Menuju konten utama

Membedah Plus Minus Daging Merah dan Putih

Daging merah mendapat stigma buruk dalam meningkatkan kolesterol, risiko penyakit jantung, dan kanker. Benarkah?

Membedah Plus Minus Daging Merah dan Putih
Ilustrasi daging putih dan daging merah. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Dari sekian sumber protein, daging merah sering dianggap jadi biang keladi dari masalah kesehatan seseorang. Daging kambing dianggap sumber darah tinggi, daging sapi penyebab tingginya kolesterol hingga anggapan miring lainnya. Sedangkan daging putih justru mendapat citra yang berkebalikan.

Benarkah daging merah jahat dan daging putih baik bagi kesehatan?

Daging merah yang dimaksud adalah daging dari binatang sapi, kambing, kerbau, kuda, babi, sementara yang termasuk daging putih adalah ikan, daging ayam, dan daging unggas lainnya. Warna daging ditentukan oleh kadar pigmen myoglobin dalam daging. Myoglobin adalah sejenis protein dalam darah yang berperan dalam mengikat oksigen dan mengangkutnya ke seluruh tubuh. Semakin banyak kandungan myoglobin dalam darah, akan menyebabkan daging binatang semakin merah.

Baca juga: Paha atau Dada, Mana yang Lebih Bergizi?

Bila ditilik berdasarkan warnanya, daging sapi mempunyai warna merah yang lebih pekat dibandingkan daging kambing atau babi. Hal tersebut disebabkan karena daging sapi mempunyai kandungan myoglobin yang tinggi dibanding daging lainnya. Rata-rata daging sapi mengandung sekitar 8 miligram myoglobin per gram daging daripada jenis daging lain. Sementara, daging kambing rata-rata hanya 6 miligram myoglobin dan babi hanya 2 miligram myoglobin. Sedangkan daging putih yang berasal dari unggas seperti daging ayam atau burung mengandung 1-3 miligram myoglobin.

Sebuah molekul myoglobin terdiri dari sebuah molekul protein globin dan gugus heme. Struktur dasar heme terdiri dari empat satuan pirol yang terhubung menjadi cincin porfirin dengan atom N-nya terikat dengan atom Fe (zat besi), sehingga semakin tinggi kandungan myoglobin selalu diikuti oleh tingginya kadar Fe. Unsur Fe tersebut bermanfaat sebagai katalisator yang mampu mempercepat laju oksidasi pada daging. Hal ini terkait langsung dalam manfaat penting daging merah dalam menjaga tubuh dari kekurangan darah merah atau anemia.

Galit Moshe dalam penelitian mengenai Anemia and iron deficiency in children: association with red meat and poultry consumption dalam Journal of Pediatric Gastroenterological Nutrition yang diterbitkan 2013 menemukan beberapa temuan antara lain soal minimnya konsumsi daging merah justru bisa berimbas bagi kesehatan seseorang.

"Pergeseran konsumsi daging, yang mengakibatkan konsumsi daging merah menurun dan konsumsi unggas yang lebih tinggi di negara maju dapat meningkatkan risiko masyarakat kekurangan zat besi," kata Moshe.

Daging merah memang berperan dalam asupan zat besi, dan gizi lainnya. Namun, penelitian lain juga menunjukkan bahwa daging merah terutama olahanya bisa memberi risiko kesehatan bagi yang mengonsumsinya. Riset Tahrir Aulawi, dosen di UIN SUSKA, Riau, yang berjudul Hubungan Konsumsi Daging Merah dan Gaya Hidup Terhadap Risiko Kanker Kolon. Penelitian tersebut menekankan pentingnya mengurangi konsumsi daging merah dan olahannya (sosis, ham, barbeku dan daging kornet), dan terutama mengurangi olahan daging yang mengandung Bahan Tambahan Pangan (BTP) kimia seperti nitrat dan nitrit.

Kelompok daging tersebut dapat memacu terjadinya kanker pada hewan dan manusia. Hal ini karena daging adalah sumber asam lemak tidak jenuh yang tinggi, yang menyebabkan peningkatan kadar prostaklandin. Zat ini yang diduga berhubungan dengan kejadian kanker kolon atau usus besar, terutama bagi mereka yang lebih banyak mengkonsumsi daging merah, baik yang dimasak atau dikonsumsi mentah.

Sandhu, peneliti dari University of Cambridge, London menerbitkan meta analisis-pertama tentang studi prospektif konsumsi daging dan risiko kanker kolon di 2001. Penelitian tersebut memasukkan 13 studi yang menyimpulkan bahwa kenaikan 100 g (satu porsi) konsumsi daging merah per hari dapat menyebabkan peningkatan risiko kanker kolon 12-17 persen. Sementara peningkatan konsumsi daging olahan 25 gram setiap harinya akan mengakibatkan peningkatan risiko kanker kolon signifikan sebesar 49 persen.

Baca juga: Setitik Hari untuk Menambah Konsumsi Daging

Namun, sepuluh tahun setelah penelitian Sandhu, Alexander DD mengukur kembali keterkaitan konsumsi daging merah dengan risiko kanker kolon menggunakan meta-analisis dalam penelitian yang dipublikasikan di European Journal of Cancer Prevention tahun 2011. "Data epidemiologi yang ada tidak cukup untuk mendukung relasi positif yang tegas antara asupan daging merah dan kanker kolon,” tegas Alexander.

Kesimpulan tersebut didasarkan pada pola heterogenitas di seluruh responden, pola inkonsisten relasi di seluruh analisis subkelompok, kemungkinan pengaruh faktor-faktor diet selain konsumsi daging merah dan gaya hidup lainnya.

Infografik daging merah vs daging putih

Bagaimana dengan Daging Putih?

Nick Amavisca, Profesor dari Sacramento State University yang menyatakan bahwa daging putih, seperti ikan, daging ayam, bebek, burung, dan unggas lainnya mempunyai kandungan lemak dan lemak jenuh lebih rendah, serta lebih sedikit kalori dibanding daging yang berasal dari sapi, domba, dan babi. Hal ini yang menyebabkan daging putih lebih ramah kolesterol untuk tubuh manusia.

“Peningkatan kolesterol tubuh dapat berpotensi mengakibatkan penyakit jantung,” tambah Nick Amavisca.

Namun, karakter kandungan daging putih yang mempunyai kadar myoglobin yang rendah justru bagian lain dari kelemahan jenis daging ini. Padahal, kandungan myoglobin penting dalam pemenuhan zat besi dan pengangkutan oksigen dalam darah. Sehingga seorang vegetarian atau seorang yang hanya makan daging putih perlu berhati-hati dalam mengatur makanannya. Hal ini penting agar tubuh mendapat nutrisi dalam jumlah yang cukup, terutama zat besi.

Baca juga:

Diet Keto, Tren Baru Melangsingkan Badan

Diet Rendah Karbohidrat dengan Kopi Mentega

Jenis daging merah maupun putih pada dasarnya dibutuhkan oleh tubuh manusia. Manusia juga telah melewati proses panjang dalam mengonsumsi daging sebagai asupan gizi. David Klurfeld, seorang peneliti dari Department of Agriculture Research Service, dalam penelitiannya yang berjudul Research gaps in evaluating the relationship of meat and health pada 2015, mengungkapkan manusia, sebagai omnivora telah menerima keuntungan besar dari konsumsi daging masak, yaitu dalam meningkatkan kapasitas otaknya dan menjadi spesies yang sukses di muka Bumi.

"Daging adalah salah satu makanan padat nutrisi, mengandung protein berkualitas tinggi, sumber heme, zat besi, seng, dan vitamin B6 dan B12 yang sangat baik untuk tubuh,” jelas David Klurfeld.

Peran daging merah dalam menjaga tubuh dari anemia dan peran daging putih untuk menjaga kolesterol tubuh ini penting untuk jadi pertimbangan untuk tetap mengonsumsi protein dari daging. Barangkali yang menjadi persoalan adalah pola konsumsi yang berlebihan dan tak seimbang.

Baca juga artikel terkait HEWAN KURBAN atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Suhendra