Menuju konten utama

Menanti Uang Berlipat dari Kanjeng Taat

Para santri Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi begitu meyakini bahwa uang mahar yang mereka setor bakal balik dalam jumlah berlipat. Polda Jatim bahkan telah menemukan tiga bungker berisi uang.

Menanti Uang Berlipat dari Kanjeng Taat
Foto kolase- Dimas Kanjeng Taat Pribadi dan Masjid memakai berbagai baju jubah warnanya dan masjid dekat padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di perbatasan Desa Wangkal dan Desa Gadingwetan, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu,(28/9/2016). Padepokan seluas 6 hektar ini terdapat rumah Taat Pribadi, masjid, pendapa, dan kamp tempat tinggal pengikut Taat. [TIRTO/Kontributor/Hari]

tirto.id - Uswatul Hasanah (32) tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya. Pada Minggu sore (25/9/2016), di Warung Bakso Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jatim, matanya terlihat bengkak. Ada genangan air yang tertahan di sudut mata, ketika ia menceritakan apa yang baru saja dialaminya.

Uun, begitu panggilan Uswatul Hasanah, sejak pagi hingga sore mencari Ahmad (36) dan Intan (30) di tenda-tenda tempat santri Dimas Kanjeng Taat Pribadi bermukim. Intan adalah saudara kandung Uun, sementara Ahmad merupakan suami Intan. Hingga menjelang malam, Uun tidak berhasil menemukan pasangan tersebut.

“Sudah keliling ke semua tenda. Tapi tetap tidak ketemu,” kata Uun.

Ahmad menjadi santri Taat Pribadi, sejak September tahun lalu. Dia mengetahui Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi dari seorang koordinator di kampung halamannya, Paiton, Probolinggo. Ahmad disebut menyetor mahar ke padepokan sebanyak Rp100 juta, dengan iming-imingi uang akan berlipat ganda.

Tak ada keraguan pada diri Ahmad. Dia bahkan sudah punya impian, kelak jika uang tersebut cair, akan digunakan untuk naik haji, membeli segala kebutuhan keluarga dan kerabat. Termasuk membagikan ke warga kampung, terutama mereka yang hidup dalam kemiskinan.

Berharap uangnya cair dengan angka yang semakin banyak, Ahmad lantas mengajak Intan turut serta masuk sebagai santri. Pada saat Intan masuk, Ahmad bahkan menyetor uang tiga kali lebih besar dari mahar dirinya yakni Rp300 juta.

“Semua uang itu hasil dari jual mobil, dari jual tanah warisan dari orang tua dan tabungan yang dikumpulkan dari jerih payah mereka bekerja,” kata Uun. “Sekarang sudah habis semua. Makanya saya datang ke sini mencari mereka. Saya khawatir mereka tidak bisa makan.”

Selain Uun, ada pula korban lain bernama Siti Maisyaroh. Perempuan berkerudung asal Bondowoso ini mengaku sedang mencari suaminya yang bergabung dengan Padepokan Dimas Kanjeng sejak 2014. Kendati sejak awal tidak setuju dirinya, sang suami terus meyakini uang mahar yang disetorkan sebanyak Rp30 juta akan kembali berkali-kali lipat. “Sabar dulu, sebentar lagi akan cair,” kata suaminya suatu ketika seperti ditirukan Siti.

Sejak ditinggal suaminya untuk nyantri di padepokan Dimas Kanjeng, Siti membuka toko di rumahnya untuk menyambung ekonomi keluarga. “Memang tidak seberapa hasil jual sayur, tapi bagaimana lagi? Saya harus makan dan menyekolahkan anak,” ujarnya.

Tahun lalu, ketika suaminya pulang ke rumah, sempat terjadi perdebatan keras menyangkut Kanjeng Dimas. Siti mengaku sama sekali tidak percaya ilmu Taat Pribadi, sementara suaminya meyakini sebaliknya.

Gara-gara itu, Siti sudah sempat terpikir untuk bercerai dengan suaminya. Namun pada akhirnya dia mengalah karena memikirkan masa depan anak. “Saya takut anak saya tidak mempunyai bapak. Saya kasihan pada anak kalau mengetahui orang tuanya bercerai dan diejek oleh teman-temannya di sekolah,” katanya.

Ketika Taat pribadi diciduk polisi, pikiran Siti hanya tertuju pada nasib suaminya. Bukan pada uang mahar yang telah disetorkan, tapi soal keselamatan sang suami. Kendati dia mengaku separuh uang tersebut didapat dari hasil utang pada saudaranya. “Uang bisa dicari. Keselamatan orang harus diutamakan. Saya sudah berpikir buruk bahwa suami saya juga akan ditangkap. Ternyata tidak. Barusan saya dan anak sudah bertemu dengannya.”

Yang bisa dilakukan Siti untuknya menyadarkan suaminya hanyalah doa. Jika uang di dompetnya cukup, dia akan menjenguk suaminya. Sama seperti suami dari saudaranya Uun, suami Siti mendapat informasi soal Dimas Kanjeng dari seseorang di kotanya. “Dia menawari kami saat itu. Saya sudah berpesan untuk tidak ikut-ikutan, namun suami saya tetap saja ngeyel."

“Yang Mulia (Taat Pribadi) itu banyak saudaranya. Banyak teman yang duduk di sejumlah tempat, baik eksekutif maupun legislatif. Itu bukti bahwa Yang Mulia tidak akan membohongi kami,” kata Siti mengutip suaminya.

Foto Pencari Korban

Mading berukuran 2 x 1 meter yang terletak di sisi timur masjid itu memuat belasan foto Taat Pribadi bersama sejumlah pejabat negara. Antara lain berpose dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo, mantan Kapolri Jendral Badrodin Haiti, Jaksa Agung HM Prasetyo, serta Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Lewat foto-foto itulah Taat Pribadi berusaha meyakinkan pengikutnya.

Walau foto-foto tersebut tampak seperti hasil editan, para santrinya tetap percaya bahwa Taat Pribadi kenal dan dekat dengan orang-orang penting di negeri ini.

“Tidak ada keraguan sedikit pun pada Yang Mulia Dimas Kanjeng. Kami semua percaya. Tidak mungkin dibohongi. Salah satu buktinya Mahfud MD yang ahli hukum pernah datang ke sini dan dikenalkan menjadi santri padepokan,” kata Sajudin, santri asal Makassar.

Benarkah Mahfud MD kenal dekat dengan taat Pribadi?

Dalam akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Mahfud mengklarifikasi perihal kedatangannya ke Padepokan Dimas Kanjeng pada pertengahan Juni 2014. yakni kunjungan biasa yang lumrah dilakukan sebagai tim sukses dalam pemilihan umum presiden.

Saat itu, ia merupakan Tim Sukses untuk pasangan Prabowo-Hatta. Mahfud mengaku, kunjungan tersebut dilakukan tanpa rencana karena diajak secara spontan oleh Marwah Daud Ibrahim, anggota tim pemenangan Prabowo-Hatta lainnya.

“Saya sama sekali tidak percaya pada Dimas. Sejak awal ngetawai orang yang percaya bahwa Dimas itu bisa gandakan uang. Saya menduga dia kriminal,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, Selasa (27/9/2016).

Sementara untuk mendata jumlah korban penipuan yang dilakukan oleh Taat Pribadi, Polres Probolinggo memperbanyak titik pos pengaduan. Sebelumnya pos pengaduan tersebut hanya berpusat di pos Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Probolinggo, kini diperluas di 21 Polsek yang tersebar di seluruh Kabupaten Probolinggo.

Setelah Taat Pribadi diciduk, Kapolres Probolinggo Ajun Komisaris Besar Arman Asmara menyampaikan, pihak memperluas pos untuk mempermudah masyarakat dalam melaporkan dugaan tindak pidana yang terkait dengan Taat Pribadi. Hal ini ditujukan pula untuk anggota keluarga yang hilang akibat menjadi santri padepokan Dimas Kanjeng, termasuk yang dialami oleh Uun.

Baca juga artikel terkait KANJENG TAAT PRIBADI atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Arbi Sumandoyo & Hari Wibowo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti