Menuju konten utama

Memutuskan Pensiun Dini Jadi PNS, Siapa Takut!

Pensiun dini bisa dilakukan dengan kemauan sendiri oleh seorang PNS.

Memutuskan Pensiun Dini Jadi PNS, Siapa Takut!
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Ciamis antre tes urine narkoba di Aula Setda Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin (11/9/2017). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/ama/17

tirto.id - Mel, 58 tahun, seorang PNS yang berprofesi sebagai guru di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) membuat salah satu keputusan besar dalam hidupnya. Pada 2013, ia memilih untuk berhenti atau pensiun dini sebelum masa kerjanya sebagai PNS selesai enam tahun lagi.

Ia merasa sudah saatnya jabatan itu digantikan dengan anak-anak muda yang lebih terampil dan lebih menguasai teknologi serta perkembangan terkini.

“Mau pensiun di tahun 2013 atau di tahun 2019 sama saja. Saya sudah memenuhi syarat dan ketentuan untuk mengajukan pensiun dini karena saat itu [tahun 2013] saya terhitung sudah mengabdi selama 31 tahun,” jelas Mel kepada Tirto.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, bagi PNS yang mengajukan pensiun dini pada dasarnya harus berusia 45 tahun ke atas dan sudah memiliki masa kerja paling sedikit 20 tahun. Skema ini masuk dalam pensiun dini kategori diberhentikan secara terhormat.

PNS yang diberhentikan secara terhormat akan mendapat tunjangan sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Namun, tunjangan ini akan berbeda pada setiap PNS tergantung golongan dan jumlah gaji pokok.

Baca juga: Tantangan dan Persoalan Industri Dana Pensiun

“Kalau saya pensiun di 2019 hanya beda pada besaran gaji pensiun yang diterima karena gaji pensiun itu didasarkan pada gaji pokok dan gaji pokok PNS selalu naik secara berkala,” ujar Mel.

Keputusan Mel cukup beralasan, apalagi saat ini pemerintah berorientasi tak menaikkan gaji PNS setiap tahun, tak seperti tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah mulai tahun depan lebih memilih memberikan gaji ke-14 buat para PNS.

Mel mengaku, setiap bulan menerima gaji pensiun Rp3 jutaan. Jumlah sebesar itu dihitung berasal dari 75 persen dari gaji pokok dan tunjangan istri yang memiliki hitungan tertentu dari komposisi dari gaji pokok. Ada juga tunjangan untuk anak, tapi hanya berlaku bagi anak-anak yang masih berada di bawah tanggungan orang tua dan harus melampirkan surat pernyataan masih aktif sekolah atau kuliah.

“Selain itu saya juga mendapat gaji tiga belas. Aturannya sama dengan gaji tiga belas PNS yang masih aktif yaitu sekali gaji,” lanjut Mel.

Selain Mel yang secara pribadi meminta pensiun dini, ada skema lain bagi PNS yang mengalami pensiun dini. Pemerintah juga dapat mempensiunkan para PNS, terkait kebijakan perampingan organisasi atau penataan manajemen PNS. Pensiun semacam ini termasuk kategori pemberhentian secara terhormat.

Contoh terkini dari program pensiun dini PNS adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kementerian tersebut sedang menyiapkan golden shake hand atau pensiun dini bagi 1.000 pegawai KKP yang mau mengajukan pengunduran diri secara sukarela dari total 10.800 PNS di lingkungan KKP atau setara ada pemangkasan 10,8 persen.

Baca juga: Mengenal Industri Dana Pensiun

Program golden shake hand di KKP ini menyasar PNS yang sudah berusia di atas 50 tahun dan juga yang sudah memiliki pengalaman kerja selama 10 tahun. Program ini memang satu paket dengan rencana pembukaan 329 kursi CPNS yang sedang dibuka oleh KKP.

"Memang rencana kami, dengan 1.000 golden shake hand, kami bisa merekrut sepertiganya dulu saat ini. Jumlahnya sesuai dengan semangat pemerintah menuju efisiensi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Keputusan pensiun dini bagi PNS kini menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Kepala Biro SDM Aparatur KKP Supranawa Yusuf, pensiun dini ini juga hanya berlaku di lingkungan PNS KKP dan bersifat sukarela dan tidak memaksa.

Jauh sebelum Susi Pudjiastuti berencana melakukan program pensiun dini, pada tahun sebelumnya ada wacana rasionalisasi PNS. Saat Yuddy Chrisnandi masih menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB), ia pernah mengusulkan adanya rasionalisasi satu juta PNS dari total jumlah PNS mencapai 4,5 juta orang. Persoalan ini sempat dianggap blunder karena telah membuat resah PNS.

Menurut Yuddy, Indonesia cukup membutuhkan 3,5 juta orang PNS untuk melayani seluruh masyarakat Indonesia yang berjumlah sekitar 250 juta jiwa. Rasio ideal adalah 1,5 persen PNS per 100 penduduk. Jika jumlah PNS sebesar 4,5 juta orang maka rasio akan menjadi 1,8 persen PNS untuk setiap 100 warga.

Bila melihat skema rasionalisasi yang sempat muncul di awal pemerintahan Presiden Jokowi, sangat jelas tujuan akhir dari pensiun dini oleh pemerintah di kementerian dan lembaga pada dasarnya guna menekan pengeluaran APBN. Pada 2015, pemerintah memang menargetkan penurunan belanja pegawai sebesar 5 persen mulai2015 hingga 2019.

Target ini tentu sangat wajar, karena bila melihat kenyataan di lapangan, banyak pemerintah daerah yang anggaran belanja pegawainya mencapai di atas 50 persen dari APBD. Sedangkan anggaran belanja pegawai di pemerintah pusat sebesar 42 persen. Jumlah anggaran belanja pegawai yang tinggi menghambat pembiayaan untuk infrastruktur seperti jalan, atau layanan kesehatan hingga pendidikan masyarakat.

Baca juga: 50 Persen Anggaran Daerah-daerah Ini Tersedot Buat PNS

Persoalan rasionalisasi bukan hanya soal menekan anggaran belanja pegawai, tapi dikaitkan upaya "bersih-bersih" karena banyaknya PNS yang tak memiliki kompetensi. Upaya perampingan PNS di berbagai kementerian dan lembaga juga dilakukan di era presiden sebelumnya.

“Banyak PNS di Indonesia yang belum mempunyai kompetensi. Ada sekitar 40 persen dari seluruh pegawai di Indonesia,” ujar Eko Prasojo saat menjabat sebagai Wakil MenPAN dan RB di era Presiden SBY.

Perkiraan jumlah PNS yang dianggap tak kompeten hampir separuh total PNS, menyebabkan pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan uji kompetensi dan di sisi lain pemerintah juga sempat dilakukan moratorium atau penundaan sementara penerimaan PNS sejak 2014 dan berakhir 2017.

Baca juga: 5 Instansi dengan Pelamar Paling Minim di Seleksi CPNS 2017

Infografik Pensiun Dini

Penerimaan CPNS yang sudah berlangsung dua gelombang pada tahun ini, memunculkan pertanyaan besar soal keseriusan pemerintah melakukan rasionalisasi yang sudah sempat jadi wacana pemerintah. Namun, bukan berarti upaya rasionalisasi PNS menguap begitu saja.

Saat MenPAN dan RB kini dipegang oleh Asman Abnur sejak 2016, upaya perampingan terhadap kementerian dan lembaga masih jadi target pemerintah. Pemerintah menggunakan istilah zero growth atau yang keluar dan masuk sama jumlahnya. Pemerintah juga berharap ada perampingan secara alami, artinya jumlah PNS diterima lebih sedikit dari yang baru, yang disesuaikan kebutuhan dan keahlian.

Baca juga: Peluang Sempit Jadi PNS

Aba Subagja, Sekretaris Deputi Bidang SDM KemenPAN dan RB, mengatakan hingga saat ini ketentuan soal rasionalisasi dari sisi perundangan atau aspek payung hukum masih belum ada sehingga tentunya belum bisa terealisasi.

“Pemerintah kini lebih pada penataan kualifikasi, kompetensi dan kinerja PNS. Jika kualifikasi tidak sesuai maka dapat kita sekolahkan. Kalau kinerjanya kurang dapat dipindahkan ke tempat yang tepat atau kinerjanya dibangun atau dibina,” ujar Aba kepada Tirto.

Menurut Aba, pada dasarnya pemerintah tak bisa langsung memberhentikan atau mempensiunkan PNS, meski PNS memiliki kinerja yang buruk dalam hal kualifikasi yang rendah. Upaya pemberhentian atau pensiun dini harus sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu sudah berumur 45 tahun dan sudah 20 tahun bekerja.

Baca juga: Panduan Lengkap Pendaftaran CPNS di Situs SSCN BKN

Namun, pemerintah akan memprioritaskan mereka yang berusia di atas 50 tahun untuk dipensiunkan dini bila ada perampingan, termasuk mereka yang masuk kategori diberhentikan secara hormat sehingga akan tetap mendapat tunjangan hari tua sama hal PNS yang mengajukan pensiun dini dengan kemauan sendiri.

Upaya pensiun dini secara sendiri oleh PNS sebenarnya poin penting dari rasionalisasi atau penataan jumlah dan kompetensi di tubuh abdi negara. Ini karena faktanya untuk memberhentikan PNS bukan perkara yang mudah apabila mereka sudah diangkat resmi oleh negara. Untuk pensiun dini seorang PNS yang yang diberhentikan secara tidak terhormat butuh punya dasar yang kuat.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS, pemberhentian secara tidak hormat seorang PNS baru bisa dilakukan apabila ada penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Ini juga berlaku bagi PNS yang dipidana penjara karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan.

PNS juga dapat diberhentikan secara tidak terhormat apabila menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik serta dipidana dengan penjara karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat dua tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana. PNS yang diberhentikan secara tidak terhormat maka tak mendapat penghasilan setelahnya.

“Kalau diberhentikan tidak dengan hormat ya tidak (mendapat penghasilan atau tunjangan pensiun) dong karena kan dipecat tapi kalau diberhentikan dengan hormat dia tetap mendapat penghasilan,” kata Aba.

Pemerintah memang masih dilema untuk merasionalisasi jumlah PNS, di sisi lain masih membutuhkan tenaga baru yang berkompetensi dari perekrutan CPNS 2017. Ihwal lainnya masih ada persoalan birokrasi yang tak efektif dan kompetensi PNS yang masih rendah. Para PNS yang sudah memenuhi ketentuan (51 persen dari total jumlah PNS berusia di atas 45 tahun), sudah patut diberi tawaran pensiun dini, tapi butuh kemauan pemerintah, dan pastinya kesadaran diri para PNS.

Baca juga: Ada 4,37 Juta Orang Jadi PNS, Efektifkah?

Baca juga artikel terkait PENSIUN atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Suhendra