium kolonial ini hendak menunjukkan diri bahwa ia benar-benar kompeten dalam hal penemuan dan ilmu pengetahuan dengan memamerkan mesin-mesin manufaktur yang bisa menghemat tenaga manusia.

Perancis tak mau kalah. Pada pekan raya tahun 1855 ia membuat sesi khusus ekshibisi seni murni yang menampilkan 5.000 karya dari 29 negara. Pekan raya ini tidak menghasilkan keuntungan finansial, tapi membuat pemerintah Perancis sepakat mensponsori acara rutin ini, termasuk untuk penyelenggaraan pada 1889. Perancis ingin pekan raya tahun itu, yang diadakan di kota Paris, menjadi yang paling spektakuler.

Pemerintah kota Paris kemudian menetapkan bahwa pekan raya 1889 mesti memiliki ikon fisik berupa monumen. Rencana tersebut sudah digodok sekitar tiga tahun sebelumnya.

Kebanggaan sekaligus Tantangan Gustav Eiffel

Pada 12 Juni 1886 Gustave Eiffel memenangkan sayembara untuk membangun monumen tersebut. Pemerintah kota Paris menganggap rencana Eiffel punya karakter tersendiri dan benar-benar menunjukkan keunggulan dari material baja. Bangunan tersebut dinilai akan jadi simbol modernisme Perancis dan bukti bahwa negara tersebut konsisten bereksplorasi dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Mereka yakin menara tersebut akan sangat menarik perhatian dan memotivasi orang untuk datang ke Paris, terutama saat pekan raya berlangsung.

Dan yang tak kalah penting, pemerintah Perancis yakin menara setinggi 300-an meter itu akan membuat negara mereka terlihat lebih unggul dibanding AS atau Inggris.

Jill Jonnes dalam Eiffel's Tower (2009) mengisahkan Gustave Eiffel lahir dan dibesarkan dalam keluarga kaya di Paris. Eiffel kecil bermimpi tinggal di tengah perkebunan anggur dan mengelola bisnis anggur merah. Tapi keinginan tersebut tidak tercapai karena sejak awal keluarganya telah mengarahkan pendidikan Eiffel ke bidang yang lain.

Karier Eiffel diawali dengan bekerja di perusahaan pembuat rel kereta. Pada usia 26 ia ditunjuk oleh pemimpin perusahaan untuk merancang jembatan besi yang melintasi sungai Garonne di Bordeaux dan diserahi tanggung jawab atas proses pembangunannya. Ia pun semakin menyadari dirinya sangat menyukai proses merancang dan membangun benda-benda dari besi—kelak ia menjadi ahli membangun jembatan dan mendirikan perusahaan sendiri.

Dalam wawancara dengan salah satu media Inggris, Gustave Eiffel berkata pembangunan menara di Paris adalah perpaduan meteorologi, aerodinamika, telegrafi, dan strategi militer.

Meski sama-sama antusias dengan proyek ini, ternyata pemerintah Paris tidak serta merta bergerak cepat untuk membangun menara. Pemerintah awalnya menyatakan seluruh biaya pembangunan menara akan mereka tanggung. Tapi ketika Gustave Eiffel mengatakan biaya yang dibutuhkan untuk membangun menara adalah 5 juta franc, pemerintah hanya menyanggupi 1,5 juta franc. Itupun dananya tidak diberikan sesuai waktu yang ditetapkan sehingga proses dimulainya pembangunan menara menjadi molor.

Eiffel terpaksa mencari dana sendiri untuk menutupi kekurangan dana pembangunan. Salah satu siasatnya adalah merancang menara untuk berdiri dalam kurun waktu 20 tahun sehingga tidak diperlukan material yang lebih banyak atau biaya perawatan yang besar. Siasat lainnya adalah menetapkan biaya masuk kawasan dan mendirikan restoran di dalam menara.

Tapi rencana-rencana tersebut pun tidak langsung disetujui pemerintah. Saat itu pemerintah bahkan belum menetapkan lokasi menara, apakah di Champ de Mars (akhirnya lokasi ini yang dipilih) atau Seine Valley.

Perdebatan para politikus soal penting atau tidaknya menara turut menghambat proses pembangunannya. Ada yang menganggap rancangan menara tidak artistik, jelek, tidak akan menarik wisatawan, absurd, dan sangat aneh. Perdebatan itu akhirnya berakhir pada 22 November 1886 dengan kesepakatan bahwa menara Eiffel akan dibangun sesuai rancangan awal.

Infografik Mozaik Menara Eiffel

Infografik Mozaik Menara Eiffel. tirto.id/Nauval

Meski demikian, kritik tidak berhenti begitu saja. Media-media dan para arsitek terus-menerus mengejek karya Eiffel. Beberapa jurnalis memberitakan bahwa Eiffel berdarah Yahudi dan Jerman—orang-orang yang dibenci rakyat Perancis saat itu.

Arsitek-arsitek yang tidak setuju dengan desain Eiffel mengajukan berbagai rancangan lain yang mereka pikir layak untuk jadi ikon pekan raya. Jules Bourdais salah satunya. Ia mengajukan rancangan monumen granit setinggi seribu kaki yang dibangun di atas museum listrik dan menambahkan patung dewi pengetahuan di atasnya. Bourdais juga menantang Eiffel untuk membuktikan bahwa lift bisa benar-benar berfungsi di dalam menara. Sementara editor jurnal arsitektur La Construction, Paul Planat, menyebut rancangan Eiffel jauh dari kesan artistik dan terlihat tidak selesai.

Tapi, pada kenyataannya, tidak ada arsitek yang tampak kredibel untuk membangun monumen seperti rancangan Eiffel.

Ketika menara tersebut diresmikan pada 31 Maret 1889, tepat hari ini 131 tahun lalu, orang-orang menyambutnya dengan gegap gempita. Untuk pertama kalinya mereka melihat bangunan tertinggi di Paris dan merasakan naik lift. Pekan raya juga dikunjungi jutaan orang dari berbagai negara. Keluarga kerajaan Inggris bahkan meminta waktu khusus untuk berkunjung ke menara agar bisa tur dengan saksama. Mereka mengagumi karya ini.

Ketertarikan publik terhadap menara ini kemudian membuatnya tidak jadi dihancurkan. Menara Eiffel tetap eksis hingga hari ini dan menjadi ikon kultural Perancis.

Baca juga artikel terkait MENARA EIFFEL atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Ivan Aulia Ahsan