Menuju konten utama
Kebijakan Energi

Menanti Penurunan Harga Pertalite saat Minyak Dunia Fluktuatif

Pertamina menurunkan harga Pertamax cs di tengah fluktuasi harga minyak dunia. Bagaimana dengan Pertalite & solar?

Menanti Penurunan Harga Pertalite saat Minyak Dunia Fluktuatif
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) pengendara motor di SPBU Jakarta, Selasa (4/10/2022) ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

tirto.id - “Kalau harga minyak turun banget, bisa saja [harga Pertalite dan solar bersubsidi turun].”

Sinyal penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi itu disampaikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji ketika merespons penyesuaian harga BBM jenis Pertamax Cs. Dia membuka kemungkinan bila ke depan harga BBM subsidi akan disesuaikan mengikuti tren penurunan harga minyak dunia.

Saat ini, harga BBM subsidi jenis Pertalite dibanderol sebesar Rp10.000 per liter dari sebelumnya hanya Rp7.650. Sedangkan untuk solar kini berada di Rp6.800 per liter dari sebelumnya hanya Rp5.150. Penyesuaian harga tersebut sudah berlaku sejak 3 September 2022.

Sementara per 1 Oktober 2022, PT Pertamina (Persero) justru baru saja melakukan penyesuaian harga BBM non-subsidi yakni: Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.

Harga BBM Pertamax turun menjadi Rp13.900 per liter dari sebelumnya pada 3 September berada di angka Rp14.500 per liter. Kemudian, BBM Pertamax Turbo juga mengalami penurunan harga dari Rp15.900 per liter menjadi Rp14.950 per liter.

Sedangkan harga Dexlite naik sebesar Rp700 menjadi Rp17.800 per liter dari harga sebelumnya Rp17.100 per liter. Begitu pula dengan harga Pertamina Dex yang turut naik dari harga sebelumnya Rp17.400 menjadi Rp18.100 per liter.

Tutuka menjelaskan, salah satu alasan Pertalite tidak ikut turun karena bahan bakar dengan kadar oktan 90 itu merupakan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) atau yang harganya ditentukan oleh pemerintah. Sementara penyesuaian BBM non-subsidi dilakukan mengikuti tren harga rata-rata publikasi minyak yakni Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus.

“Kalau Pertalite itu, kan, harganya memang subsidi, dan di bawah harga keekonomian, masih jauh dari harga keekonomiannya," kata dia saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (4/10/2022).

Harga keekonomian BBM adalah harga jual yang telah mengakomodasi semua variabel pembentuk harga. Variabel pembentuk harga jual BBM adalah biaya bahan baku, biaya pengolahan, biaya distribusi, biaya penyimpanan, margin usaha, dan pajak.

Jika berkaca pada September lalu, harga keekonomian untuk BBM Pertalite sudah berada di kisaran Rp14.450 per liter. Sementara untuk harga solar seharusnya sudah sebesar Rp13.950 per liter. Harga keekonomian itu berdasarkan penghitungan atas rata-rata harga ICP sebesar 105 dolar AS per barel dan kurs Rp14.750 per dolar AS.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, Pertalite memungkinkan bisa turun ke Rp7.650 per liter tanpa intervensi APBN alias tanpa subsidi. Namun dengan catatan harga minyak mentah Indonesia atau ICP berada di level 41 - 42 dolar AS per barel.

“Jadi kalau kemarin harganya Pertalite Rp7.650, itu sebenarnya setara dengan ICP-nya harusnya 41-42 dolar AS. Jadi harga yang sekarang kita sudah naikkan ke Rp10.000 pun itu masih di bawah harga keekonomian," ujarnya di Kompleks Parlemen DPR/MPR RI, di Jakarta.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menyebut, penetapan harga BBM bersubsidi saat ini dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak mentah, termasuk kurs rupiah terhadap dolar AS. Saat ini harga minyak mentah pun bergerak fluktuatif dengan tren meningkat.

“Ini situasinya, kan, dinamis, kami selalu memperhatikan kondisi itu secara dinamis. Kami berharap ya harga itu (BBM) stabil tapi kondisinya dinamis," ujarnya.

Jika menilik harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada September 2022, telah mengalami penurunan. Bulan lalu harga minyak mentah tercatat sebesar 86,07 dolar AS per barel. Harga tersebut turun sebesar 8,10 dolar AS per barel bila dibandingkan Agustus 2022 yang sebesar 94,17 per barel dolar AS.

Penetapan harga minyak mentah Indonesia itu tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 140.K/MG.03/DJM/2022 tentang Harga Minyak Mentah Indonesia September 2022 pada 3 Oktober 2022.

