Menuju konten utama

Menakar Efektivitas CCTV dengan Pengeras Suara untuk eTilang

Tilang dengan memanfaatkan CCTV akan diberlakukan di Jakarta. Efektivitasnya sangat tergantung dari kesiapan berbagai pihak.

Menakar Efektivitas CCTV dengan Pengeras Suara untuk eTilang
Kasatlantas Polrestabes Semarang AKBP Yuswanto Ardi menunjukkan bukti pelanggaran lalu lintas dari hasil cetakan kamera pengawas (CCTV) kepada seorang pemilik kendaraan yang melanggar lalu lintas, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (28/9/2017). ANTARA FOTO/R. Rekotomo

tirto.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memasang 14 CCTV baru disertai perekam suara di sejumlah "titik rawan" pelanggaran lalu lintas (lalin). CCTV dan pengeras suara ini ke depannya akan dipakai untuk menerapkan e-tilang, mekanisme yang memungkinkan penilangan tidak lagi dilakukan secara langsung.

Dalam mekanisme baru nanti, pelanggar lalu lintas akan ketahuan melalui CCTV. Pelanggar yang datanya diketahui melalui database Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) kemudian akan didatangi oleh polisi ke kediamannya untuk ditilang. Diharapkan mekanisme baru ini akan memberikan "efek kejut" para pelanggar, dan pada akhirnya bisa membuat masyarakat lebih tertib berlalu lintas.

Pengamat kebijakan publik Amir Hamzah mengapresiasi kebijakan ini. Ia menilai, kebijakan pemasangan CCTV dan pengeras suara sebagai kebijakan yang baik. Ia menilai memang sudah waktunya bagi pihak kepolisian memanfaatkan teknologi informasi untuk menyelesaikan masalah lalu lintas, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta.

Amir membandingkannya dengan kebijakan di negara-negara lain, Jerman misalnya. Di sana, begitu ada pengguna jalan menerobos lampu merah di malam hari, maka keesokan harinya petugas akan datang ke rumah pelanggar. Mereka memperoleh informasi pelanggar dengan mencocokkan nomor kendaraan ke database. Dengan kata lain, penggunaan CCTV memang efektif.

"Hampir semua daerah Eropa sudah menerapkan CCTV dengan pengeras suara," kata Amir kepada Tirto, Rabu (4/10/2017).

Namun begitu, Amir memberikan sejumlah catatan, yang mungkin jadi faktor yang akan membuat penerapan sistem baru ini tidak berjalan dengan baik.

Pertama adalah soal komitmen aparat penegak hukum itu sendiri. "Walau memang pemasangan CCTV kita lihat satu kemajuan dan bisa mendukung penegakan hukum dalam rangka menjaga ketertiban berlalu lintas, tapi kalau kemajuan teknologi tidak didukung sifat aparat untuk tegas menegakkan hukum maka manfaatnya nanti berkurang," kata Amir.

Kedua, Amir menyarankan agar pemerintah perlu merevisi beberapa poin dalam perundang-undangan. Pertama, Amir menyarankan agar hukuman tilang tidak menempuh pengadilan. Ia mencontohkan, di beberapa negara yang telah menerapkan tilang melalui pantauan CCTV, para pelanggar diberikan denda dengan jumlah tertentu atau ditahan dalam waktu tertentu secara langsung.

Kemudian, penegak hukum juga harus membuat SOP dalam penegakan hukum di lapangan. Ia berharap, petugas tidak asal-asalan begitu teknologi pemantauan diintegrasikan dalam penegakan hukum.

Juga perlu ada SOP bersama antara Dishub dengan Polda dalam hal teknis. Oleh karena itu, ia menyarankan Dishub dan Polda membentuk tim bersama untuk penanganan kemacetan.

Pemerintah juga tetap harus menambah sejumlah hal untuk menyelesaikan permasalahan lalu lintas. Satu contoh, Amir menyarankan pemerintah atau kepolisian membeli drone khusus untuk pemantauan di titik-titik tertentu.

Baca juga:

Amir membandingkan penerapan e-tilang dengan pantauan melalui CCTV dengan penerapan pembayaran tol non-tunai. Masih banyak orang yang belum tahu tentang kebijakan tersebut. Jangan sampai publik justru kesulitan setelah konsep tilang baru diterapkan. Karenanya, perlu ada sosialisasi secara masif sebelum kebijakan ini diterapkan. "Jangan sampai masyarakat jadi bingung," tambahnya.

Bila dilihat dari penerapan di tempat lain, maka potensi keberhasilan penggunaan CCTV untuk menindak pelanggar lalin memang cukup besar. Seperti yang terjadi di Surabaya, di mana penurunan pelanggaran lalu lintas bahkan terjadi sejak di masa sosialisasi. Dengan catatan, memang semua persiapan telah selesai dan regulasi sudah matang.

"Mulai awal sosialisasi ada kisaran 427-447 pelanggaran dalam sehari. Ini trennya sudah mulai turun, dua belas jam kemarin cuma ada 89 jenis pelanggaran. Kami juga mengekspos ke media sosial. Efeknya lumayan cukup besar untuk menurunkan angka pelanggaran," kata Kabid Lalu lintas Dishub Kota Surabaya, Robben Rico, pada 7 September lalu, dikutip dari Antara.

Apa yang disampaikan Amir sebetulnya memang jadi pekerjaan rumah pemangku kebijakan. Hal ini diakui memang belum selesai. Misalnya saja, Kasubdit Bingakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto, mengatakan bahwa memang sejauh ini mereka belum membahas lebih lanjut terkait teknis penanganan penegakan hukum pascapemasangan CCTV berpengeras suara.

Saat ini, Budiyanto mengatakan bahwa pihak-pihak terkait tengah menyiapkan sarana dan prasarana pemantauan. Mereka, misalnya, menyiapkan sumber daya manusia, serta penyesuaian aturan serta pembuatan SOP penanganan. Polda juga berusaha mengintegrasikan data kendaraan bermotor.

Masih banyak CCTV Lain

Di kesempatan yang berbeda, Kepada Dinas Perhubungan DKI, Andri Yansah, menerangkan bahwa mereka tidak hanya akan memasang CCTV dan perekam suara di 14 titik saja. Mereka berencana menempatkan perangkat lain di ratusan tempat di penjuru DKI Jakarta.

"Untuk jangka selanjutnya kita sudah memetakan sekitar 330 titik traffic light," kata Andri saat ditemui di kantornya di Tanah Abang, Jakarta, Rabu (4/10/2017).

Andri mengingatkan, pemasangan CCTV di semua traffic light diikuti dengan peneguran lewat control room dilakukan untuk memberi pelajaran kepada publik tentang berlalu lintas dengan baik. Mereka juga ingin agar masyarakat jera melakukan pelanggaran lalu lintas.

Andri mengatakan, 330 traffic light itu belum semua terintegrasi di control room pengaturan lalu lintas. Saat ini, baru sekitar 78 lampu lalu lintas saja yang sudah terintegrasi dengan control room. Mereka menargetkan 78 traffic light tersebut yang diprioritaskan untuk mendapat CCTV dan pengeras suara. "Jadi kami menitikberatkan sekitar 78 titik dulu yang memang sudah terkontrol melalui control room," kata Andri.

Andri mengaku tidak ingat secara rinci ke-78 posisi traffic light yang sudah terintegrasi dengan CCTV tersebut. Hanya saja ia memastikan CCTV akan dipasang di wilayah padat lalu lintas seperti Rasuna Said, Kuningan, Sudirman, Thamrin, dan Gatot Subroto.

Control room milik Pemprov DKI sudah terintegrasi dengan TMC Polda Metro Jaya. Segala informasi yang ada di control room bisa diakses langsung dengan Polda Metro Jaya.

Baca juga artikel terkait CCTV atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Rio Apinino
Editor: Rio Apinino