Menuju konten utama
Miroso

Masyarakat Pasundan dan Kecintaan Terhadap Ikan Air Tawar

Sistem perairan yang baik menjadi faktor sentral dalam budidaya ikan air tawar, khususnya di Jawa Barat.

Masyarakat Pasundan dan Kecintaan Terhadap Ikan Air Tawar
Header Miroso Ikan Air Tawar. tirto.id/Tino

tirto.id - Jawa Barat tersohor oleh olahan ikan air tawarnya. Sebut saja pepes ikan mas, pesmol gurame, ikan mas bakar dan goreng, serta banyak lainnya. Sumedang, kota kelahiran saya pun tidak terkecuali. Keberadaan masakan berbahan dasar ikan air tawar, menjadi denyut utama yang mengisi dapur-dapur rumah tangga hingga resto ternama di sini.

Balong, atau kolam ikan, jamak ditemukan di rumah-rumah keluarga di Sumedang. Dan saya memiliki teori: jika sebuah rumah makan Sunda mengawinkan saung lesehan dan balong sebagai rancang bangun utamanya, maka menu yang melibatkan ikan di dalamnya sudah pasti segar dan lezat. Sila dibuktikan.

Salah satu hidangan unggulan bagi saya adalah ikan mas bakar buatan Uwa Eden, kakak laki-laki dari Ibu. Beliau adalah jagoan masak di keluarga kami. Bahkan ketika beliau “hanya” mengolah sarden kalengan saja, rasanya beda dari yang lain. Entah rempah atau saus apa yang ia sisipkan, tapi hasilnya bisa menyamai sajian ikan buatan dapur hotel bintang 5.

Ayam bakakak (olahan ayam bakar utuh yang sebelumnya sudah diungkep dalam bumbu) buatannya pun menjadi rebutan keluarga ketika tampil sebagai bintang tamu di acara kumpul-kumpul. Tangannya bertuah, seperti diberkati dewa Zao Jun, penguasa tungku/dapur dalam mitologi Tiongkok.

Bumbu ikan mas bakar bikinan Uwa, terdiri dari bawang merah, bawang putih, jahe, ketumbar, dan kayu manis yang diblender halus. Tidak lupa ia memasukkan garam dan gula saat mematangkan bumbunya di wajan. Setelah bumbu halus matang dan dingin, ikan mas segar yang sudah dibelah dua seperti kupu-kupu, dibalur rata olehnya.

Uwa pun dengan sigap menyiapkan tungku pembakaran, menyalakan arang, dan membakar ikannya dengan penuh penghayatan. Kondimennya pun tak kalah bernilai: sambal yang dibuat dari ulekan cabai rawit, bawang putih, dan jahe, yang dilumat bersama kucuran kecap manis kental. Terkadang, Uwa menambahkan irisan tomat ke dalam sambal untuk memberikan pungkasan yang menyegarkan.

Sebagaimana yang Bondan Winarno sampaikan dalam buku 100 Masakan Tradisional Indonesia Mak Nyus, karakter utama masakan Sunda adalah fresh, pedas, dan gurih. Ikannya wajib segar, bumbunya mesti gurih, dan tidak lupa ada sambal yang menemani. Genap sudah ikan mas bakar buatan Uwa memenuhi pedoman di atas.

Sekali waktu, ketika saya masih sekolah dasar, beliau membakar ikan mas untuk menu berbuka puasa. Saya yang terhipnotis aromanya, tidak sadar mencuil daging ikan yang sudah matang, berlumur bumbu, juga olesan mentega dan kecap manis dan mencocolnya ke sambal kecap jahe yang teronggok pasrah di sebelahnya. Sempurna, pikir saya. Cuilan ikan berlumur sambal pun masuk ke mulut tanpa banyak babibu.

Uwa berteriak, “Kak Ismiiii, ini masih jam setengah 6. Belum adzan, Kaak!”

Saya pun tersentak kaget. Katanya kalau makan karena lupa, tidak membatalkan puasa. Tapi momen itu membuat saya berseloroh: tidak apa-apa batal puasa. Toh dosa yang saya dapatkan setimpal dengan rasa yang saya cecap.

Selama berkelana dan bertemu aneka ikan bakar di berbagai daerah di Indonesia, saya baru menemukan paket ikan bakar dan sambal yang mirip dengan buatan Uwa, di Manado. Ikan bakar yang saya icip di sana bersanding dengan sambal goraka (jahe), tapi minus kecap manis. Bedanya lagi, di Manado ikan yang digunakan adalah ikan laut. Ikan air tawar tampaknya sepi peminat di kota dengan kekayaan boga bahari yang luar biasa ini. Keduanya sama lezatnya. Tapi buat saya, ikan mas bakar buatan Uwa tetap memegang medali emas di hati.

Pentingnya Ikan Air Tawar

Sepenting apa posisi ikan air tawar dalam khazanah kuliner Jawa Barat, khususnya Sumedang? Saya akan bercerita, tapi kita selingi dengan satu lagu dulu ya:

Dipapaes ku Ci Peles

Tampomas nu matak waas

Ci Malaka pamandian

Ngagenyas caina herang

Dihiasi oleh Ci Peles. Tampomas yang membuat sentimentil. Ci Malaka tempat pemandian. Airnya mengalir jernih.

Infografik Miroso Ikan Air Tawar

Infografik Miroso Ikan Air Tawar. tirto.id/Tino

Penggalan lirik di atas adalah bagian dari lagu “Sumedang” yang ditulis dan dinyanyikan oleh penyanyi Doel Sumbang. Sebuah romantisasi tentang kota Sumedang yang tidak berlebihan. Sungai Ci Peles mengalir sepanjang 61 km, membelah dan menghiasi kota Sumedang. Gunung Tampomas yang menjulang setinggi 1.684 mdpl, menjadi berkat bagi wilayah di sekitarnya. Ci Malaka, daerah di kaki gunung Tampomas, mengandung banyak mata air yang menghidupi warganya.

Aliran air jernih yang lahir dari perut gunung, mengaliri daerah-daerah yang terletak di lembahannya. Salah satunya adalah Desa Batukarut.

Teman saya, Eman Hermawan, lahir dan besar di desa yang terkenal dengan sebutan “Kampung Ikan” ini. Kenapa disebut kampung ikan? Karena hampir setiap kepala keluarga memiliki minimal satu kolam ikan di area rumah, maupun yang berdampingan dengan sawah atau ladang. Eman pun bercerita, di kampungnya, lebih banyak yang memelihara ikan daripada kambing.

Tidak cukup sampai di situ, nama gang-gang di sana dinamai oleh aneka jenis ikan air tawar, seperti Gg. Nila, Gg. Gurame, Gg. Mujaer dll. Seperti nama gang yang tadi disebutkan, ikan yang dipelihara warga Desa Batukarut meliputi: ikan nila, mas, gurame, mujair, hingga bawal air tawar.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik RI, dalam tabel konsumsi dan pengeluaran rumah tangga masyarakat Jawa Barat tahun 2021, tercatat ada 35 jenis ikan yang dikonsumsi, baik ikan air tawar maupun ikan laut. Jenis ikan yang dominan dibeli oleh rumah tangga di Provinsi Jawa Barat adalah ikan mas dan nila (18,58%), mujair (11,61%), udang/lobster (6,38%), lele (5,89%), teri yang diawetkan (5,30%), kembung (4,95%), tongkol yang diawetkan (4,12%) dan bandeng (3,81%). Wilayah Jawa Barat yang didominasi pergunungan, seperti Desa Batukarut, menjadi penyumbang poin untuk tingginya angka konsumsi ikan air tawar di sana.

Eman yang kini menjadi perantau di Yogyakarta, menyebutkan satu makanan yang sering membuat ia rindu pada indung (ibu) dan kampungnya: pepes ikan mas.

Pepes ikan mas di Desa Batukarut mewujud menjadi sajian spesial karena hanya dimasak ketika ada hajatan, lebaran, dan saat anak rantau pulang ke kampung. Kemudian yang membuatnya lebih istimewa, ikannya hasil budidaya sendiri dan dikukus selama 8 jam di atas tungku kayu bakar. Hanya kasih sayang ibu yang mampu sabar mengatur kayu bakar dan menunggu pepesnya matang selama 8 jam lamanya.

Bapak dari Eman, Pak Ade Dana, tentu saja memiliki balong di Batukarut. Beliau memelihara ikan nila, mas, gurame dan bawal tawar. Ada aturan penting dalam memelihara ikan-ikan ini: ikan bawal tidak boleh dicampur dengan ikan mas, karena sifatnya pemangsa seperti piranha. Karakteristik bawal yang “galak”, tidak berjodoh dengan kepribadian ikan mas yang cenderung nyantai, dan nrimo ing pandum ketika digigit bawal.

Kalau bawal disatukan dengan gurame, malah cenderung aman. Mungkin karena mereka sama-sama ikan yang bersifat alfa, kali ya. Selain itu, ikan mas senang hidup di air mengalir, sedangkan gurame lebih betah di air tenang. Maka dari itu, Pak Ade memiliki beberapa kolam untuk menyesuaikan karakteristik masing-masing ikan peliharaannya.

Tapi yang paling menarik, keluarga Eman kurang begitu suka hasil olahan ikan yang dipelihara di kolam. Nah lho? Kok bisa? Menurut Eman, rasanya akan lebih sedap jika ikannya dipindah ke sawah di masa setelah tandur.

“Rasa dagingnya gak bau lumpur, Mi. Lebih wangi. Ikannya gemuk-gemuk. Padahal cuma dikasih makan rompesan (sisa-sisa panen sayur: bayam, sawi dll). Sebelum tandur, Bapa nyiapin ikan-ikan untuk dipindah ke sawah,” jelas Eman.

Saya menelan ludah. Suatu saat saya akan datang ke Batukarut untuk minta dibuatkan olahan ikan yang dipelihara di sawah. Tidak tahu malu tak mengapa.

Sistem perairan yang baik menjadi faktor sentral dalam budidaya ikan air tawar, khususnya di Jawa Barat. Air dari mata air pergunungan mengaliri sungai, kemudian dimanfaatkan untuk keberlangsungan kehidupan. Alirannya sampai hingga ke sawah-sawah dan kolam ikan. Air tidak pernah mandeg, terus menerus hidup dan bergerak untuk memberkati banyak kehidupan lainnya.

Pertalian kasih antara kebaikan alam Bumi Pasundan dan ikan air tawar, menjadi berkat bagi lidah, perut dan hati saya, Eman, dan masyarakat Jawa Barat lainnya. Sebentuk berkat yang tak pernah putus.

Baca juga artikel terkait MIROSO atau tulisan lainnya dari Ismi Rinjani

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Ismi Rinjani
Penulis: Ismi Rinjani
Editor: Nuran Wibisono