Menuju konten utama

May Day 2020: KPA Desak Hentikan Perampasan Tanah & Tolak PHK

KPA desak pemerintah menghentikan perampasan tanah rakyat, mengembalikan fungsi sosial atas tanah, memulihkan dan mengutamakan desa, kampung-kampung adat dan pesisir.

May Day 2020: KPA Desak Hentikan Perampasan Tanah & Tolak PHK
Ratusan buruh dari berbagai serikat buruh melakukan aksi pada peringatan Hari Buruh Internasional May Day di depan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (1/5/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/ama.

tirto.id - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyoroti bagaimana pandemi COVID-19 sangat mempengaruhi hidup petani dan buruh dalam segi ekonomi saat peringatan Hari Buruh atau May Day pada 1 Mei 2020.

Ia mengaku kecewa dengan tidak ada solidaritas dari pengusaha-pengusaha kaya yang selama puluhan tahun telah diistimewakan dan dimanjakan pemerintah dengan segenap regulasi dan dana.

Dewi menilai tidak ada mitigasi pemerintah yang kuat dalam mencegah PHK massal oleh kelompok perusahaan, termasuk mengatasi dampak lanjutan dari PHK tersebut. Katanya, perusahaan pun banyak memaksakan meneruskan pabriknya berproduksi untuk memenuhi kontrak bisnisnya.

"Parahnya, lagi-lagi pengusaha besar yang mendapatkan keuntungan dari situasi wabah ini dengan menunggangi impor obat-obatan, alat medis hingga kelak vaksinnya. Negara belum betul-betul hadir mengatur ketat perusahaan di masa pandemi demi menyelamatkan rakyat," kata Dewi lewat rilis orasi politiknya untuk May Day 2020, Kamis (1/5/2020).

Ia menilai, justru ekonomi gotong-royong antara petani dan buruh telah terbangun selama pandemi COVID-19. Menurut dia, dalam 50 hari terakhir di masa pandemi ini, gerakan saling bantu petani-buruh untuk memperkuat produksi, distribusi, dan konsumsi pangan antara keluarga petani dan keluarga buruh telah terbangun melalui Gerakan Solidaritas Lumbung Agraria (GeSLA).

"Petani dan buruh telah menunjukkan kesanggupannya untuk memutus rantai panjang distribusi dan konsumsi ala kapitalisme di sektor pertanian dan industri pangan. Inilah modal sosial dan ekonomi kerakyatan yang kita cita-citakan, dimana desa dan kota saling memperkuat," kata dia.

Dewi juga menilai desa dan kampung-kampung masih bertahan sebagai pusat produksi pangan dan lumbung pangan untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya, bahkan menyelamatkan bangsa.

Menurut Dewi, lumbung komunitas, desa, dan serikat-serikat tani tidak hanya memiliki kesanggupan untuk memenuhi pangannya secara berdaulat, bahkan ikut mengalirkan sebagian lumbung pangan dan panennya ke kota-kota.

"Petani bergabung mengatasi krisis yang tengah dihadapi kawan-kawan buruh dan warga rentan di perkotaan," kata dia.

Dewi juga menyayangkan selama pandemi COVID-19 kekerasan konflik agraria dan penangkapan petani masih terjadi. Menurut dia, hal tersebut diperparah oleh pembahasan RUU Cipta Kerja yang terus dipaksakan sebenarnya menunjukkan bahwa investor, pemerintah dan elite politik tak berhenti untuk menahan diri di masa pandemi ini.

Dalam memperingati May Day 2020, Dewi mendesak pemerintah untuk menaikkan upah buruh, menolak PHK, dan mendorong sistem ekonomi berkeadilan dengan menyerahkan atau membagi saham-saham kepemilikan industri kepada serikat-serikat buruh.

Ia juga mendesak agar menghentikan perampasan tanah rakyat oleh negara dan pemodal, mengembalikan fungsi sosial atas tanah, memulihkan dan mengutamakan desa, kampung-kampung adat dan pesisir.

"Serta memperkuat pusat-pusat produksi pertanian, peternakan, perikanan dan industri pengolahan rakyat dengan cara segera melaksanakan reforma agraria secara penuh dan konsekuen sesuai mandat UUD 1945 dan UUPA 1960," kata dia.

Baca juga artikel terkait HARI BURUH 2020 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz