Menuju konten utama

Matahari & Bisnis Ritel Masih Merana Selama Corona Belum Reda

Matahari bakal tutup gerai lagi. Ritel bernasib serupa mereka banyak. Semua karena Corona dan hanya akan benar-benar membaik saat pandemi mereda.

Lippo Mall Kemang, foto/Dok. Satgas Covid 19/Istimewa

tirto.id - PT. Matahari Department Store Tbk (LPPF) akan menutup enam gerai hingga akhir 2020 imbas pandemi Corona. Empat gerai berada di Pulau Jawa, satu di Bali, dan satu lagi di Pulau Sulawesi. Perusahaan juga memastikan tidak akan membuka gerai baru kuartal IV/2020 dan kuartal I/2021.

“Dengan demikian, jumlah outlet kami yang akan beroperasi pada akhir 2020 nanti sebanyak 147 dari sebelumnya 153,” tulis manajemen di laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (30/11/2020).

Dalam keterangan itu pula manajemen menyebutkan perusahaan memperoleh pendapatan kotor sebanyak Rp5,9 triliun pada periode Januari-September 2020, turun 57,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan bersih juga turun 57,5 persen menjadi Rp3,3 triliun.

Matahari adalah satu dari sekian ritel modern yang terdampak pandemi. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel seluruh Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menjelaskan “dari 45 ribu ritel modern yang eksisting, ada 1 persen yang tutup” atau sebanyak 450. “Belum yang kelontong-tradisional yang jumlahnya 95 ribu. Itu 5 persennya tutup,” kata dia kepada wartawan Tirto, Senin (30/11/2020).

Dari penutupan itu ada kira-kira 15 ribu pekerja di-PHK. “450 ritel modern yang tutup dikali 30 orang, [jadi] 15.000 lah (pembulatan dari 13.500).”

Roy bilang sebenarnya per Agustus lalu situasi sudah mulai membaik. “Bisa tumbuh 20-25 persen,” katanya. Namun, situasi kembali memburuk setelah pembatasan sosial kembali diperketat karena pandemi belum terkendali. “Kondisinya masyarakat banyak yang langgar disiplin. Oleh kerumunan dan keramaian itu,” tambahnya.

Penularan COVID-19 di Indonesia memang semakin tak terkendali. Penambahan kasus harian terus mencetak rekor baru. Terakhir pada 29 November lalu, dengan total penambahan 6.267 kasus. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanggulangan COVID-19, akumulasi kasus terkonfirmasi positif per 29 November jadi 534.266 dan kasus meninggal menjadi 16.815 kasus.

Memilih Menabung

Di tengah pandemi, menurut peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov, masyarakat memang lebih memilih mempertebal dompet. “Masyarakat cenderung saving. Jadi bukan semata-mata enggak belanja, tapi ini lebih ke kepastian ekonomi,” katanya kepada reporter Tirto, Senin.

Kondisi ini tampak dalam laporan Bank Indonesia (BI). Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat kembali menurun pada Oktober, yaitu sebesar 79,0 persen, padahal sebulan sebelumnya mencapai 83,4 persen.

Kecenderungan ini juga terkonfirmasi dari data Bank Indonesia terkait dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh 12,88 persen secara tahunan (yoy) pada September 2020. Pertumbuhan bulan sebelumnya hanya sebesar 11,64 persen yoy.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), DPK pada Agustus 2020 senilai Rp6.487,84 triliun, sementara simpanan masyarakat pada September 2019 Rp5.891,92 triliun. Jika pertumbuhan pada September tahun ini sebesar 12,88 persen, maka nominal simpanan di perbankan mencapai Rp6.650,79 triliun. Artinya, dalam sebulan, simpanan naik Rp162,95 triliun. Sementara jika dibandingkan dengan September 2019, kenaikan sebesar Rp758,87 triliun.

“Dana pihak ketiga di perbankan mengendap, parkir. Jadi terkonfirmasi dari data di sektor perbankan [bahwa] fenomena kinerja di ritel masih drop karena masalah kesehatan dan orang jaga-jaga untuk beberapa waktu ke depan,” simpulnya.

Abra bilang situasi di sektor ritel mungkin akan sedikit membaik saat libur akhir tahun atau ketika pembatasan sosial dilonggarkan--yang merupakan kebijakan masing-masing daerah. Masalahnya mungkin ini bakal membuat penularan meningkat dan akhirnya bakal membuat bisnis ritel justru memburuk. “Ini memang dilema,” katanya menilai.

Oleh karena itu, satu-satunya solusi yang dapat mengatasi persoalan ini hanya COVID-19 dapat ditekan semaksimal mungkin. “Tergantung dari kebijakan pemerintah, bisa enggak kontrol [penularan],” tandas dia.

Baca juga artikel terkait DAMPAK PANDEMI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino
-->