Menuju konten utama

Menaksir Anggaran Vaksinasi COVID-19 Gratis: Apa APBN Kita Cukup?

Jokowi memutuskan vaksinasi COVID-19 bakal gratis bagi masyarakat. Pertanyaannya, apa anggaran Indonesia cukup?

Menaksir Anggaran Vaksinasi COVID-19 Gratis: Apa APBN Kita Cukup?
Dr.Gustavo Romero, dari Rumah Sakit Universitas Brasilia's Nucleus of Tropical Medicine, mempresentasikan kepada pers vaksin eksperimental Sinovac Biotech China untuk virus korona baru sebelum diberikan kepada sukarelawan di Brasilia, Brazil, Rabu, 5 Agustus 2020. (AP Photo/Eraldo Peres)

tirto.id - Presiden Joko Widodo memutuskan program vaksinasi COVID-19 gratis bagi seluruh masyarakat, Rabu (16/12/2020) lalu. Sebelumnya direncanakan hanya 35 juta warga yang dapat menikmati vaksin cuma-cuma, sisanya bayar sendiri.

Sehari sebelum Jokowi mengumumkan kabar ini, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan pemerintah punya anggaran yang cukup untuk mencapai target herd immunity atau kekebalan berkelompok. Herd immunity mensyaratkan setidaknya 60 persen dari total 268 juta masyarakat harus divaksinasi agar bisa semakin membatasi penularan virus.

“Pada prinsipnya anggaran tidak akan menjadi hambatan dalam pencapaian herd immunity melalui vaksinasi,” ucap Wiku dalam konferensi pers virtual.

Pemerintah belum merilis berapa total anggaran yang dibutuhkan untuk program ini. Namun menurut hitung-hitungan kasar Tirto, tanpa memperhitungkan operasional, sarana-prasarana, dan logistik, biayanya bisa mencapai Rp117,81 triliun.

Angka ini diperoleh dengan sejumlah asumsi. Pertama, pemerintah sudah mulai mendatangkan vaksin merek Sinovac dari Cina. Vaksin ini diperkirakan bakal dibanderol dengan harga Rp200 ribu per dosis.

Vaksin Sinovac hanya bisa digunakan bagi penduduk berusia 18-59 tahun dan tanpa catatan komorbid (penyakit penyerta). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), per 2019, jumlah penduduk berusia 20-59 tahun mencapai 149,242 juta. Maka dengan asumsi seluruhnya tidak memiliki penyakit komorbid, wastage 15%, dan tiap orang mendapat dua dosis, biayanya mencapai Rp68,65 triliun.

Keterbatasan vaksin Sinovac tersebut mengharuskan pemerintah mencari vaksin lain yang bisa menjangkau penduduk berusia kurang dari 18 tahun dan di atas 59 tahun. Kabar baiknya, melansir BBC, Pfizer sudah menguji vaksin mereka untuk usia 56-85 tahun. Melansir The Conversation, Pfizer bahkan sudah mulai menguji vaksinnya bagi anak berusia 12 tahun hingga lebih.

Harga vaksin Pfizer saat ini diperkirakan mencapai Rp300 ribu per dosis.

Untuk memudahkan, perhitungan ini menggunakan data kependudukan BPS dengan golongan usia 10-19 tahun yang berjumlah 45,351 juta. Data BPS juga mencatat jumlah penduduk dengan usia 60 sampai 75 ke atas berjumlah 25,90 juta. Dengan asumsi setiap orang mendapat dua dosis, wastage 15%, dan tidak ada halangan penyakit turunan maupun komplikasi, maka diperlukan biaya hingga Rp49,16 triliun untuk vaksinasi kelompok ini.

Dengan demikian, dana sementara yang dibutuhkan adalah Rp117,81 triliun untuk vaksinasi 220,49 juta jiwa atau setara 82,25% penduduk.

Kemudian uang untuk operasional dan sarana-prasarana. Hingga saat ini juga belum tersedia rincian ongkos tambahan di luar biaya vaksin itu sendiri demi melancarkan imunisasi. Namun, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) pernah memperkirakan kebutuhan anggaran untuk itu mencapai Rp1,24 triliun. Detailnya untuk lemari pendingin bukaan atas 1.734 unit, freezer 2.196, pengatur suhu 1.286, cold box (untuk transportasi vaksin) 96, dan vaccine carrier 19.232.

Di luar itu ada kebutuhan operasional Rp12,16 triliun untuk melancarkan vaksinasi 100 persen populasi. Rinciannya: pelayanan imunisasi, komunikasi-edukasi, perlengkapan imunisasi, manajemen, pelatihan petugas pemberi vaksin, sampai manajemen limbah.

Berhubung perhitungan awal tulisan ini baru mencangkup 220,49 juta penduduk, maka kebutuhan operasional diasumsikan Rp10 triliun untuk vaksinasi 82,25% penduduk. Dengan demikian, total biaya operasional dan sarana-prasarana untuk 220,49 juta jiwa diperkirakan bisa mencapai Rp11,25 triliun.

Butuh Realokasi Segera

Berdasarkan perhitungan ini, baik biaya pengadaan vaksin maupun sarana-prasarana serta operasional bakal memakan Rp129,067 triliun. Ini belum memperhitungkan biaya logistik agar vaksin sampai ke berbagai daerah.

Lalu berapa duit yang tersedia? Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyatakan kalau ia telah mencadangkan anggaran kesehatan dari Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 senilai Rp35,1 triliun untuk pengadaan dan distribusi vaksin. Ditambah lagi ada anggaran Rp60,5 triliun khusus pengadaan vaksin dan penanganan COVID-19 untuk tahun depan. Jika dijumlah--dengan asumsi keduanya terpisah--maka pemerintah sudah mengantongi Rp95,6 triliun alias masih kurang Rp33,46 triliun untuk menjangkau 220,49 juta jiwa.

Sayangnya belum ada rincian dari anggaran itu berapa yang khusus digunakan bagi pembelian vaksin. Namun dalam konferensi pers APBN 2021, Selasa (29/9/2020) Kementerian Keuangan memaparkan anggaran khusus pengadaan vaksin COVID-19 per se untuk 2021 berada di angka Rp18 triliun untuk vaksinasi 160 juta jiwa.

Angka ini masih jauh dari kebutuhan. Kalaupun Rp18 triliun dibagi 160 juta jiwa, maka per penduduk hanya bisa mendapat vaksin senilai Rp112.500.

Sama halnya anggaran untuk operasional vaksinasi. Menurut paparan konferensi pers APBN 2021, Selasa (29/9/2020), jumlah anggaran imunisasi telah disiapkan Rp3,7 triliun untuk 160 juta orang. Di luar itu, ada anggaran sarana prasarana, lab, litbang, dan PCR lagi senilai Rp1,2 triliun.

Dengan keterbatasan ini, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menilai realokasi anggaran perlu segera dilakukan. Anggaran yang bisa disasar pertama kali menurutnya adalah PEN 2020 yang saat ini realisasinya baru 69,3 persen per Rabu (16/12/2020). Jika hanya terserap 80 persen saja, maka ada sisa Rp139 triliun yang bisa digunakan untuk keperluan vaksin gratis.

Opsi lain adalah dari kementerian yang anggarannya konsisten jumbo bahkan naik di APBN 2021. Ia mencontohkan Kementerian Pertahanan yang naik dari Rp117,9 triliun (Perpres 72/2020) menjadi Rp137,3 triliun dan Polri dari Rp92,6 triliun (Perpres 72/2020) menjadi Rp112,1 triliun.

Terakhir anggaran untuk infrastruktur yang naik dari Rp281,1 triliun (Perpres 72/2020) ke Rp413,8 triliun (2021) ketika anggaran kesehatan malah turun dari Rp212,5 triliun (Perpres 72/2020) ke Rp169,7 triliun (2021).

“Ada kebutuhan lebih mendesak, yaitu nyawa manusia. Pertahanan, Polri, infrastruktur bisa disasar untuk realokasi, mereka mendapat anggaran paling besar,” ucap Misbah kepada reporter Tirto, Kamis (17/12/2020).

Baca juga artikel terkait VAKSIN COVID-19 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino