Menuju konten utama

Mempertanyakan Efektivitas 'Disinfektan Water Cannon' ala Polisi

Pakar menyebut menyemprotkan cairan disinfektan di tempat terbuka tak efektif. Tapi toh itu tetap dilakukan polisi.

Mempertanyakan Efektivitas 'Disinfektan Water Cannon' ala Polisi
Kendaraan taktis Polresta Sidoarjo menyemprotkan cairan disinfektan di jalan protokol kawasan Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (31/3/2020). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/wsj.

tirto.id - Polisi turut serta menekan angka penyebaran COVID-19. Beberapa langkah mereka dianggap tidak tepat oleh ahli. Pengamat juga menilai apa yang korps baju cokelat lakukan seperti buang-buang uang.

Dengan dasar Maklumat Kapolri Nomor: Mak/2/III/2020 pada 19 Maret 2020, polisi telah melakukan lebih dari 77 ribu kegiatan pencegahan, termasuk penyemprotan disinfektan. "Di seluruh 34 polda dan 504 polres," kata Kapolri Idham Azis dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, Selasa (31/3/2020) lalu.

Penyemprotan disinfektan oleh polisi dilakukan di jalan-jalan umum. Mereka memanfaatkan water cannon--yang biasa dipakai saat membubarkan massa. Jadi, disinfektan keluar dari belakang, depan, kanan, dan kiri water cannon. Cairan menempel di jalan dan segala benda yang dekat.

Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Saptono Erlangga mengatakan mobil water cannon memang dipakai untuk menyemprot cairan disinfektan di jalan-jalan dan fasilitas umum. "Untuk tempat ibadah dan fasilitas umum lainnya menggunakan penyemprotan biasa," katanya kepada reporter Tirto, Kamis (2/3/2020).

Penyemprotan seperti ini dipertanyakan efektivitasnya oleh para pakar kesehatan. Koordinator tim respons COVID-19 UGM, dr. Riris Andono Ahmad, misalnya, mengatakan meski memang dibutuhkan, penyemprotan disinfektan "tidak sampai di jalan atau di tempat terbuka." Dengan kata lain, "tidak perlu."

"Tujuannya memang baik, tapi karena improvisasi sendiri, bisa justru meningkatkan risiko," katanya, dikutip dari laman resmi UGM. Cara-cara seperti ini menurutnya justru membuat orang-orang tertarik melihat. Akhirnya orang-orang berkumpul, dan justru bertolak belakang dengan imbauan social distancing.

Ia menegaskan disinfektan dapat diterapkan pada benda-benda yang digunakan oleh banyak orang. Jika itu dilakukan di tempat terbuka seperti jalanan--dan akhirnya cairan hanya menggenangi jalan--jadi kurang efektif.

Hal serupa diungkapkan beberapa pakar lain seperti Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Fredy Kurniawan dan Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Ari Fahrial Syam. Ari mengatakan saat cairan disemprotkan dengan cara seperti yang dilakukan polisi, ada kemungkinan justru itu masuk ke tubuh orang yang kebetulan ada di dekatnya.

"Penyemprotan alkohol berbahaya untuk mulut, hidung, dan mata. Jadi sebaiknya bahan ini digunakan untuk membersihkan permukaan peralatan rumah tangga atau kantor," katanya kepada reporter Tirto. "Selain itu, penyemprotan terlalu sering bisa menyebabkan pencemaran lingkungan dan harus dihindari," tambahnya.

COVID-19 menular melalui droplet. Virus bisa menular langsung dari orang yang bicara keras, batuk, atau bersin ke orang lain dalam jarak satu meter. Selain itu, seseorang juga bisa terkena virus ketika menyentuh droplet yang menempel di benda. Maka dari itu yang paling baik dari semua pencegahan ialah rajin mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir.

Ari lantas menegaskan kembali cara lain yang juga efektif untuk mencegah penyebaran COVID-19: jaga jarak dengan orang lain, menghindari sama sekali kontak fisik dengan mereka yang demam, batuk, atau pilek tapi tidak pakai masker.

Misbah Hasan, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), menegaskan karena alasan-alasan yang telah dikemukakan para pakar kesehatan itu, polisi jadi tampak seperti buang-buang anggaran.

"Kita tidak bisa berspekulasi apakah jalanan yang disemprot benar-benar bebas COVID-19," katanya kepada reporter Tirto. "Prioritas penyemprotan memang harusnya di wilayah merah, terutama jembatan penyeberangan orang, pertokoan, kendaraan umum, halte, atau tempat-tempat yang sering digunakan warga."

Ia lantas menyarankan sebaiknya disinfektan dibagi kepada masyarakat secara gratis. Cara tersebut dianggap lebih tepat sasaran.

Dalam konteks yang lebih luas, Misbah mengatakan situasi darurat seperti sekarang tidak menghilangkan kewajiban pemerintah untuk tetap transparan. Alokasi anggaran yang besar untuk penanganan COVID-19 harus dibarengi dengan informasi jelas untuk apa saja dan dari mana uang tersebut berasal.

"Jadi informasi yang disampaikan oleh Gugus Tugas Covid-19 dan kementerian/lembaga pendukung tidak hanya jumlah korban, tapi penggunaan anggaran hingga saat ini berapa dan untuk apa saja," tambah Misbah.

Kata Polisi

Meski pakar kesehatan merasa penyemprotan disinfektan di jalan tidak efektif, hal sebaliknya dikatakan Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra. Ia menegaskan penyemprotan sama sekali tidak asal.

"Kepolisian berdiskusi pada setiap jajaran kewilayahan untuk mempertimbangkan pasukan sehingga pelaksanaannya dapat efektif dan tepat sasaran," katanya, Kamis.

Asep mempertebal penjelasannya soal "tepat sasaran" dengan mengatakan penyemprotan dilakukan di tempat-tempat yang memang "rawan penyebaran Corona." Semua itu sudah dikoordinasikan dengan instansi terkait, "khususnya dengan [dinas] kesehatan dan lingkungan hidup."

=====

Informasi seputar COVID-19 bisa Anda baca pada tautan berikut:

1. Ciri-Ciri Corona & Gejala COVID-19, Apa Beda dari Flu & Pneumonia?

2. Gejala Coronavirus Selain Demam dan Batuk: Tak Mampu Mencium Bau

3. Pentingnya Jaga Jarak di Tengah Pandemi COVID-19

4. 8 Cara Mencegah Penularan Virus Corona pada Lansia

5. Cara Deteksi Dini Risiko Covid-19 Secara Online

6. Update Corona Indonesia: Daftar Laboratorium Pemeriksaan COVID-19

Baca juga artikel terkait CAIRAN DISINFEKTAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino