Menuju konten utama

Mats Hummels & Hobi Borussia Dortmund Memulangkan Mantan Pemainnya

Mats Hummels mengikuti jejak sejumlah pemain Dortmund yang sempat hengkang ke klub lain, lalu kembali ke Signal Idunia Park.

Mats Hummels & Hobi Borussia Dortmund Memulangkan Mantan Pemainnya
Bek Borussia Dortmund, Mats Hummels memakai jersey kuning hitam Dortmund. Twitter/Borussia Dortmund

tirto.id - Saat resmi meninggalkan Bayern Munchen untuk jadi pemain pinjaman—dan kemudian berstatus permanen—di Borussia Dortmund pada 3 Januari 2008 lalu, tak ada yang menyangka Mats Hummels akan kembali ke Allianz Arena. Namun, per 1 Juli 2016, Hummels kembali 'pulang' ke Bayern Munchen, klub tempatnya menempa ilmu semasa remaja.

Saat pindah dari Dortmund ke Munchen pun tak ada yang menyangka Hummels bakal punya keberanian menjejakkan kaki lagi di Signal Idunia Park, kandang Dortmund. Maklum saja, saat pindah ke Bayern, Hummels sedang berstatus kapten Dortmund. Kepindahan seorang kapten ke klub rival dicap sebagai pengkhianatan terbesar.

Namun, lagi-lagi yang terjadi justru sebaliknya. Rabu (19/6/2019) malam waktu Indonesia, Dortmund dengan lantang mengumumkan bahwa per musim depan Hummels akan kembali berkostum kuning-hitam.

"Kami telah mencapai kesepakatan dengan Bayern Munchen terkait transfer Mats Hummels. Pemain belakang yang sempat menjadi bagian klub pada 2008 hingga 2016 itu akan kembali mengenakan kostum kuning-hitam," tulis laman resmi klub.

Didatangkan dengan mahar 38 juta paun, Hummels hanya tinggal menjalani tes medis akhir pekan ini. Setelah itu Hummels bisa kembali berlatih dengan mantan rekan-rekannya.

Perjalanan Hummels barangkali unik. Sejak muda, dia hanya berpindah-pindah di dua klub saja. Tapi yang lebih unik lagi adalah kebiasaan Dortmund. Ini bukan kali pertama Die Schwarzgelben mendatangkan kembali seorang pemain yang sudah dijual ke klub lain.

Dari Moller Sampai Gotze

Di abad 21, Andreas Moller barangkali bukan nama yang familiar di telinga. Namun, jauh sebelum kembalinya Hummels, Moller adalah salah satu pemain bintang yang menempuh 'jalur pulang-pergi' di Dortmund.

Berstatus playmaker, Moller pertama kali didatangkan Dortmund dari Eintracht Frankfurt pada 1988 dengan banderol 1,25 juta euro, angka yang saat itu memecahkan rekor klub. Moller langsung jadi bintang dan mengantarkan Dortmund menjuarai DFB Pokal pada musim perdananya.

Pada musim kedua Moller membawa Dortmund finis di urutan empat Liga Jerman, sesuatu yang masih dianggap pencapaian mewah pada era itu. Bahkan, pada tahun yang sama (1990) dia juga menjadi sosok penting di balik keberhasilan Timnas Jerman menjuarai Piala Dunia.

Namun, setelah keberhasilan itu Moller memutuskan berpindah-pindah klub guna mencari tantangan lain. Pertama dia memperkuat Frankfurt, klub lamanya selama semusim, kemudian pindah ke Juventus dengan status bebas transfer.

"Milan atau Juventus, klub manapun itu tak masalah, asal di Italia. Saya sangat ingin bermain di Italia," kata Moller saat itu, menjelang kepindahan ke Juve.

Uniknya, semasa bermain di Juve, Moller sempat mengalahkan Dortmund di final untuk mengantarkan Si Nyonya Tua juara Piala UEFA 1993. Kondisi tersebut bikin Moller kian dibenci suporter Dortmund. Penolakan besar-besaran pun sempat terjadi saat Moller memutuskan hendak pulang ke Dortmund pada 1994.

Namun, transfer itu tetap terlaksana dan Moller berhasil merebut kembali hati fans Die Schwarzgelben. Dia mengantarkan Dortmund menjuarai dua gelar Bundesliga dan satu Liga Champions (1997) sebelum memutuskan pindah lagi ke Schalke tahun 2000.

Belasan tahun berlalu setelah karier kontroversial Moller, Dortmund kemudian punya gelandang lain yang pergi dan kemudian pulang ke Signal Idunia Park. Berturut-turut mereka adalah Shinji Kagawa dan Nuri Sahin. Namun, berbeda dengan Moller, Kagawa dan Sahin tak begitu moncer di klub tujuannya.

Bergabung dengan Manchester United pada 2012/2013, Kagawa cuma tampil dalam 57 pertandingan. Meski sempat merengkuh beberapa gelar, dia cuma mengemas enam gol dan 10 assist. Kondisi itu bikin Kagawa terpinggirkan dan pulang ke Dortmund pada penghujung Agustus 2014.

Sayang, pada periode keduanya di Dortmund Kagawa gagal mengembalikan sentuhan emasnya. Selama empat musim dia cuma 99 kali main dan menyumbang 20 gol. Kagawa kalah bersaing dengan sejumlah pemain muda yang punya atribut lebih modern. Strategi pelatih baru Dortmund, Lucian Favre yang banyak mengandalkan lebar lapangan pun seolah tak sesuai dengan preferensi Kagawa. Musim depan dia hampir pasti bakal dipinjamkan ke klub asal Turki, Besiktas.

Setali tiga uang dengan Kagawa, Sahin yang meninggalkan Dortmund pada 2011 cuma jadi penghangat bangku cadangan di klub barunya saat itu, Real Madrid. Dia sempat pula dipinjamkan El Real ke Liverpool, sebelum dipinjamkan lagi ke Dortmund untuk kemudian berstatus permanen.

Namun seperti halnya Kagawa, pada periode keduanya di Dortmund Sahin kalah bersaing dengan pemain yang lebih muda. Selama empat musim dia tampil 88 kali dengan sumbangan delapan gol. Awal musim 2018/2019, dirinya dijual murah 1 juta euro ke klub Jerman lain, Werder Bremen.

Ada pula dua pemain Jerman asli binaan akademi Dortmund, Marco Reus dan Mario Gotze yang sama-sama meninggalkan klub untuk kemudian direkrut kembali.

Reus meninggalkan akademi pada 2004, dia bergabung dengan RW Ahlen, klub divisi lima Jerman. Setelah moncer di skuat utama, dia lantas diboyong Borussia Monchengladbach dan baru kembali ke Dortmund musim 2012/2013. Pada periode keduanya ini dia jadi idola suporter. Kendati beberapa kali dibekap cedera panjang, komitmen Reus menolak tawaran klub lain bikin dia jadi 'teladan' di Dortmund.

Selama dua musim terakhir, Reus bahkan diberi kepercayaan menjadi kapten klub. Puncaknya, kehadiran pelatih Lucian Favre dengan Favreball-nya bikin Reus menjadi pemain paling bersinar di Dortmund sepanjang musim 2018/2019, dengan torehan 21 gol serta 13 assist dari 36 penampilan.

"Dia bisa tampil menonjol di setiap laga, terutama jika saya tempatkan di posisi favoritnya [di tengah]," ujar Favre mengomentari anak didiknya.

Sementara, perjalanan Gotze hampir sama dengan Hummels. Usai menyita perhatian dengan konsistensinya bersama Dortmund, musim 2013/2014 Gotze hengkang ke Bayern dengan banderol 37 juta euro. Keberhasilan meraih gelar juara dunia bersama Timnas Jerman setahun berselang tak menjamin masa depannya.

Cedera panjang akhirnya bikin Gotze absen lama di Bayern. Saat sudah pulih, skuat The Bavarians sudah terlalu disesaki bintang lain dan dia pun harus rela jadi opsi terakhir pelatih Pep Guardiola. Awal musim 2016/2017 Gotze akhirnya menyerah dan pulang ke klub lamanya dengan biaya transfer 22 juta euro. Meski kembali jadi pilihan utama, dua musim belakangan performa Gotze tak sementereng Reus. Pada musim 2017/2018 dia mengemas tujuh gol dan tujuh assist dari 34 penampilan.

Untungkan Dortmund

Meski merupakan skenario yang lazim, kepulangan Hummels ke Dortmund tetap menarik perhatian. Berbeda dengan Gotze, Reus, Kagawa ataupun Sahin, Hummels dipulangkan saat usianya sudah tak lagi muda, 30 tahun. Dan untuk mendatangkan pemain 30 tahun, Dortmund bahkan rela merogoh kocek sampai 38 juta paun.

Perbandingan nominal dan usia ini merupakan perjudian besar. Namun kolumnis sepakbola Deutsche Welle (DW), James Thorogood meyakini perekrutan Hummels sangat vital dan bisa menguntungkan Dortmund.

Musim lalu, Dortmund hampir saja meraih gelar Bundesliga, namun posisi mereka di puncak klasemen disalip Bayern menjelang akhir kompetisi. Skenario tersebut, menurut Thorogood tidak lepas dari labilnya komposisi skuat Dortmund, terutama di sektor pertahanan.

Tiga bek tengah muda andalan Dortmund: Manuel Akanji, Abdou Diallo, dan Dan-Axel Zagadou dinilai masih kelewat hijau untuk bermain secata intens di level tertinggi sepakbola Jerman. Maklum saja, rata-rata usia ketiganya adalah 23 tahun.

“Sebagai ganjarannya, konsistensi adalah hal yang sulit didapat, apalagi dari pemain-pemain dengan rataan usia 23. Oleh sebab itulah Hummels datang,” tulis Thorogood.

Selama gelaran Bundesliga 2018/2019, capaian cleansheet Dortmund tak begitu istimewa. Mereka cuma nirbobol di 10 laga, kalah dari RB Leipzig (16), Monchengladbach (13), dan Bayern Munchen (12).

Di sisi lain, Hummels punya kapasitas mumpuni untuk menambal kelemahan itu. Menuut laman resmi Bundesliga, musim lalu Hummels memenangkan rata-rata 10 duel per pertandingan. 70 persen dari defensive header (duel udara) Hummels musim lalu juga selalu berujung kemenangan.

Bukan cuma itu, Hummels punya kemampuan membantu tim membangun serangan dari belakang.

Musim lalu, menurut rekapitulasi laman Bundesliga, 92 persen dari umpan Hummels dari open-play selalu berujung serangan untuk Bayern. Setiap pertandingan, pria kelahiran Gladbach itu juga menorehkan rata-rata 70 umpan, di mana lebih dari setengahnya mengarah ke depan.

Atribut tersebut jelas akan membantu pelatih Dortmund, Lucian Favre, tidak saja dalam hal bertahan namun juga menyerang. Sejak menangani Dortmund, Favre memang relatif mengandalkan build-up dari belakang. Dia kerap menginstruksikan para bek tengah lebih banyak berinteraksi dengan gelandang bertenaga Dortmund, Axel Witsel.

Menyusul kehadiran Hummels yang akan memanjakan Witsel dengan lebih banyak umpan, bukan hal mengejutkan andai musim depan Dortmund kembali menjadi penantang terdepan Bayern Munchen dalam perebutan gelar Bundesliga.

Baca juga artikel terkait LIGA JERMAN atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Herdanang Ahmad Fauzan