Menuju konten utama

Menamai Spesies dengan Nama Presiden dan Ibu Negara

Penemu spesies baru berhak menamai flora atau fauna hasil temuannya. Salah satu nama yang bisa dia pakai adalah nama presiden dan ibu negara.

Menamai Spesies dengan Nama Presiden dan Ibu Negara
Myzomela Irianawidodoae; spesies burung yang ditemukan di Rote, NTT. FOTO/birds.id

tirto.id - Tahun lalu, para peneliti LIPI menemukan sekitar 25 flora dan fauna baru. Kebanyakan spesies yang ditemukan adalah ikan, serangga, burung, dan tanaman dari Indonesia Timur. Di antara spesies-spesies anyar tersebut, LIPI berhasil menemukan burung kicau asal Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur yang diberi nama Myzomela irianawidodae.

Menurut Liputan6.com, nama Myzomela irianawidodae diambil dari nama ibu negara Indonesia saat ini, Iriana Joko Widodo. Hal ini ditetapkan setelah Presiden Joko Widodo melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Menteri Sekretaris Negara mengizinkan penggunaan nama Ibu Negara berdasarkan Surat Nomor B1199/M.Sesneg/D-2/HL.01.00/12/2017 tertanggal 17 Desember 2017.

Penemu burung Myzomela irianawidodae, peneliti senior LIPI Dewi Mali Prawiradilaga beserta tim, mengatakan bahwa pengadopsian nama ibu negara tersebut dilakukan sebab ada kekhawatiran banyaknya burung yang diburu dari alam dan hidup dalam sangkar.

“Kami menamai burung jenis baru dengan nama Ibu Negara, ini jadi semacam penghargaan kepada beliau yang hobi dan sayang kepada burung. Kami juga berharap beliau membantu program konservasi burung di habitat alami, bukan di sangkar,” katanya kepada Mongabay. “Kalau orang biasa yang menyampaikan sulit. Kalau Ibu Negara, mungkin bisa menular kepada orang lain untuk melakukan hal baik.”

Nama Iriana Joko Widodo tidak hanya diabadikan pada nama fauna burung. Sebelumnya, pemerintah Singapura memberikan nama anggrek campuran Dendrobium christabella dan Dendrobium haldis morterud dengan nama Dendrobium iriana jokowi.

Seperti yang dilaporkan CNN, burung itu termasuk dalam suku (familia) Meliphagidae, keluarga fauna yang gemar menyedot madu. Myzomela irianawidodae termasuk jenis binatang yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Menurut Dewi Malia Prawiradilaga dkk dalam “A Colourful New Species of Myzomela Honeyeater from Rote Island in Eastern Indonesia (2017), peneliti pertama kali melihat burung Myzomela irianawidodae pada bulan Oktober 1990. Burung ini berbadan kecil. Panjang tubuhnya hanya 11,8 sentimeter dengan berat 32,23 gram. Warna merah darah mendominasi bagian kepala hingga dada sebelah atas dan tengkuk. Punggung dan ekornya berwarna hitam sedangkan punggung bagian tengah berwarna merah. Sayap Myzomela irianawidae, di sisi lain, berwarna hitam bercampur abu-abu gelap.

Binatang ini kerap digolongkan sebagai Myzomela dammermani dari Pulau Sumba sebab penampakannya yang mirip. Namun, Dewi Malia dan tim memasukkan binatang tersebut masuk dalam takson baru berdasarkan pemeriksaan morfologi dan analisis bioakustik yang mendalam. Bioakustik adalah ilmu yang mempelajari tentang suara yang diproduksi oleh binatang, manusia, dan lain sebagainya.

Perbedaan besar morfologi atau bentuk luar dan susunan Myzomela irianawidodae dan Myzomela dammermani terletak pada lebar ruang antara rahang kala terbuka (gape), panjang tulang susun antara tulang kering dan jari kaki (tarsus), dan panjang ekor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dewi Amalia, dkk, Myzomela irianawidodae memiliki gape yang lebih besar serta tarsus dan ekor lebih panjang dibandingkan Myzomela dammermani.

Kedua hewan ini juga bisa dikenali perbedaannya berdasarkan corak hitam yang terletak di dada. Myzomela dammermani memiliki corak hitam lebar dari dada sampai ke perut bagian tengah, sedangkan corak hitam Myzomela irianawidodae berbentuk sempit dan tidak melebar sampai perut.

Selain morfologi, suara burung Myzomela irianawidodae bisa dibedakan dari spesies lain di pulau sekitar lewat kombinasi tipe suara panggilan yang berbeda satu sama lain. Dibandingkan Myzomela dammermani yang memiliki bulu serupa, terdapat tujuh tipe panggilan berbeda yang masing-masing tidak dimiliki oleh kedua spesies.

Saat Dewi dan tim memutarkan rekaman suara Myzomela irianawidodae untuk burung jantan dari spesies yang sama, mereka langsung bernyanyi dengan agresif dan berusaha mendekati sumber suara. Hal ini tidak terjadi pada saat rekaman suara tersebut diputar untuk burung Myzomela dammermani. Kurangnya respons terhadap vokalisasi dari takson lain menguatkan adanya perbedaan antara kedua spesies burung tersebut.

Infografik Flora Fauna

Spesies Bernama Tokoh Negara

Sekitar 18.000 spesies baru ditemukan setiap tahun di dunia dan sang penemu berhak memberi nama flora atau fauna yang ia temukan. Saat ini, penamaan spesies hewan harus mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh International Code of Nomenclature for algae, fungi, and plants (ICN), International Code of Zoological Nomenclature (ICZN), atau International Code of Nomenclature of Bacteria (ICNB).

Menurut situs eol.org, para ilmuwan harus melakukan penyelidikan menyeluruh untuk memastikan spesies tertentu belum digambarkan dan diberi nama. Jika mereka telah berhasil menetapkan bahwa jenis tersebut belum bernama, maka para ilmuwan mesti memilih nama dan menuliskan deskripsi. Nama yang dimaksud mesti mengikuti tata bahasa Latin dan deskripsi mencakup penjelasan menyeluruh tentang karakteristik fisik, perilaku spesies, dan informasi soal ekologi.

BBC melaporkan para penemu tersebut kebanyakan memberikan nama temuannya atas dasar pertimbangan subjektif. Asal usul dan bentuk spesies serta penghargaan untuk orang terdekat yang dianggap berjasa tak jarang juga jadi pertimbangan saat memberikan nama spesies baru.

Kebebasan yang dimiliki para penemu ketika menamai flora dan fauna jenis baru membuat beberapa spesies mengadopsi nama nama orang-orang terkenal, misalnya tokoh politik. Di Amerika Serikat, misalnya, ada binatang yang namanya sama dengan nama Presiden Donald Trump, yakni ngengat Neopalpa donaldtrumpi. Dr. Vazrick Nazari, sang penemu ngengat, menyatakan bahwa pemilihan nama tersebut dilatari oleh alasan bahwa hewan ini memiliki mahkota kuning-putih yang mirip gaya rambut Trump.

Ngengat Neopalpa donaldtrumpi hidup di daerah padat penduduk di California Selatan. Hilangnya habitat asli membuat kehidupan hewan ini sekarang dalam keadaan bahaya. Nazari mengatakan bahwa ngengat Neopalpa donaldtrumpi berbeda dengan ngegat twirler yang terancam punah karena kehilangan habitat.

Nama Presiden Obama juga diadopsi untuk sembilan spesies baru, salah satunya ikan terumbu karang Tosanoides obama. Menurut situs livescience.com, tim peneliti menemukan jenis hewan tersebut saat ekspedisi National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) di Papahānaumokuākea Marine National Monument yang terletak di Kepulauan Hawaii sebelah barat laut pada bulan Juni 2016.

Tosanoides obama adalah ikan berukuran kecil. Dengan panjang tubuhnya yang hanya 6,1 sentimeter, fauna ini hidup di kedalaman 90 meter di bawah permukaan laut. Tosanoides obama masuk dalam kelompok basslet, ikan karang warna-warni yang sering dipelihara dalam akuarium ikan laut. Selain Tosanoides obama, spesies lain seperti antara lain laba-laba trapdoor Aptostichus barackobamai, darter air tawar berbintik-bintik Etheostoma Obama, dan cacing parasit Paragordius obamai juga mengadopsi nama Presiden Barrack Obama.

Profesor biologi dari University of Vermont Ingi Agnarsson mengatakan penamaan flora atau fauna baru dengan nama tokoh terkenal adalah cara para ilmuwan membangkitkan kesadaran serta menyediakan kesempatan pada publik untuk mempelajari isu alam dan konservasi.

Penamaan spesies dengan nama tokoh negara juga dilakukan sebagai bentuk diplomasi antarnegara. Spesies anggrek campuran Dendrobium christabella dan Dendrobium haldis morterud, misalnya, dinamai Dendrobium iriana jokowi. Hal itu dilakukan pemerintah Singapura pada tahun 2015 saat Presiden Jokowi Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo mengadakan kunjungan kenegaraan ke negara-kota singa tersebut.

Baca juga artikel terkait FLORA atau tulisan lainnya dari Nindias Nur Khalika

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nindias Nur Khalika
Editor: Windu Jusuf