Sementara harga minyak mentah dunia justru melanjutkan lintasan kenaikannya pada akhir perdagangan Selasa waktu setempat (Rabu, 5 Oktober 2022 pagi WIB). Kenaikan terjadi di tengah ekspektasi penurunan besar produksi minyak mentah dari kelompok produsen OPEC+.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November terdongkrak 2,89 dolar AS atau hampir 3,5 persen, menjadi di 86,52 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember bertambah 2,94 dolar atau 3,3 persen, menjadi ditutup pada 91,8 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Sejak Senin, WTI dan Brent masing-masing melonjak 5,2 persen dan 4,4 persen.

Reli dua hari terjadi karena para pedagang bertaruh bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, akan mempertimbangkan pengurangan produksi besar-besaran ketika mereka bertemu.

Suahasil mengatakan, faktor-faktor eksternal itu terus menjadi perhatian pemerintah. Sedangkan dari dalam negeri, faktor yang dipantau pemerintah adalah tingkat konsumsi BBM bersubsidi di masyarakat, sebab tingginya konsumsi akan mempengaruhi hitungan belanja subsidi BBM di dalam APBN.

“Jadi kita berharap harganya stabil, tapi kondisi saat ini dinamis terlihat dari ICP, harga minyak internasional, dampak kurs, serta faktor volume yang dikonsumsi masyarakat," kata dia.

Harga BBM Subsidi di Tangan Pemerintah

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting menyatakan, kewenangan menentukan harga untuk BBM subsidi memang sepenuhnya ada di pemerintah. Sementara ketentuan untuk jenis bahan bakar umum atau non-subsidi ada di badan usaha atau Pertamina.

"Harga Pertalite saat ini masih di bawah harga keekonomian. Masih ada subsidi dari pemerintah. Kewenangan ada di pemerintah," kata Irto kepada Tirto.

Sementara untuk BBM non-subsidi Pertamina akan terus disesuaikan mengikuti tren harga rata-rata publikasi minyak yakni Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus. Evaluasi dan penyesuaian harga untuk BBM non subsidi akan terus dilakukan secara berkala setiap bulannya.

Dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, penyesuaian harga BBM umum atau nonsubsidi dapat ditetapkan sesuai dengan kondisi yang ada di pasaran dan mengacu pada Permen ESDM 20/2021.

Dalam beleid itu disebutkan bahwa harga jual eceran jenis BBM umum di titik serah untuk setiap liter, dihitung dan ditetapkan oleh badan usaha berdasarkan formula harga tertinggi. Terdiri atas harga dasar ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) dengan margin paling tinggi 10 persen dari harga dasar.

Namun, regulasi tersebut, yaitu Pasal 9 yang menyebutkan bahwa dalam hal tertentu Menteri ESDM dapat menetapkan harga dasar jenis BBM umum dan atau harga jual eceran jenis BBM umum dengan mempertimbangkan kesinambungan penyediaan dan pendistribusian jenis BBM umum, stabilitas harga jual eceran jenis BBM umum dan ekonomi riil dan sosial masyarakat.

“Jadi melalui saluran ini, harga Pertamax harus melalui persetujuan pemerintah juga. Meskipun regulasi lain memberikan ruang itu domain perusahaan," ujar Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro.

Peluang Penurunan Harga Pertalite Masih Jauh

Di sisi lain, Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan melihat peluang penurunan harga BBM jenis Pertalite masih sangat jauh. Hal ini karena harga keekonomian yang ada sekarang ini masih terlampau tinggi dari harga ditetapkan sekarang.

“Masih ada beban kompensasi yang harus ditanggung pemerintah. Selain itu, saat ini harga minyak cendrung naik juga," jelas Mamit kepada Tirto.

Mamit menilai menjelang musim dingin dan juga Natal serta tahun baru, kebutuhan energi akan mengalami peningkatan. Belum lagi OPEC turut memangkas produksi mereka sampai 1 juta, sehingga harga minyak mentah akan tetap tinggi.

“Saya melihat juga jika Pertalite turun apakah akan diikuti oleh penurunan harga kebutuhan pokok dan ongkos transportasi? Yang ada nanti hanya berkurang di BBM, tetapi yang lain tetap sama. Jadi masyarakat tidak mendapatkan manfaatnya secara optimal," jelasnya.

Meskipun demikian, kata Mamit, pemerintah bisa saja menurunkan harga Pertalite jika harga minyak mentah dunia berada di kisaran level 60-70 dolar AS per barel. Hanya saja, perlu diwaspadai juga pelemahan mata uang rupiah terhadap dolar AS.

“Kalau ke level itu sudah pasti turun karena sudah di bawah keekonomian harga saat ini," jelasnya.

Baca juga artikel terkait HARGA BBM atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz