Menuju konten utama

Membebani APBN, Program Dokter Layanan Primer Ditolak

Demonstrasi menuntut dihapuskannya program Dokter Layanan Primer (DLP) digelar Ikatan Dokter Indonesia. Program DLP dianggap memberatkan calon dokter.

Membebani APBN, Program Dokter Layanan Primer Ditolak
Sejumlah dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indoneisa (IDI) menggelar aksi damai untuk menuntut pemerintah agar membatalkan Program Dokter Layanan Primer (DLP). ANTARA FOTO/Irfan Anshor.

tirto.id - Lebih dari 2000 dokter pada Senin (24/10/2016) menggelar unjuk rasa menuntut dihapuskannya program Dokter Layanan Primer (DLP) karena dianggap memberatkan dokter dan membebani APBN.

"Aksi damai merupakan puncak dari berbagai usaha yang telah dilakukan untuk menyadarkan pemerintah mengenai persoalan dokter," kata Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Ilham Oetama Marsis di Jakarta, seperti dilaporkan Antara, Senin.

Marsis mengatakan DLP memberatkan calon dokter karena program tersebut merupakan kewajiban. DLP justru meragukan kompetensi calon dokter yang sudah menempuh pendidikan sebelumnya.

Sebelum bertugas, kata dia, para calon dokter sudah menjalani uji kompetensi, sertifikasi, dan pembekalan dokter.

Di dalam UU Pendidikan Kedokteran, lanjut dia, standar kompetensi sudah diatur tanpa harus menjalani DLP. Program DLK seperti memaksa para dokter untuk mengulangi apa yang sudah mereka pelajari di bangku pendidikan.

Selain itu, kata Marsis, program DLP juga membebani uang negara karena biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.

Menurut dia, negara harus mengeluarkan uang hingga Rp300 juta per tahun untuk satu orang dokter uang menjalani program DLP. Sementara terdapat lebih dari 100 ribu dokter yang harus menjalani DLP.

Marsis mengatakan sebaiknya pemerintah mengalihkan dana DLP yang besar itu untuk perbaikan tata kelola penyebaran dokter dan fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia.

Saat ini, kata dia, terjadi kesenjangan dokter di Indonesia dengan banyak tenaga kesehatan terkosentrasi di kota-kota besar. Selain itu, fasilitas kesehatan di berbagai tempat belum lengkap dan memadai. Sebaiknya, pemerintah mengatur ulang alokasi anggarannya untuk perbaikan tata kelola kesehatan yang lebih baik.

Baca juga artikel terkait DOKTER atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari