Menuju konten utama
Hikayat Ramadan

Memprediksi Lailatulkadar yang Lebih Baik daripada Seribu Bulan

Laitulkadar adalah malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Tapi informasi tentang kedatangannya sangat sedikit.

Memprediksi Lailatulkadar yang Lebih Baik daripada Seribu Bulan
Ilustrasi Lailatulkadar. tirto.id/Quita

tirto.id - Salah satu metode yang digunakan oleh para ulama terdahulu dalam menggali sebuah ilmu pengetahuan adalah dengan cara tajribah (uji coba). Penelitian atau istiqra dilakukan dengan jalan menguji keabsahan objek.

Dari sana lahir kesimpulan yang sebagian dirumuskan menjadi adagium, hukum, dan kaidah. Itulah metode yang digunakan dalam merumuskan kaidah-kaidah fikih yang masyhur di kalangan sarjana Islam dan dipelajari oleh para santri di pelbagai penjuru negeri.

Hasil dari tajribah atau uji coba disebut dengan mujarabat. Dalam dunia kedokteran kita mengenal resep atau obat yang ampuh menangkal sakit dengan sebutan mujarab.

Selain itu, ada juga ulama-ulama yang menggunakan metode pengamatan sebelum menarik sebuah kesimpulan. Metode ini agak spekulatif dan kontroversial. Banyak kalangan menolaknya, tapi tidak sedikit yang menyatakan setuju. Lewat metode inilah para ulama terdahulu memprediksi lailatulkadar, malam mulia yang lebih baik daripada seribu bulan.

Muhammad Quraish Shihab dalam Lentera Al-Quran: Kisah dan Hikmah Kehidupan (1994) menerangkan, lema al-qadr dalam frasa lailatulkadar berarti penentuan. Maksudnya, barangsiapa yang jiwanya telah siap dan bersih kemudian bertemu dengan lailatulkadar, maka dari malam itulah penentuan hari-hari di lembaran kehidupannya dimulai.

Barang siapa bertemu dengan lailatulkadar, maka ia adalah hamba yang paling beruntung. Namun, sayangnya Allah tidak memberikan informasi pasti kapan persisnya lailatulkadar tiba. Informasi yang diberikan sebatas kata kunci bahwa malam itu lebih utama dibandingkan malam seribu bulan.

Rasulullah dalam sebuah riwayat yang muttafaq alaih bersabda, “Carilah lailatulkadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan”. Riwayat ini dijadikan rujukan informasi tambahan bahwa lailatulkadar jatuh pada bulan Ramadan, utamanya pada malam-malam terakhir.

Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali membuat rumusan tentang lailaturkadar yang populer hingga saat ini, dan disitir oleh banyak ulama generasi setelahnya. Ada tujuh rumusan yang dicatat oleh Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin.

Pertama, jika awal Ramadan dimulai pada malam Ahad, maka lailatulkadar akan turun pada malam 29 Ramadan. Kedua, jika awal Ramadan dimulai pada malam Senin, maka lailatulkadar akan turun pada malam 21 Ramadan. Ketiga, jika permulaan Ramadan jatuh pada malam Selasa, maka lailatulkadar akan turun pada malam 27 Ramadan.

Keempat, jika 1 Ramadan dimulai pada malam Rabu, maka lailatulkadar akan turun pada malam 19 Ramadan. Kelima, jika 1 Ramadan dimulai pada malam Kamis, maka lailatulkadar akan turun pada malam 25 Ramadan. Keenam, jika 1 Ramadan bermula pada malam Jumat, maka lailatulkadar akan turun pada malam 17 Ramadan. Dan ketujuh, jika 1 Ramadan dimulai pada malam Sabtu, maka lailatulkadar akan turun pada malam 23 Ramadan.

Pendapat Al-Ghazali ini disitasi oleh banyak ulama seperti Sulaiman Al-Kurdi, Syaikh Ahmad Shōwi dalam Hasiyyah Shawi, Ibrahim Bajuri dalam Hasiyyah Al-Bājuri, dan Abu Bakar Satta Dimyāthi dalam I’anatuth Thalibin.

Infografik Hikayat Menerka Lailatul Kadar

Infografik Hikayat Menerka Lailatul Kadar

Alam Terkembang Menjadi Tanda

Jika Al-Ghazali memprediksi lailatulkadar lewat pelbagai rumusan hari dan tanggal, maka para ulama lain sebatas memberikan tanda kedatangan malam mulia tersebut. Cara seperti ini ditempuh oleh Al-Munawi dan Al-Jurjawi.

Dalam Faidhul Qadir Syarah Jāmius Saghir, Al-Munāwi mengatakan, jika udara pada malam hari terasa sejuk, tidak terlampau dingin, juga tidak terlalu panas, matahari muncul dengan sangat cerah berwarna kemerahan, tidak ada hujan, dan angin berhembus tidak telalu kencang, maka hari itulah malam seribu bulan datang.

Ali Al-Jurjawi dalam Hikmatut Tasyri’ wa falsafatuh memilki pandangan yang kurang lebih sama. Menurutnya, lailatulkadar turun ketika matahari terik tapi udara tetap sejuk, suasana tenang dan penuh kekhusyukan.

Sebagian ulama lain berpendapat, lailatulkadar jatuh pada malam yang dipenuhi dengan bintang gemintang. Namun, pendapat ini dibantah oleh Muhammad Umar Hasyim. Menurutnya dalam Al-Quran wa Lailatul Kadar (1992), lailatulkadar justru turun pada malam ketika bintang bersinar samar.

Informasi yang minim tentang lailatulkadar membuat malam ini menjadi misteri, dan para ulama hanya mampu memprediksinya. Mereka sekadar memberikan rumusan dan tanda-tanda yang tentu bersifat nisbi.

Namun, usaha mereka yang menuliskannya dalam pelbagai kitab tetap patut diapresiasi. Tanpa tulisan mereka, pengetahuan kita tentang lailatulkadar niscaya lebih minim dibandingkan dengan apa yang kita ketahui saat ini.

==========

Sepanjang Ramadan, redaksi menampilkan artikel-artikel tentang kisah hikmah yang diangkat dari dunia pesantren dan tradisi Islam. Artikel-artikel tersebut ditayangkan dalam rubrik "Hikayat Ramadan". Rubrik ini diampu selama sebulan penuh oleh Fariz Alnizar, pengajar Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia dan kandidat doktor linguistik UGM.

Baca juga artikel terkait TANDA TANDA LAILATUL QADAR atau tulisan lainnya dari Fariz Alniezar

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fariz Alniezar
Editor: Irfan Teguh