Menuju konten utama

Melanoma, Kanker Kulit Penyebab Meninggalnya Menantu Hatta Rajasa

Kanker kulit melanoma termasuk kanker yang mematikan karena penyebarannya yang cepat ke organ tubuh lain

Melanoma, Kanker Kulit Penyebab Meninggalnya Menantu Hatta Rajasa
Adara Taista. instagram/Adara Taista

tirto.id - Melanoma, kanker kulit berbahaya yang baru-baru ini membuat Adara Taista, menantu Hatta Rajasa meninggal. Adara yang merupakan istri dari Rasyid Rajasa itu meninggal dunia pada usia 27 tahun di Rumah Sakit Moriyama Memorial Tokyo, Sabtu (19/5/2018).

Sebelum meninggal, Adara berjuang melawan penyakit melanoma yang telah dideritanya selama bertahun-tahun.

Apa sebenarnya melanoma atau penyakit kanker kulit ini?

Kanker kulit melanoma merupakan salah satu kanker yang kasus kematiannya tidak terlalu tinggi, namun termasuk kanker yang mematikan karena penyebarannya yang cepat ke organ tubuh lainnya, demikian disampaikan Dokter Aida S Suriadireja dari Rumah Sakit Dharmais.

Namun demikian, kanker melanoma dapat dideteksi sejak dini dengan cara Sakuri atau "Periksa Kulit Sendiri".

"Kita sendiri bisa memeriksa kulit kita untuk mendeteksi adanya ciri-ciri yang timbul. Siapkan saja kaca dengan ukuran sesuai tubuh, cermin kecil dan pengering rambut," ujar Aida dilansir Antara.

Pertama-tama, buka pakaian, periksa tubuh depan, miring ke kanan dengan mengangkat tangan, miring ke kiri, lihat tubuh bagian belakang dan periksa kulit kepala menggunakan cermin kecil dan pengering rambut, serta telapak kaki.

Perhatikan tanda-tanda seperti tahi lalat yang kemungkinan ada di seluruh tubuh, namun dengan ciri-ciri ABCDE atau A untuk Asimetri (simetrisitas), Border (permukaan), Colour (warna) dan Diameter/ Different (lebar lingkar tahi lalat dan ciri berbeda), serta Evolving (perkembangan).

"Untuk tahi lalat normal, biasanya bentuknya simetris, nah melanoma bisanya tidak simetris. Dia akan ada pelebaran di beberapa bagian tahi lalat itu," ujar Aida.

Kemudian, tahi lalat yang normal biasanya memiliki permukaan licin, sedangkan melanoma memiliki permukaan yang kasar ketika diraba.

Selain itu, tahi lalat normal biasanya berwarna gelap, sedangkan melanoma bisa berwarna cokelat atu hitam dengan diameter lebih dari 6 milimeter.

"Melanoma juga akan terlihat berbeda dengan tahi lalat pada umumnya. Secara kasat mata, dokter biasanya bisa membedakan," ungkap Aida.

Terakhir, perhatian perkembangan atau perubahan bentuk yang cepat dari tanda yang seperti tahi lalat tadi.

Terkait pengobatan, imunoterapi merupakan terapi baru yang diklaim menghasilkan respon sangat bagus dalam pengobatan kanker kulit melanoma maligna atau melanoma.

Dr Suria Nataatmaja, Medical Director MSD Indonesia menjelaskan, imunoterapi anti PD-L1 dapat digunakan untuk mengobati melanoma sebagai salah satu pilihan pengobatan melanoma selain radioterapi dan kemoterapi.

Saat ini anti PD-1 merupakan satu-satunya imunoterapi yang sudah masuk ke Indonesia. Tahun lalu, anti PD-1 mendapatkan ijin BPOM untuk terapi kanker paru, dan sejak Oktober 2017 lalu mendapatkan tambahan indikasi untuk terapi melanoma.

Penelitian Fase 1-3 pengobatan melanoma dengan PD-1 menunjukkan suatu respon positif baik pada kulit Kaukasian dan kulit Asia.

Menurut penelitian, tambahnya, hanya 8 persen pasien melanoma yang mampu bertahan melalui kemoterapi.

Sedangkan, pasien yang diberikan imunoterapi memiliki perbaikan atau kesempatan hidup 4 kali lebih lama, dan rata-rata memiliki usia 9 bulan lebih lama atau 2 kali lebih panjang dibandingkan kemoterapi.

Nataatmaja memaparkan, cara kerja imunoterapi anti PD-1 adalah mengatifkan sistem imun tubuh. Limfosit, salah satu sel imun tubuh secara alamiah akan menyerang benda asing yang mengancam kesehatan, termasuk sel kanker.

Saat tetapi, terdapat kondisi di mana sel kanker menghasilkan protein PD-L1 yang membuat ia tidak dikenali sel limfosit. Obat anti PD-1 akan mencegah ikatan PD-1 dengan PD-L1 pada limfosit dan sel kanker sehingga ia dapat mengenali sel tumor sebagai benda asing yang harus dihancurkan.

Di Indonesia, sesuai dengan indikasi yang disetujui, imunoterapi diberikan untuk terapi lini pertama pada pasien melanoma yang unresectable.

Ada perlakuan berbeda imunoterapi untuk kanker paru dan melanoma. Jika untuk kanker paru harus dilakukan pemeriksaan jumlah eskpresi PD-L1 terlebih dahulu, namun untuk melanoma tidak perlu karena hampir hampir semua kanker melanoma mengekspresikan PD-L1.

Anti PD-1 diberikan dalam bentuk suntikan setiap 3 minggu, selama 6 bulan dengan harga Rp35 juta hingga Rp50 juta setiap satu kali suntikan.

Menurutnya, saat ini obat anti PD-1 belum masuk katalog elektronik BPJS. Sehingga saat ini hanya bisa digunakan pasien non-BPJS. Namun kami masih berjuang agar tahun depan ke BPJS. Dengan masuk ke BPJS lebih banyak lagi pasien melanoma yang terbantu.

Baca juga artikel terkait KANKER KULIT atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani