Menuju konten utama

Memahami Perbedaan Cinta dan Obsesi yang Tidak Sehat dalam Hubungan

Mengetahui perbedaan cinta dan obsesi yang bisa berdampak tidak sehat dalam hubungan. 

Memahami Perbedaan Cinta dan Obsesi yang Tidak Sehat dalam Hubungan
Ilustrasi Hubungan Racun. foto/istockphoto

tirto.id - Tahap romantis dalam sebuah hubungan percintaan kerap terjadi pada bulan-bulan awal hubungan.

Pasangan yang terus hadir dalam pikiran dan selalu ada keinginan untuk menghabiskan waktu dengan pasangan adalah fase yang umum terjadi pada awal hubungan percintaan.

Lambat laun, hubungan percintaan yang sehat seharusnya menjadi lebih dewasa yang mencakup komitmen, persahabatan, dan rasa hormat yang kuat terhadap pasangan sebagai individu dan pemenuhan kebutuhan satu sama lain.

Hubungan yang sehat pun memungkinkan kedua orang untuk merasa dicintai, diperhatikan, dan dihormati.

Tak hanya itu, hubungan ini pun akan memungkinkan masing-masing individu untuk mengejar kehidupan profesionalnya, kegiatan rekreasi, dan persahabatan di luar hubungan cinta.

Akan tetapi, tidak sedikit hubungan percintaan yang justru berubah menjadi bentuk kasih sayang obsesif.

Medicine.net menuliskan, cinta obsesif membuat orang memiliki perasaan tergila-gila menjadi lebih ekstrem terhadap pasangan yang menimbulkan banyak efek samping terhadap hubungan. Salah satunya adalah cemburu berlebihan.

Cemburu berlebihan membuat seseorang menafsirkan hal-hal kecil yang dilakukan pasangan sebagai bukti positif bahwa pasangannya adalah orang yang tidak setia.

Hal-hal kecil tersebut bisa jadi sapaan ramah tamah biasa, memandang orang lain, atau ketika bermain bersama teman yang lain.

Di sisi lain, psikolog Robert Vallerand dalam bukunya yang berjudul The Psychological of Passion: A Dualistic Model menuliskan bahwa gairah obsesif merupakan ancaman bagi suatu hubungan percintaan.

Orang yang jatuh cinta seharusnya memiliki perasaan percaya kepada pasangan, dan ingin menjadi versi terbaik untuk satu sama lain.

Obsesi dalam hubungan percintaan juga kerap menjadikan seseorang posesif. Mereka akan tidak senang dengan ide bahwa pasangannya akan tumbuh menjadi orang yang lebih baik, dan memiliki kemandirian.

Lebih lanjut, mereka pun kerap membuat pasangan untuk tidak bertemu dengan orang lain, apalagi hingga meninggalkan mereka.

Pada akhirnya, orang-orang yang memiliki sikap obsesif dalam sebuah hubungan akan berubah menjadi pribadi yang defensif, mengontrol, dan tidak memiliki emosi yang stabil.

Salah satu cara untuk mengetahui bahwa pasangan Anda tipe posesif atau tidak adalah dengan melihat fase-fase dalam hubungan menurut Business Insider.

Awal sebuah hubungan yang baik akan menyenangkan dan membahagiakan. Akan tetapi, jika Anda mulai merasa terganggu di tempat kerja, mengabaikan teman, keluarga, atau tidak memiliki waktu yang baik untuk diri sendiri setelah berbulan-bulan menjalin hubungan, bisa jadi pertanda bahwa hubungan yang dijalani bukanlah hubungan yang sehat.

Hal demikian dikatakan pula oleh psikolog dan pakar hubungan, Jonathan Marshall. Ia mengatakan bahwa wajar semua orang tidak terlihat untuk sementara waktu ketika jatuh cinta.

Akan tetapi, jika Anda mulai menyadari bahwa fokus utama Anda adalah orang lain hingga membuat diri terisolasi dari hal-hal penting, maka itu adalah pertanda dari sesuatu yang tidak benar.

Melansir Psychology Today, orang-orang yang memiliki hubungan percintaan yang sehat akan tumbuh bersama. Sementara itu, mereka yang berlandaskan obsesi akan dipenuhi dengan rasa takut yang tidak berdasar dan tidak disadari.

Ada beberapa tanda yang dapat diingat dan untuk mengetahui apakah hubungan tersebut berlandaskan obsesi. Tanda-tanda tersebut adalah sebagai berikut melansir Psychology Today:

1. Cinta pada pandangan pertama. Pada kenyataannya, cinta membutuhkan waktu untuk tumbuh.

2. Berhubungan seksual dengan orang asing, dan sering berganti-ganti pasangan. Hal ini mengindikasikan seseorang memiliki tanda kecanduan seksual.

3. Memiliki aktivitas kompulsif baik seksual atau pun romantis yang diluar kendali. Beberapa aktivitas kompulsif tersebut adalah seks kompulsof, menguntit, memata-matai, menelepon atau mengirim teks terus-menerus, dan lain-lain.

4. Mengabaikan batasan pasangan, menyalahgunakan, mengendalikan, dan memanipulasinya.

5. Menggunakan seks atau hubungan untuk mengatasi permasalahan, kemarahan, atau kecemasan.

6. Menggunakan seks atau romantisme untuk menggantikan keintiman yang lemah dalam hubungan. Hal ini bisa jadi tanda kecanduan.

7. Tetap berada pada hubungan yang menyakitkan karena takut ditinggalkan atau kesepian.

8. Tidak mampu berkomitmen dengan seseorang.

9. Percaya terlalu banyak atau terlalu sedikit.

10. Mengorbankan nilai atau standar pribadi Anda untuk bersama pasangan.

Baca juga artikel terkait PACARAN atau tulisan lainnya dari Dinda Silviana Dewi

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Dinda Silviana Dewi
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Yandri Daniel Damaledo