Menuju konten utama

Membaca Sikap Istana & Polri Jelang Kepulangan Novel dari Singapura

Rencana kepulangan Novel dari Singapura, Kamis (22/2/2018) harus menjadi momentum kelanjutan dari penanganan kasus yang sudah lama belum terungkap.

Membaca Sikap Istana & Polri Jelang Kepulangan Novel dari Singapura
Peserta Aksi Kamisan melakukan Aksi Diam di belakang poster gambar wajah Novel Baswedan di depan Istana, Jakarta, Kamis (11/1/2018). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Penanganan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan belum juga menemukan titik terang. Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang diusulkan tidak mendapat respons positif dari pemerintah.

Haris Azhar, kuasa hukum Novel mengatakan, rencana kepulangan Novel dari Singapura, pada Kamis (22/2/2018) harus menjadi momentum kelanjutan dari penanganan kasus. Pihaknya mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewujudkan pembentukan TGPF untuk menyelidiki kasus kekerasan yang menimpa kliennya.

Mantan Koordinator KontraS ini berharap, kepulangan Novel bisa membuat Jokowi lebih menaruh perhatian kepada kasus hukum yang terjadi. Alasannya, pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap Novel itu hanya bisa diselesaikan melalui TGPF.

“Kenapa lewat TGPF? Ya karena Novel punya informasi yang tidak akan dikasih ke tim penyidik layaknya biasa pada polisi. Karena informasi dari Novel ‘kan dia hendak punya informasi sesuatu yang extraordinary, jadi ini tidak bisa hanya pakai penyidik yang biasa,” kata Haris kepada Tirto, Rabu (21/2/2018).

Selama ini, Haris merasa Jokowi cenderung abai pada kasus yang menimpa Novel. Menurutnya, meski banyak tuntutan dari masyarakat agar pemerintah membentuk TGPF, tapi tim itu belum juga terealisasi. “Radarnya enggak sampai untuk kasus-kasus kayak gini,” katanya.

Menurut Haris, meski sudah ada kerja sama penyelidikan antara Polda Metro Jaya dan KPK, Haris tetap ragu hasilnya memuaskan. Pimpinan KPK cenderung lunak terhadap situasi yang tidak berpihak kepada Novel.

Saat ini, pimpinan KPK sedang mempunyai masalah dengan pihak kepolisian. Penyidik Ambarita Dammanik, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dan Ketua KPK Agus Rahardjo, misalnya, dilaporkan ke kepolisian atas dugaan pembuatan surat palsu.

Novel akan Dibawa ke KPK

Novel rencananya akan kembali dari Singapura pada Kamis (22/2). Novel melalui video yang diunggah Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak di Twitter menyatakan, pekan lalu, dokter sudah melakukan operasi tambahan pada matanya karena tidak kunjung tertutup selaput.

Operasi ini dilakukan untuk memperbaiki selaput matanya. Sebab, operasi utama akan bisa dilakukan bila matanya sudah tertutup selaput secara sempurna.

“Oleh karena itu, mengingat jadwal operasi belum selesai dibuat, saya rencanakan untuk kembali ke Indonesia segera. Besok [Kamis] Insya Allah,” kata Novel dalam video itu.

Setibanya di Indonesia, Novel akan segera menuju kantornya di KPK sekitar pukul 12.00. Menurut Haris, kedatangan ini penting untuk mengingatkan KPK agar mengusut tuntas kasus yang menimpa Novel.

“Kami harus bawa ke KPK, karena KPK harus diingatkan, karena KPK harus bertanggung jawab. Kami mau bawa ke KPK dan itu ‘kan tempatnya dia [Novel]. Itu kantornya dia. Apa yang dia alami dan apa yang dia punya hari ini karena kantor itu. Jadi jangan lupa,” kata Haris.

Menurut Haris, tidak adanya perhatian Presiden Jokowi terhadap kasus Novel makin diperkuat dengan sejumlah hal. Haris mencontohkan, Jokowi tidak pernah berniat bertemu Novel. Saat kedatangan Jokowi ke Singapura pada November 2017, misalnya, ia tidak menjumpai Novel yang sedang melakukan pengobatan.

“Saya juga enggak paham cara kerjanya presiden gimana ini. Saya lihat banyak urusan hukum, secara umum tidak dipahami dan tidak jadi prioritas,” kata Haris dengan nada kecewa.

Haris mengatakan meski Novel tidak pernah meminta untuk bertemu Jokowi, tetapi dalam kondisi kasus yang tak kunjung selesai, sudah sewajarnya apabila Jokowi meminta bertemu dengan Novel. Haris menilai, jika hal itu tidak dilakukan maka ia telah gagal memenuhi harapan publik.

“Orang akan bilang ini kegagalan besarnya Jokowi, ini bisa jadi kuburan politik buat Jokowi,” kata Haris.

Haris mengklaim, pihaknya sudah banyak melakukan komunikasi secara tidak resmi dengan pihak Istana, salah satunya melalui Johan Budi selaku juru bicara presiden. Istri Novel, Rina Emilda, juga sudah mengirim surat kepada Jokowi untuk bertemu. Sayangnya, Haris mengklaim, tidak ada tanggapan dari pihak Istana.

“Udah semua. Jadi kalau Anda tanya atau banyak tanya tentang komunikasi ke presiden? Sudah kami ajukan untuk minta komunikasi. Kami hormati jabatannya sebagai presiden, kami tempuh jalurnya, kami juga ketemu KPK untuk ngomong sama presiden, tapi semuanya seperti kasus-kasus yang lain di negeri ini, hilang ditelan angin,” kata Haris.

Saat ditanya tentang langkah apa yang diinginkan pihak Novel dari Presiden Jokowi, Haris hanya menjawab singkat: pembentukan TGPF.

“Jangan-jangan selama ini tindakan hukumnya ada yang ditutupi atau tidak ditemukan atau salah arah. Jadi presiden nanti bisa mengarahkan [lewat TGPF],” kata Haris.

Istana Lempar ke Polri

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi tak mau berkomentar banyak terkait kasus ini. Saat disebut soal ‘kasus Novel Baswedan,’ Johan justru menyarankan agar persoalan ini tidak ditanyakan ke pihak istana, melainkan kepada aparat kepolisian.

“Soal penanganan perkara Novel, sebaiknya kamu tanya ke Polri saja bagaimana kelanjutannya,” kata Johan saat dikonfirmasi Tirto.

Menurut dia, apabila memang Polri sudah menjelaskan, Johan berharap hal itu ditulis apa adanya. Johan mengingatkan bahwa istana atau Presiden Jokowi tidak menangani perkara penyiraman air keras yang menimpa Novel.

“Presiden sudah memanggil Kapolri [Jenderal Tito Karnavian] untuk membentuk tim khusus waktu itu. Masak presiden ngusut? Kan Polri kan?” kata Johan.

Ihwal bagaimana Presiden Jokowi menanggapi tentang minimnya perkembangan penyelidikan kasus Novel? Johan hanya mengulang jawaban bahwa Presiden Jokowi sudah pernah memanggil Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk menanyakan perkembangan penyelidikan.

Johan menegaskan penyelidikan masih tengah berlangsung dengan arahan Polri. Ia merujuk pada pertemuan Kapolda Metro Jaya, Irjen Idham Azis dengan pimpinan KPK beberapa waktu lalu. Oleh karena itu, Johan menegaskan, pembentukan TGPF sampai sekarang belum dibicarakan kembali.

“Bukan [TGPF] tidak penting. Kenapa tidak dibentuk? Waktu itu ada desakan, ‘kan presiden memanggil Kapolri. Kapolri menyampaikan ada progres terhadap kasus Novel. Sekarang bagaimana perkembangan terakhir kamu tanya lagi. Sekarang yang penting ‘kan kasus terungkap. Kan waktu itu kapolri dipanggil lagi ‘kan presiden concern, tuh,” kata Johan.

Pendapat Johan bertolak belakang dengan Haris soal pertemuan pihak Novel dan Jokowi. Johan mengklaim, Presiden Jokowi tidak menolak permintaan bertemu yang diajukan istri dan ibu Novel.

“Waktu itu istrinya minta ketemu sudah diatur, dikasih waktu hari Rabu sebelum lebaran haji [Idul Adha 2017], udah dikasih waktu, ternyata dia enggak datang,” terang Johan.

Sebagai mantan pimpinan KPK, Johan merasa tidak ada pengaruh untuk mendesak Jokowi membentuk TGPF ataupun menemui keluarga Novel. Ia menegaskan, Presiden Jokowi tentu tidak selalu punya waktu untuk bisa menemui pihak tertentu.

“Ya apa hubungannya, ‘kan udah saya kasih waktu. Saya belum tanya lagi soal pertemuan jadwal ulangnya itu saya belum tahu,” kata Johan.

Sementara itu, Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan, tidak ada yang istimewa dari kepulangan Novel. Menurut dia, tidak ada pengamanan khusus yang disiapkan.

Namun, dengan kepulangan Novel, Iqbal merasa penyelidikan akan menjadi lebih mudah. Tentu hal ini dengan syarat Novel mendukung penyidik untuk segera menyelesaikan kasus penyiraman air keras yang dialaminya.

“Saat ini memang kami, Polda Metro Jaya yang menangani kasus ini sudah melangkah maju. Progresnya sudah banyak. Sudah puluhan saksi diperiksa. Sketsa gambar pelaku juga dibuat. Bersama tim KPK kami juga mengadakan penyelidikan bareng,” kata Iqbal.

Saat didesak tentang penyelesaian kasus Novel yang cenderung lambat, Iqbal mengatakan, KPK dan Polda Metro Jaya terus melakukan usaha-usaha penegakan hukum. Ia mengingatkan, selain kasus Novel, masih banyak kasus lain yang belum terungkap hingga sekarang.

“Yang harus diingat adalah setiap kasus mempunyai karakteristik yang berbeda,” ujar Iqbal di Mabes Polri.

Iqbal sempat ditagih terhadap pernyataannya mengenai ‘banyak progres’ dalam penangan kasus penyiraman air keras terhadap Novel. Sayangnya, Iqbal tak mau menjelaskan lebih detail terkait perkembangan yang dimaksud. Alasannya, kata Iqbal, hasil penyelidikan tidak bisa dibuka ke publik.

“Tunggu saja, kami sedang bekerja,” jelasnya.

Baca juga artikel terkait PENYERANGANNOVEL atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz