Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Menanti Opsi PPKM Diperpanjang atau Relaksasi saat Kasus Naik Turun

Menanti opsi PPKM Level 4 atau PPKM Darurat akan diperpanjang atau dilonggarkan, apa kata para epidemiolog?

Menanti Opsi PPKM Diperpanjang atau Relaksasi saat Kasus Naik Turun
Kendaraan melintas di tempat penyekatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (19/7/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk memperpanjang periode Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat hingga Minggu, 25 Juli 2021. Kemudian pada Senin, 26 Juli mulai dikendurkan dengan sejumlah syarat.

Mantan Wali Kota Surakarta itu menjelaskan, kebijakan untuk pelonggaran PPKM Darurat yang dilakukan saat ini sudah efektif untuk menekan angka penularan. Ia mengklaim data penularan mengalami penurunan, begitu pula dengan keterisian rumah sakit terus mengalami penurunan.

"Kita patut bersyukur setelah dilaksanakan PPKM Darurat data penambahan kasus dan BOR [bed occupancy rate] mengalami penurunan," kata Jokowi dalam konferensi pers, Selasa (20/7/2021).

Pada 26 Juli nanti, Jokowi mengizinkan pasar tradisional yang menjual bahan pokok diizinkan buka sampai pukul 20.00 dengan kapasitas 50 persen. Kemudian pasar tradisional selain yang menjual bahan pokok diizinkan dibuka sampai pukul 15.00 dengan kapasitas maksimal 50 persen.

Kemudian Jokowi juga menjelaskan, berbagai aktivitas usaha lain seperti pedagang kaki lima, toko kelontong, pangkas rambut, laundry pedagang asongan diizinkan untuk kembali beroperasi sampai pukul 21.00 WIB.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan PPKM telah diubah sesuai dengan level agar lebih sederhana.

Pemerintah akan mengubah format PPKM yang dibagi dalam empat level, yaitu level 1, level 2, level 3, dan level 4. Kebijakan itu merujuk pada kriteria yang disampaikan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Kebijakan itu dituangkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2021. Nama baru PPKM disematkan dalam judul instruksi tersebut.

Luhut mengatakan level PPKM akan ditentukan dengan sejumlah indikator penanganan COVID-19. Pertama, laju transmisi, respons sistem kesehatan serta kondisi sosiologis masyarakat.

Peneliti dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Mouhamad Bigwanto merasa pesimistis pemerintah dapat melonggarkan PPKM lantaran indikator yang ditetapkan sejauh ini masih belum signifikan.

Hal itu dibuktikan dengan laju transmisi yang masih tinggi setelah perpanjangan PPKM Darurat menjadi PPKM level 3 dan 4 pada 20 Juli lalu. Berdasarkan data harian, pada 21 Juli, kasus positif COVID-19 bertambah sebanyak 33.772 kasus dengan yang dites PCR sebanyak 116.232 orang, sehingga positivity rate sebesar 29.06 persen.

Lalu pada 22 Juli positif COVID-19 meningkat menjadi 49.509 kasus, dengan yang dites PCR sebanyak 228.702 orang, sehingga positivity rate sebesar 21.65 persen.

Kemudian pada 23 Juli positif COVID-19 sebanyak 49.071 kasus, dengan yang dites PCR sedikit menurun dibanding hari kemarin yakni dari 228.702 menjadi 202.385 orang diperiksa sehingga positivity rate sebesar 24,25 persen.

Selanjutnya berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit (RS) rujukan COVID-19 sebanyak 73,58 persen. Sementara terdapat lima provinsi yang masih di angka di atas 80 persen.

Kata Bigwanto, BOR masih lebih tinggi dari ambang batas yang disarankan Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni 60 persen.

"Saya tidak begitu yakin semua indikator tersebut membaik sampai hari Minggu nanti [25 Juli]. Kalau dilihat dari indikator-indikatornya, belum ada yang memenuhi syarat untuk pelonggaran," kata Bigwanto kepada Tirto, Jumat (23/7/2021).

Oleh karena itu, epidemiolog dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka itu menyarankan agar PPKM level 3 dan 4 dilanjutkan.

Apabila ingin melonggarkan PPKM, pemerintah harus menggenjot testing, tracing, dan treatment (3T) dan meningkatkan kepatuhan masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

"Saya tahu ini kebijakan yang kurang populer bagi pemerintah, tapi ini adalah langkah benar yang harus diambil. Kalau enggak, situasi akan terus seperti ini, kita enggak akan keluar-keluar dari situasi darurat, dan korban yang berjatuhan akan semakin banyak," tuturnya.

Kendati mengusulkan PPKM level 3 dan 4 diperpanjang, Bigwanto mengatakan pemerintah tak perlu menambah peraturan yang lebih ketat. "Karena saya kira kalau dibuat lebih ketat dari itu pemerintah tidak akan berani," tuturnya.

Namun, apabila ingin memberlakukan kebijakan tersebut, pemerintah disarankan untuk konsultasi dengan epidemolog dan ahli untuk dimintai saran mengenai status perkembangan penanganan kasus dan langkah-langkah yang harus diambil.

Selain itu, pemerintah perlu memberi bantuan kepada seluruh warga yang terdampak atas kebijakan tersebut. Seperti Bantuan Sosial (Bansos) dan kebutuhan hidup lainnya sebagaimana yang diatur di dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Kemudian tracing dan testing tetap ditingkatkan agar bisa mengidentifikasi penularan dengan maksimal dan memisahkan yang terinfeksi dengan yang sehat. Lalu vaksinasi digenjot terus, dengan realisasikan target 1 hari 1 juta vaksinasi.

"Di sisi hilir yaitu fasilitas kesehatan, semua harus disiapkan. Terutama SDM dan semua sarana prasarana untuk perawatan pasien," jelas dia.

Berbeda dengan Bigwanto, epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menyarankan agar pemerintah sedikit melonggarkan PPKM, yakni dengan menurunkan satu level lebih rendah. Misalnya, dari PPKM level 4 menjadi level 3, begitu seterusnya.

Menurutnya, menurunkan satu level hanya akan sedikit melonggarkan peraturan. Meski terjadi penambahan kasus dan keterisian tempat tidur, angkanya tidak terlalu meningkat drastis.

"Saya setuju kalau dilonggarkan. Karena pemerintah juga harus akomodatif dengan yang lainnya [Warga hingga pengusaha]," kata Pandu kepada Tirto, Jumat (23/7/2021).

Agar dapat mengendalikan penularan virus Corona, pertambahan kasus positif, dan keterisian rumah sakit, Pandu menyarankan agar pemerintah melakukan langkah pencegahan.

Pertama, masyarakat harus diedukasi pentingnya protokol kesehatan, menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

"Angka keterisian tempat tidur rumah sakit tidak meningkat karena penularan ditekan. Edukasi pakai masker, kalo enggak punya, warga jangan digebukin, kasih masker, edukasi," terangnya.

Kemudian vaksinasi juga harus lebih digenjot, mengingat saat ini Indonesia telah muncul kasus virus varian baru yang didominasi oleh varian Delta. "Karena walaupun kena COVID-19 gejalanya tidak berat. Kecuali mereka punya komorbid. Gencarin mumpung vaksin ada," tuturnya.

Data vaksinasi per 23 Juli 2021, terdapat 43.717.254 yang sudah dilakukan suntik vaksinasi tahap I. Sedangkan yang telah dilakukan suntikan ke-2 mencapai 17.154.145. Sementara target vaksinasi yang dicanangkan pemerintah sebanyak 208.265.720.

Selanjutnya, dia mengimbau agar masyarakat tetap di rumah saja. Apabila harus meninggalkan rumah untuk bekerja, harus menggunakan protokol kesehatan dan pemerintah harus mengawasi secara ketat.

Pemerintah juga membuat peraturan agar pasar, rumah makan, mall, hingga perkantoran tidak terjadi kerumunan. "Jadi biarkan masyarakat bekerja. Siapa yang mau kasih makan mereka kalau disuruh rumah saja. Apalagi bansos kemarin telat disalurkan, bukan sebelum PPKM Darurat diberlakukan," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PPKM DARURAT atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri