Menuju konten utama

Memahami Kasus FFP yang Bisa Bikin City Diskors dari Liga Champions

Manchester City terancam hukuman larangan tampil di Liga Champions, setelah kasus pelanggaran FFP mereka kembali dibuka.

Memahami Kasus FFP yang Bisa Bikin City Diskors dari Liga Champions
Pemain Manchester City merayakan juara Liga Inggris musim 2018/2019 di American Express Community Stadium, Brighton, Minggu (12/5/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Toby Melville

tirto.id - Manchester City tampil begitu mengesankan. Musim ini, skuat asuhan Pep Guardiola berhasil meraih gelar Liga Inggris, Piala Liga, dan Piala FA. Pencapaian itu bikin mereka jadi klub sepakbola laki-laki pertama di Inggris yang mampu meraih gelar treble-winners domestik.

Namun, The Cityzens bukan berarti benar-benar meraih kesempurnaan. Gelar Liga Champions Eropa belum bisa mereka raih musim ini. Ini membikin Guardiola merasa kalau keraguan terhadap City akan selalu muncul selama mereka belum bisa meraih titel tertinggi kompetisi Eropa tersebut, meski ia mengaku puas dengan performa tim musim ini.

"Ini karena profil yang melekat dengan saya. Saya pernah berada di Barcelona, memenangkan dua gelar [Liga Champions] dalam empat musim, dan orang-orang jelas berharap kami bisa melakukan hal serupa," tutur Guardiola seperti dilansir The Guardian.

Musim ini, City sebenarnya difavoritkan menjuarai Liga Champions. Sayang, langkah mereka terhenti akibat kekalahan gol tandang kontra Tottenham pada perempat final. Guardiola menegaskan skuatnya akan kembali mengejar Liga Champions musim depan.

Terlepas dari ambisi tersebut, Manchester City sebenarnya sedang ketar-ketir dengan nasib mereka di turnamen tertinggi level Eropa itu.

Seperti dilansir New York Times, UEFA dalam waktu dekat akan mengumumkan hasil investigasi mereka terhadap kasus dugaan pengaturan dokumen untuk 'mengakali FFP' yang melibatkan City. Jika terbukti bersalah, City bisa diganjar sanksi berat, termasuk didiskualifikasi dari gelaran Liga Champions selama satu musim.

Pelanggaran terhadap Financial Fair Play (FFP) sebenarnya bukan perkara baru. Para pelanggar aturan ini sebelum-sebelumnya mendapat hukuman beragam, dari yang ringan sampai berat.

Queens Park Rangers misalnya, cuma didenda 17 juta paun karena melanggar batas belanja transfer saat mereka akan promosi ke EPL tahun 2014, sedangkan klub-klub Spanyol macam Atletico, Barcelona, dan Real Madrid sampai disanksi larangan aktivitas pada beberapa periode bursa transfer.

Ancaman berat seperti larangan tampil di kompetisi Eropa juga bukan hal baru. Tiga klub asal Turki: Besiktas, Galatasaray dan Bursaspor pernah mendapat ganjaran ini.

Mengapa Ancaman Hukuman City Begitu Berat?

Kasus pelanggaran FFP City sebenarnya sudah divonis tahun 2014. Saat itu, The Cityzens didenda 60 juta paun. Namun, investigasi terhadap perkara yang sama kembali dibuka setelah kemunculan dokumen Football Leaks yang dimuat di surat kabar Jerman, Der Spiegel November 2018.

Football Leaks adalah 'buah tangan' dari sekelompok peretas yang dipimpin pria asal Portugal, Rui Pinto. Dokumen ini berisi sekitar 70 juta berkas terkait pelanggaran dan transaksi gelap di dunia sepakbola. Beberapa berkas dalam dokumen ini terang-terangan menyebut praktik kecurangan yang dilakukan City demi menghindari sanksi FFP.

Salah satu berkas berisi detail kesepakatan sponsor antara City dan Etihad. Secara formal, City melaporkan kepada UEFA bahwa kesepakatan tersebut bernilai 60 juta paun. Belakangan diketahui, duit senilai 59,5 juta paun diduga cuma berasal dari Seikh Mansour, yang tak lain pemilik City.

Sebagai konteks tambahan, dana hasil 'selundupan' ini diduga dipakai City buat mendatangkan Riyad Mahrez pada bursa transfer musim panas lalu.

Tidak cuma kasus Etihad, penyelundupan dana dengan 'dalih' sponsor juga sempat terjadi bertahun-tahun sebelumnya, saat City menyepakati kerja sama sponsor dengan perusahaan asal Abu Dhabi, Aabar.

Kepada UEFA, City melaporkan kesepakatan itu bernilai 15 juta paun. Namun dari data Football Leaks diketahui, duit yang benar-benar bersumber dari Aabar cuma tiga juta paun. Sisa 12 juta paun lain merupakan dana sisipan yang lagi-lagi juga berasal dari kantong Seikh Mansour.

Dua perkara penyelundupan di atas diduga dilakukan Mansour guna mengakali aturan FFP terkait pembatasan duit yang boleh diterima klub dari pemilik sahamnya.

Selain soal pemalsuan nominal sponsor, Football Leaks menuding City melakukan prakrik menyimpang lain demi mengakali aturan FFP. Misalnya, mereka disebut kerap mengubah tanggal kesepakatan kerja sama dengan pihak ketiga guna menyeimbangkan neraca keuangan tahunan.

Berkas lain mengungkap kalau ada kesepakatan terselubung antara City dengan mantan pelatih mereka, Roberto Mancini. Gaji Mancini--saat masih melatih--yang dilaporkan City kepada UEFA disebut-sebut palsu.

Seperti diwartakan The Guardian, Mancini diduga menerima dana lebih di luar kontrak profesionalnya, dan itu dikucurkan langsung dari kantong Seikh Mansour tanpa melewati laporan keuangan klub. Kesepakatan ini diselundupkan dengan dalih penunjukan Mancini sebagai konsultan klub lain milik Seikh Mansour, Al Jazira Sports.

Usai final Piala FA pekan lalu, seorang wartawan dari Associated Press sempat menanyai Guardiola apakah mendengar sesuatu soal kasus Mancini ini, atau barangkali pelatih asal Spanyol itu mendapat perlakuan serupa. Guardiola menjawabnya dengan kesal.

"Apa Anda tahu maksud dari pertanyaan yang Anda sampaikan, soal apakah saya menerima juga uang dari kesepakatan lain hari ini? Apakah menurut Anda, saya layak ditanyai soal ini, ketika baru saja mengantarkan klub saya juara? Apakah Anda menuduh saya menerima uang seperti itu?," sergah Guardiola.

Dalam sebuah email retasan Football Leaks tertanggal 2 Mei 2014, City juga disebut berkonspirasi dengan mantan Sekjen UEFA yang kini jadi presiden FIFA, Gianni Infantino. City dan Infantino disebut menyepakati upaya jalur belakang supaya dapat hukuman ringan lantaran melanggar aturan FFP pada 2014.

Dan benar saja, City yang awalnya divonis skors dari kompetisi Eropa akhirnya bebas dan cuma didenda 60 juta paun.

City, lagi-lagi membantah keras tudingan itu dalam sebuah pernyataan resmi.

"Bocoran di media mengindikasikan ketidakpercayaan terhadap investigasi yang dipimpin Tuan Leterme. Manchester City sepenuhnya percaya diri hasil investigasi akan positif karena prosesnya dipimpin oleh organisasi yang independen," tulis mereka.

Seberapa Mungkin City Dihukum?

Dengan berbagai dugaan pelanggaran di atas, ancaman hukuman larangan tampil di Liga Champions selama semusim jelas hal yang wajar untuk City. Menurut laporan New York Times pekan lalu, pemimpin investigator kasus City yang juga mantan Perdana Menteri Belgia, Yves Leterme telah merekomendasikan hukuman serupa kepada UEFA.

"Jika apa yang tertulis itu terbukti benar, tentu akan ada hukuman yang benar-benar serius. Ini bisa menuntun ke hukuman terberat: skors dari kompetisi UEFA," ujar Leterme.

Namun, pernyataan berkebalikan justru dilontarkan CEO La Liga, Javier Tebas. Dengan nada pesimistis, Tebas menyebut klub seperti City dan PSG tidak akan mungkin diganjar sanksi serius oleh UEFA, karena mereka punya hubungan 'lebih dekat' dengan bos-bos di induk sepakbola Eropa tersebut.

"Sudah sejak dua tahun lalu saya selalu bilang kalau klub seperti PSG dan Manchester City menipu. Jadi adanya kasus seperti ini sama sekali bukan kejutan," tuturnya kepada Goal.

Secara pribadi, Tebas menyuarakan kritik keras. Menurutnya, penting bagi UEFA untuk memberi hukuman setimpal agar tidak ada klub-klub lain yang melakukan 'kejahatan' serupa.

"Memaksa mereka selama setahun duduk di luar Liga Champions akan mengirimkan pesan bahwa kejahatan seperti ini layak ditindak serius. Ini bukan soal menghukum klub tertentu [City atau PSG], tapi tentang bagaimana membuat klub lain sadar betapa pentingnya menaati aturan," ucapnya.

Baru-baru ini, New York Times yang berkesempatan mewawancarai presiden baru UEFA, Aleksander Ceferin sempat meminta reaksi atas komentar Tebas itu. Ceferin menanggapinya sambil lalu dan menyebut Tebas cuma 'cari sensasi'.

Tebas memang dikenal kerap menentang klub-klub tajir di EPL karena dinilai merampas sportivitas sepakbola dengan pundi-pundi uang yang mereka miliki. Dan menurut Ceferin, perkataan Tebas soal UEFA dan City masih satu konteks dengan sikap 'sensi' tersebut.

"Dia terlalu berisik. Saya rasa komentar-komentarnya hanya sebuah taktik untuk memancing kegaduhan. Saya rasa hal seperti itu bukan sesuatu yang produktif," ujar Ceferin.

Terkait kasus City, Ceferin belum ingin bereaksi banyak.

"Jika Anda melakukan hal yang benar, tentu Anda tidak perlu sampai menjual diri Anda, tidak perlu terlibat dengan hal-hal aneh," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA EROPA atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Mufti Sholih