Menuju konten utama

Menanti Sentuhan di Patok-patok Terluar

Indonesia punya 92 pulau terluar. Pulau-pulau ini jadi titik awal patok 12 mil wilayah teritorial yang berhadapan dengan pekarangan negara lain. Sayangnya, pembangunan di pulau-pulau terluar ini sangat minim. Pendekatan militer masih jadi cara utama pemerintah menjaga pulau terluar. Jika tidak ada terobosan dari pemerintah, pulau-pulau ini terancam diambil alih negara tetangga. Keputusan Mahkamah Internasional soal Pulau Sipadan dan Ligitan 2002 harus jadi pelajaran yang berharga.

Menanti Sentuhan di Patok-patok Terluar
Prajurit korps marinir yang tergabung dalam satuan tugas pengamanan pulau terluar mengamati suasana sekitar dari menara pantau ketika berpatroli di Pulau Rondo, Sabang, Aceh. Antara foto/Aabur Karuru

tirto.id - Pernahkah Anda terpikir tinggal dan tidur di sebuah rumah yang lokasinya berada di dua negara? Mappanggara, warga Desa Aji Kuning, Nunukan, Kalimantan Timur ini mengalaminya. Ia mendiami sebuah rumah berdesain Bugis, tepat di garis patok antara Indonesia-Malaysia. Lokasinya di Pulau Sebatik, yang merupakan satu-satunya pulau terluar Indonesia yang harus berbagi tanah dengan negeri jiran.

Rumah Mappanggara yang didominasi material kayu dan seng, ruang tamunya menapak di wilayah Indonesia, tapi bagian dapurnya masuk teritorial Kerajaan Malaysia. Otomatis, Mappanggara dan sang istri hampir setiap hari mondar-mandir di wilayah kedua negara. Tentu saja tanpa repot-repot menggunakan paspor.

Meski hidup melintas dua negara, Mappanggara menetapkan pilihannya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) dan mencari nafkah di Indonesia. Sementara sebagian keluarganya lebih memilih mencari nafkah dan tinggal di Tawau, Malaysia untuk hidup lebih sejahtera.

Di luar cerita Mappanggara, masih banyak warga negara yang memilih setia kepada “merah putih” meski hidup di perbatasan dua negara. Mereka adalah para penduduk pulau-pulau terluar di Indonesia.

Celah di Patok Negara

Saat ini, Indonesia tercatat memiliki 92 pulau terluar, dengan luas rata-rata 0,02 hingga 200 km persegi. Lokasinya membujur dari Pulau Rondo di Aceh hingga Pulau Liki Papua, dan di utara Pulau Miangas Sulut hingga Pulau Ndana Rote di NTT. Tercatat 31 pulau berpenghuni, 13 pulau berpenghuni musiman, dan 48 pulau tak berpenghuni.

Sebanyak 12 pulau terluar berbatasan langsung dengan negara tetangga. Sebagian besar pulau-pulau itu tak berpenghuni dan rawan dari penetrasi negara lain. Kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan 2002 lalu memberikan kesadaran soal pentingnya menjaga pulau-pulau terluar agar tidak diklaim negara tentangga. Tak hanya itu, lepasnya dua pulau itu menjadi sebuah pembuktian bagaimana lemahnya posisi Indonesia dalam mempertahankan pulau-pulau terluar.

Saat ini, wilayah Indonesia berbatasan dengan 10 negara, di darat maupun lautan. Di darat, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Di laut, Indonesia berbatasan dengan Singapura, India, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, dan Australia.

Terdapat 187 kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yang tersebar di 41 kabupaten/kota yang menjadi lokasi prioritas untuk pengembangan daerah perbatasan. Sebanyak 56 kecamatan berbatasan laut, 79 kecamatan berbatasan dengan darat, dan 4 kecamatan berbatasan dengan darat dan laut. Jumlah desa yang berbatasan langsung dengan negara tetangga adalah lebih dari 1.700 desa/kelurahan.

Di Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya, terdapat beberapa pulau terluar yaitu Pulau Batek yang bersinggungan dengan Timor Leste, Pulau Ndana Rote yang berbatasan dengan Australia. Kedua pulau ini sudah dijaga oleh pasukan pengamanan dari TNI, sedangkan sisanya belum ada yaitu Pulau Dana Sabu, Pulau Salura, Pulau Mengudu yang tak berpenghuni.

“Penempatan sejumlah mercusuar atau pasukan pengaman perbatasan tidak akan efektif sebab bisa saja diklaim oleh negara tetangga,” kata Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr. DW. Tadeus dikutip dari Antara.

Kondisi serupa terjadi di Natuna, Kepulauan Riau. Hingga pertengahan 2014, tercatat ada tujuh pulau di wilayah Kabupaten Natuna yang belum ada penduduknya. Persoalan penduduk ini menjadi hal pelik dan krusial bagi sebuah pulau terluar.

Penjagaan Militer Versus Infrastruktur

Salah satu upaya untuk menjaga pulau-pulau terluar adalah dengan kekuatan militer. Belakangan ini bahkan muncul gagasan pembangunan “kapal induk” di pulau-pulau terluar sebagai basis kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Program membangun kekuatan di pulau terluar ini merupakan bagian dari pengamanan di kawasan perbatasan dengan 10 negara tetangga.

"Itu merupakan salah satu sasaran kebijakan pertahanan negara 2016," kata Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu dikutip dari Antara.

Di Pulau Natuna misalnya, akan ada penempatan sistem rudal canggih. Pesawat-pesawat tempur Su-27, Su-30, F-16 dan fasilitas skuadron kendaraan udara tak berawak (UAV) juga akan ditempatkan di sana. Semua kebutuhan alutsista itu diperkirakan akan menelan dana 91 juta dolar AS atau sekitar Rp1,2 triliun hingga 2019. Selain anggaran, Markas Besar TNI AD akan menambah jumlah personel dan peralatan senjata untuk menjaga perbatasan, pulau-pulau terluar.

Sayangnya, penjagaan secara militer ini terkadang terhambat oleh buruknya infrastruktur. Seperti diketahui, kebanyakan pulau-pulau terluar itu sampai saat ini tidak memiliki infrastruktur yang mumpuni. Misalnya di Natuna. Di kawasan tersebut, infrastruktur dasar seperti listrik masih jadi isu utama. Jaringan internet di Natuna masih sulit. Ironisnya, di kawasan ini ada jalur serat optik Semenanjung Malaya dan Sabah-Sarawak yang memiliki kapasitas tinggi. Kebutuhan logistik di Natuna masih bergantung dengan Pontianak, Kalimantan Barat.

Pemerintah tampaknya mulai menyadari pentingnya infrastruktur di pulau-pulau terluar. Pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan mulai diprioritaskan, termasuk di sebagian pulau terluar. Tahun ini, pengelolaan wilayah perbatasan Indonesia dengan sejumlah negara menyedot biaya sekitar Rp9,2 triliun naik dari tahun sebelumnya yang hanya Rp3 triliun. Anggaran ini disebar untuk 23 kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) yang dianggarkan khusus untuk daerah perbatasan. Alokasinya untuk membiayai 5.929 paket pekerjaan proyek pembangunan di daerah perbatasan.

Memberdayakan Pulau Terluar

Upaya pemerintah dalam menjaga pulau-pulau terluar tidak hanya dilakukan melalui militer. Pendekatan kepada warga juga dilakukan, sehingga mereka tidak lagi merasa terabaikan. Akhir tahun lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan berjanji akan mempercepat sertifikasi lahan di wilayah pulau terluar. Hingga Maret tahun lalu, baru 43 pulau dari 92 pulau terluar yang baru disertifikasi tanahnya.

Ada juga program sertifikasi gratis tanah bagi warga pulau terluar. Pemerintah juga sudah memberi nama pulau-pulau terluar yang sebelumnya tak bernama seperti di NTT. Beberapa pembangunan infrastruktur dasar seperti pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sudah menjadi program sejak tahun lalu. PLTD ini untuk menjawab masalah kelistrikan yang banyak mendera masyarakat di pulau-pulau terluar.

Dari sisi pemberdayaan ekonomi, Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah Menteri Susi Pudjiastuti menyiapkan anggaran sebesar Rp305 miliar untuk investasi di lokasi pulau kecil terluar dan kawasan perbatasan. Ada 15 lokasi pulau terluar yang berpenghuni yang akan diprioritaskan untuk pembangunan sentra bisnis kelautan dan perikanan terpadu.

Bagaimana dengan pulau yang tak berpenghuni? Untuk mengatasi masalah pulau terluar yang tak ada penduduknya justru persoalan paling krusial. Adanya gagasan membangun Lembaga Pemasyarakatan (LP) khusus napi teroris, korupsi, dan narkoba layak jadi pertimbangan. Gagasan ini barangkali bisa membantu mengatasi persoalan kapasitas LP. Sejak akhir tahun lalu, Kementerian Hukum dan HAM dan BNN memang sudah berencana membangun LP khusus bagi narapidana narkoba di pulau terluar. Namun, hingga kini belum ada kabarnya lagi.

Kesadaran mengisi pulau-pulau tak berpenghuni ini bukan hanya ranah pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga tak ingin patok-patok negara diambil oleh negara lain. Belum lama ini, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berencana membuat program transmigrasi nelayan untuk menempati pulau-pulau kecil dan terluar di pesisir wilayah Kaltim. Tujuannya agar pulau terpencil tidak dikuasai atau diakui oleh asing. Ide mulia ini hanya akan menjadi gigit jari semata bila tak ada dukungan infrastruktur.

"Banyak pulau-pulau kecil di Kaltim, namun tidak berpenghuni, sehingga sangat rentan dikuasai oleh orang-orang atau pihak asing. Yang penting ada penghuninya dulu, sehingga pihak asing atau negara tetangga tidak berani mengklaim," kata Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dikutip Antara.

Upaya membangun pulau-pulau terluar memang sedang digencarkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Secara khusus, Presiden Jokowi juga sudah memerintahkan pengetatan penjagaan untuk pulau-pulau terluar. Sudah saatnya pulau-pulau terluar ini mendapat perhatian. Kesejahteraan masyarakat dan kedaulatan negara harus sama-sama ditegakkan di patok-patok terluar tanah air. Dengan demikian, Mappanggara dan WNI lainnya tidak salah memilih “merah putih” sebagai tanah air kebanggaannya.

Baca juga artikel terkait PULAU TERLUAR atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti