Menuju konten utama

Mbah Moen Sebut Prabowo atau Jokowi, Signifikankah Dukungan Ulama?

Pada pilpres 2014, Prabowo-Hatta didukung Mbah Moen dan Habib Luthfi, tetapi mereka kalah di Jateng.

Mbah Moen Sebut Prabowo atau Jokowi, Signifikankah Dukungan Ulama?
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Maimoen Zubair (kiri) saat menghadiri cara Sarang Berzikir Untuk Indonesia Maju di Rembang, Jawa Tengah, Jumat (1/2/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Calon presiden petahana Joko Widodo terus bersafari ke kalangan ulama dan pemuka agama. Terakhir, Jokowi menemui Maimun Zubair alias Mbah Moen untuk meminta dukungan di Ponpes Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, Jumat (1/2/2019) kemarin.

Terlepas dari kontroversi doa Mbah Moen yang justru menyebut nama Prabowo Subianto, tapi ada pertanyaan yang muncul: apakah kiai dan pemuka agama bisa mempengaruhi elektabilitas capres-cawapres secara signifikan?

Jika berkaca pada Pilpres 2014 di Jawa Tengah, ada Maimun Zubair atau Mbah Moen serta Muhammad Luthfi bin Yahya yang menyatakan dukungan terhadap pasangan Prabowo-Hatta. Namun, hasilnya tidak signifikan. Saat itu, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla menang di Jawa Tengah dengan persentase 66,65%.

Bagaimana dengan Pilpres 2019?

Direktur Komunikasi TKN Jokowi-Maruf, Usman Kansong, sangat yakin tokoh seperti Mbah Moen bisa mendorong elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin menjadi lebih tinggi, khususnya di Jawa Tengah.

"Ia tokoh berpengaruh. Secara ketokohan, leadership, karisma, memiliki basis massa kultural keagamaan yang kuat. Kami kira Jawa Tengah cukup membantu. 2014 lalu Mbah Moen dinilai menaikkan elektabilitas PKB," kata Usman saat dihubungi oleh reporter Tirto, Minggu (3/1/2019).

Meski begitu, Usman sadar betul perlu survei yang kredibel untuk bisa mengukur sebarapa sigifikan pengaruh ulama terhadap elektabilitas Jokowi-Mar'ruf. Ia mengatakan salah satu tujuan Jokowi menemui Mbah Moen untuk menaikkan elektabilitas atau minimal mempertahankan suara di Jawa Tengah.

Usman menambahkan, koalisi partai pengusung Jokowi-Ma'ruf memiliki kecenderungan berasal dari massa Mbah Moen. Menurutnya, hal itu yang tidak dimiliki pasangan Prabowo Hatta pada Pilpres 2014.

"Tahun 2019 ini, PPP dan PKB ada pada koalisi kami. Ini yang membuat berbeda dengan 2014 silam. Kami yakin bisa tinggi," ujarnya.

Anggota Divisi Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandiaga, Ferdinand Hutahaean, juga menyadari bahwa Jawa Tengah memang menjadi basis yang kuat bagi Jokowi-Ma'ruf, termasuk dari kalangan para kiai dan ulama.

"Kami hanya memasang target untuk tidak kalah telak. Dan itu kami lakukan di sana termasuk membuka posko," ujar Ferdinand kepada reporter Tirto.

Ferdinand sangat percaya diri bahwa pasangan Jokowi-Ma'ruf hanya akan menang di Jawa Tengah saja, sementara wilayah lain di Pulau Jawa akan dimenangkan Prabowo-Sandiaga.

"Kami paham Jawa Tengah dimenangkan Jokowi, tapi dia tidak akan kuasai Jawa," ujarnya.

Belum Tentu Signifikan

Pandangan berbeda disampaikan peneliti politik Islam dari LIPI, Wasisto Raharjo Jati. Wasisto menilai langkah Jokowi menemui Mbah Moen tak akan menaikkan elektabilitasnya secara signifikan.

"Jika bicara menaikkan suara, bisa jadi ya, bisa jadi tidak. Karena kontrol urusan politik sebenarnya bukan urusan ulama, walaupun bagi kalangan santri dan tradisionalis, suara ulama bisa menjadi fatwa yang tidak bisa ditolak," kata Wasisto kepada reporter Tirto.

Wasisto menuturkan pada dasarnya ulama adalah simbol teologis yang bersifat kultural. Itu artinya keputusan ulama mendukung salah satu paslon tidak mengikat preferensi pemilih secara absolut.

Ia menilai langkah Jokowi bersafari mengunjungi ulama dan pemuka agama hanya sebagai strategi mengamankan suara ulama dan santri di level akar rumput, meski tak signifikan.

"Bahasa kasarnya: datang ke ulama hanya karena saat butuh 'dongkrakan elektabilitas'," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan