Menuju konten utama

Masyarakat Diminta Aktif Mencegah Bunuh Diri Lewat Medsos

Masyarakat agar tidak menghakimi seseorang yang punya kecenderungan bunuh diri. Justru perlu dirangkul.

Masyarakat Diminta Aktif Mencegah Bunuh Diri Lewat Medsos
Ilustrasi. Gadis bunuh diri. Foto/iStock

tirto.id - Masyarakat diminta aktif untuk mencegah orang yang memiliki kecenderungan bunuh diri yang ditemukan di media sosial. Bukan justru menghakiminya.

Kepala Koordinator sekaligus Psikolog Into The Light, Benny Prawira Siauw mengatakan, sulit untuk menakar potensi bunuh diri seseorang dari aktivitasnya di sosial media. Sebab menurutnya, belum ada penelitian khusus terkait hal tersebut di Indonesia.

"Kecuali di Tiongkok. Temuan riset itu menyatakan bahwa mereka yang memiliki mood negatif dan pemikiran bunuh diri yang lebih kuat akan cenderung melakukan komunikasi mengenai kondisi bunuh dirinya di medsos," ujar dia kepada Tirto, Rabu (30/1/2019).

Ia juga menerangkan, sejauh ini masyarakat masih menganggap wajar, bila ada seseorang yang sedang mengeluhkan kondisi jiwa yang berpotensi bunuh diri. Justru, kata dia, warga menganggap hal itu sebagai curahan hati biasa.

Posisi orang yang punya kecenderungan bunuh diri, kata dia, masih terkena stigma dari masyarakat, terutama saat menyampaikan kondisi yang mengarah ke bunuh diri melalui media sosial.

"Berisiko dihakimi dan tidak diacuhkan di lingkungan yang stigmatis. Jadi orang-orang mikirnya [orang yang hendak bunuh diri] mau cari perhatian atau pansos (cibiran di media sosial) saja," ujarnya.

Benny juga menyampaikan, masih ada kesempatan untuk mencegah dengan merangkul seseorang yang berpikiran untuk bunuh diri lewat komunikasi di media sosial.

"Artinya kita masih dipercaya untuk menolong dan dia masih berjuang untuk hidup. Butuh kesabaran dan keterampilan sendiri memang menghadapi orang suicidal," kata dia.

Dia menekankan, dalam mendamping seseorang yang punya potensi bunuh diri, perlu kesabaran. Konsultasi dengan psikiater juga belum tentu langsung bisa hilang kencenderungannya.

"Bahkan ketika datang ke profesional kesehatan jiwa sekali pun, butuh waktu, tenaga, dan banyak hal dalam menghadapi orang yang suicidal. Perlu kita pupuk dengan dukungan agar proses pemulihan berjalan baik. Tidak bisa mengharapan hanya dengan satu-dua kali didampingi lantas urusan selesai," ungkap dia.

Belum lama ini di sosial media Twitter ramai oleh cuitan seorang mahasiswa berinisial ADA (21), mahasiswa sebuah universitas di Tanggerang.

Sebelum mengakhiri hidupnya, ADA sempat mencuit kalimat, "Gua gamau terus menerus jadi benalu di lingkungan gua, so kayaknya lebih baik gua enyah dari muka buni ini. bye!", tulisnya pada Selasa (22/01/2019).

Hingga pada Kamis (24/1/2019), ADA ditemukan tewas dengan dugaan menenggak cairan arsenik di dalam kamar kosnya di Legok, Kabupaten Tanggerang.

Setelah kejadian tersebut, warganet membanjiri akun ADA dengan pernyataan bersalah. Seperti yang ditulis oleh akun @lia_grac*****, "Maafkan banyak org di sekitarmu yg kurang peka terhadap sebuah 'sttus' yg km buat, ini memang tentang kepekaan sesama manusia :( harusnya ketika ada org yg updte sttus di luar kebiasaan diberikan support bukan dicaci. kadang kita gak tau seberapa dia depresi dan sedih RIP!".

-------

Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

Baca juga artikel terkait BUNUH DIRI atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali