Menuju konten utama

Menagih Obral Janji Gubernur Laiskodat Soal Izin Tambang di NTT

Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Yoseph Nae Soi sempat berjanji akan bertindak tegas soal izin tambang di NTT.

Menagih Obral Janji Gubernur Laiskodat Soal Izin Tambang di NTT
Gubernur Nusa Tenggara Timur Victor Bungtilu Laiskodat (kiri) bersama Wakil Gubernur Josef Nae Soi melakukan salam komando usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/9/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/18.


tirto.id - Pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat dan Yoseph Nae Soi sempat berjanji sesaat setelah resmi dilantik menjadi Gubernur dan Wakill Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) awal September 2018 terkait moratorium dan pencabutan perizinan tambang mineral dan batu bara. Namun bagi para aktivitis organisasi lingkungan Walhi dan Jatam, menilai janji itu masih belum terlaksana.

Laiskodat memang sempat menyatakan, tambang bukan pilihan yang baik untuk meningkatkan ekonomi masyarakat NTT. Gubernur NTT ini hanya menekankan kepada penghentian sementara (moratorium) izin pertambangan, sedangkan Walhi dan Jatam menyoroti soal penghentian kegiatan pertambangan seluruhnya di NTT.

"Tambang, seluruhnya kami moratorium,” kata Laiskodat, sesaat setelah pelantikannya menjadi gubernur di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/9/2018), dikutip dari Kompas.

Pernyataan Laiskodat memang masih sebatas moratorium, tapi wakilnya, Yoseph Nae Soi justru menyampaikan janji yang lebih muluk, ujung-ujungnya bakal tak ada pertambangan di NTT. "Izin yang sudah ada dan masih berlaku akan kami cabut. Izin yang sementara proses akan dihentikan,” kata Yosep Nae Soi, saat menemui Uskup Maumere, Mgr. Gerufus Kherubim Parera, SVD, dalam rilis yang dikirim Walhi dan Jatam kepada Tirto, Kamis (13/12/2018).

Laiskodat memang sudah mengeluarkan SK tentang Penghentian Sementara Pemberian (moratorium) Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebagaimana tertuang dalam SK Gubernur NTT Nomor 359/KEP/HK/2018, yang disahkan pada 14 November 2018. Namun, SK ini dianggap masih kurang serius dan berpotensi tak akan sesuai dengan janji kepala daerah baru itu.

Berdasarkan data yang dihimpun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), ada 309 izin tambang yang tersebar di 17 kabupaten di seluruh wilayah NTT. Walhi dan Jatam mencatat, janji untuk menghentikan izin tambang di NTT bahkan pernah dilontarkan pasangan tersebut semasa kampanye.

“Seluruh isi dari SK itu tidak ada satu pun diktum yang mencerminkan keseriusan Viktor Bungtilu Laiskodat dan Yoseph Nae Soi untuk menghentikan pertambangan di NTT sebagaimana digembar-gemborkan mereka pada saat kampanye dan pidato perdana waktu pelantikan,” demikian isi rilis tersebut.

SK yang dikeluarkan Viktor dan Yoseph justru hanya terfokus pada evaluasi masalah teknis dan keuangan. Hal itu tertuang dalam Diktum Keempat poin B, yang isinya, "pihak pemerintah daerah melakukan evaluasi administrasi, teknis, dan finansial terhadap pemegang izin usaha pertambangan yang ada dan merekomedasikan kelayakan operasi dari pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dimaksud."

Masalah lain yang disesalkan oleh Walhi dan Jatam adalah SK tersebut hanya berlaku satu tahun, sebagaimana tertuang dalam Diktum Ketujuh.

Menurut catatan Walhi dan Jatam, keberadaan ratusan tambang di NTT telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah, di antaranya di Serise, Tumbak, Satarteu, Lengkololok (Manggarai Timur); Robek, Maki, dan Timbang (Manggarai); Desa Ekin, Kecamatan Lamaknen Selatan (Belu); Oenbit dan Biboki (Timor Tengah Utara), Supul dan Mollo (Timor Tengah Selatan); Wanggameti (Sumba Timur); Prai Karoku Jangga (Sumba Tengah).

“Kami dari awal sudah mendorong kebijakan pertambangan itu tidak diberikan ruang lagi di NTT karena tambang memang tidak layak di NTT,” kata Direktur Walhi NTT, Umbu Wulang kepada Tirto, Jumat (14/12/2018).

Penambangan di NTT pun diperkirakan akan terus berlanjut lantaran smelter di sejumlah kawasan di NTT masih dibangun. Dengan kondisi ini, Umbu pesimistis perizinan usaha tambang akan benar-benar dicabut.

“Kalau smelter sudah jadi dan hasil evaluasi administrasi dinyatakan layak pasti beroperasi lagi. Makanya sedari awal, sebelum SK diterbitkan, Walhi NTT yakin tambang minerba tidak akan beroperasi lagi di NTT bila smelter dihentikan pembangunannya. Smelter itu petunjuk ada atau tidak tambang beroperasi. Kalau smelter beroperasi maka pasti perusahaan tambang akan mulai beraksi lagi,” ujar Umbu.

Pulau Kecil Bukan untuk Tambang

Kepala Divisi Pesisir dan Maritim dari Indonesian Center for Environment Law (ICEL), Ohiongyi Marino mengemukakan, pulau-pulau kecil seharusnya diprioritaskan untuk penelitian, pariwisata, dan pertanian masyarakat. Hal tersebut diterangkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

NTT merupakan wilayah kepulauan yang terdiri atas 566 pulau, yang mayoritas berupa pulau kecil. Yang dimaksud pulau kecil, jelas Ohiongyi, adalah pulau yang memiliki luas kurang atau sama dengan 2000 Km persegi.

“Nah menurut UU tersebut, pulau kecil bukan untuk pertambangan,” kata Ohiongyi kepada reporter Tirto, Jumat (14/12/2018).

Koordinator Jatam Nasional, Merah Johansah mengatakan pertambangan di pulau kecil akan melahirkan sejumlah masalah, baik terhadap lingkungan hidup maupun masyarakat.

“Tambang di pulau-pulau kecil itu sama saja bunuh diri. Sektor pertanian sangat penting di sana, dan keberlangsungan air sangat penting karena dia pulau-pulau kecil. Kalau air tercemar, sudahlah, tambang itu pasti mencemari,” kata Merah.

Tergantung Gubernur

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup NTT, Benyamin Lola berdalih, pemerintah NTT memang membuat moratorium terhadap sejumlah perizinan tambang di NTT, tapi tidak seluruhnya.

“Ada memang yang masih berlanjut, izin-izin lama. Itu ada izinnya, tapi perusahaannya juga tidak beroperasi. Kalau tambang yang operasional sekarang tidak ada yang bergerak, tapi secara formal memiliki izin,” kata Benyamin saat dikonfirmasi reporter Tirto, Jumat (14/12/2018).

Ketika ditanya mengenai apakah perizinan masih tetap dapat dilanjutkan setelah evaluasi dilakukan, Benyamin tidak dapat memastikannya. Pasalnya, keputusannya berada di tangan gubernur. “Kami sebagai birokrat, apa yang menjadi kebijakan gubernur, siap kami,” jelasnya.

Baca juga artikel terkait TAMBANG atau tulisan lainnya

tirto.id - Politik
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Editor: Abul Muamar