Menuju konten utama

Membaca Karakter Seseorang Lewat Nama

Baru-baru ini, ada riset yang menyebutkan bahwa ada stereotip-stereotip dalam nama-nama kita.

Membaca Karakter Seseorang Lewat Nama
Ilustrasi. Seorang wanita sedang mengamati wajah temanya, dari bentuk wajah tiap orang, orang lain cenderung bisa menebak namanya. Foto/iStock

tirto.id - Pernah dengar istilah “Hampir tak ada yang tak bisa dijelaskan sains”? Di pekan ketiga Februari lalu, lima orang ilmuwan menerbitkan temuan mereka di Journal of Personality and Social Psychology, tentang bagaimana nama seseorang bisa mempengaruhi bentuk muka dan penampilannya.

Yang benar saja? Apa mungkin saya berkacamata karena bernama Adam? Lantas Hamish berbadan tegap karena namanya berarti orang-orang berpendirian teguh? Dan Ayu Tingting berparas cantik sesuai arti nama pertamanya?

Pertanyaan-pertanyaan serupa juga menghampiri kelima ilmuwan itu di awal penelitian. Mereka sendiri tak yakin dengan jawabannya. Tapi mereka ingin membuktikan, apa benar muka seseorang dipengaruhi namanya?

“Kami menjalankan lebih dari selusin studi, dan tiap kali kami merasa ‘Ya ampun, tampaknya kali ini tak berhasil,’ tiap kali itu pula studi ini berhasil. Sangat mengejutkan,” kata Yonat Zwebner, psikolog sosial dari Universitas Hebrew Jerusalem, kepala penelitian ini kepada NPR.

Sejak kecil, orang-orang pasti terbiasa mendengar istilah “jangan menilai buku dari sampulnya” sebagai ajaran untuk tidak berprasangka hanya dari penilaian mata belaka. Intinya, jangan buru-buru menghakimi.

Tapi, nyatanya kita sering luput. Menurut temuan ilmuwan-ilmuwan lain yang dikutip Zwebner dan rekan-rekannya, penampilan seseorang selalu menjadi jalan pertama dirinya dinilai orang lain. Seringkali, kita menilai kualitas-kualitas seseorang, misalnya kecerdasan, kepercayaan, daya tarik, kehangatan, dominasi, dan sebagainya, hanya dari wajah atau caranya berpenampilan.

Lalu, “Bagaimana kalau (pertanyaannya) dibalik? Bisakah penilaian-penilaian orang lain berafeksi pada penampilan kita?” tulis para ilmuwan ini di pembukaan jurnalnya.

Menurut penelitian ini, kedua proses saling mempengaruhi itu benar-benar ada. Tak hanya penampilan kita yang mempengaruhi penilaian orang lain, tapi penilaian orang lain akhirnya juga berdampak pada penampilan kita.

Tes pertama yang mereka lakukan untuk membuktikan teori itu adalah menyuruh partisipannya menebak nama seseorang dari pilihan-pilihan nama yang diberikan. Foto seorang pria berewok, berambut ikal, mata bulat, dan wajah khas sedikit Aryan-sedikit Timur Tengah diperlihatkan pada partisipan. Pilihan nama yang diberikan di antaranya: (1) Jacob, (2) Dan, (3) Josef, dan (4) Nathaniel.

Infografik Tebak Nama Dari Wajah

Partisipan yang memilih ‘Dan’ berjumlah 38 persen. Artinya angka itu lebih tinggi dari persentase kemungkinan memilih acak yakni 25 persen, sebab pilihan yang tersedia berjumlah empat. Dan rupanya, jawaban paling banyak itu adalah jawaban yang benar. Pria itu memang bernama Dan.

Menurut Zwebner, hasil dari tes pertama ini menunjukkan kalau manusia pada dasarnya punya stereotip-stereotip sendiri pada nama-nama tertentu. Sehingga mereka punya kesempatan lebih besar untuk menebak nama orang asing dengan benar.

Di eksperimen lain, orang Israel dan Perancis bisa mencocokkan wajah dengan nama bangsanya sendiri. Tapi orang-orang Israel tak tahu bagaimana bentuk rupa “Pierre”, dan orang-orang Perancis juga tak bisa memasangkan nama-nama Israel yang benar pada muka-muka orang Israel. Ini menyiratkan bahwa faktor kebudayaan juga punya pengaruh.

Eksperimen yang berikutnya menggunakan kecanggihan algoritma di komputer. Hasilnya, orang-orang yang bernama sama punya bagian di sekeliling mata dan sudut bibir yang mirip. Komputer yang mereka rancang itu kini bisa menebak nama seseorang akurat hingga 60 persen, ketika diberikan dua pilihan orang asing.

Menurut tulisan ini, sebuah nama pada dasarnya bukanlah sesuatu yang didapat seseorang karena bawaan lahir. Namun, seperti konstruksi sosial tentang gender, nama juga menjadi cap sosial pertama yang dilekatkan pada bayi semenjak ia lahir. Seperti gender—pria atau wanita—pula, nama juga merupakan asosiasi dari sejumlah karakter, harapan, kelakuan, dan tampilan yang diciptakan oleh sosial. Akhirnya, stereotip-stereotip itu muncul.

Stereotip-stereotip pada nama ini pula yang menjadi jawaban mengapa seseorang bisa menebak nama orang asing yang belum pernah ditemuinya.

Mungkin memang benar bahwa ada doa dalam nama. Maka, jangan sembarangan memberikannya.

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Humaniora
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani