Menuju konten utama

Masih Banyak Persalinan Dibantu Dukun Bayi, Amankah?

Persalinan tanpa dampingan tenaga kesehatan profesional berisiko menyebabkan kematian ibu.

Masih Banyak Persalinan Dibantu Dukun Bayi, Amankah?
ilustrasi ibu melahirkan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Angka melahirkan di dukun bayi Kabupaten Bondowoso masih tinggi hingga kini. Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Bondowoso, Mohammad Imron menyampaikan bahwa pada 2018 terdapat 176 kali persalinan di dukun. Meski begitu, angkanya menurun jika dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 316 kelahiran.

“Hal ini [penurunan melahirkan dengan bantuan dukun] sangat baik, karena masyarakat mulai sadar dan peduli,” kata Imron kepada Tirto.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso pun tak menghilangkan peran dukun bayi. Pada 2018, 435 dari 450 dukun bayi yang ada di sana dijadikan mitra bidan serta diberi pelatihan melalui program Sinergi Total Pencegahan Bersalin di Dukun Bayi dan Selamatkan Ibu (Stop Berduka).

“Pelatihan cara memandikan bayi yang benar dan melakukan pijat bayi yang benar. Bukan melatih untuk menolong melahirkan ibu hamil,” tuturnya.

Namun, Imron juga menyampaikan bahwa penurunan angka persalinan di dukun bayi belum mampu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Pada 2017, terdapat 15 kasus kematian ibu dan pada 2018 meningkat menjadi 19 kasus.

Penyebab AKI pada 2019 beragam: 11 kasus akibat penyakit, 4 kasus akibat preeklampsia/eklampsia, 2 kasus akibat pendarahan, dan 2 kasus akibat infeksi. Dari 19 kejadian itu, 5 orang meninggal karena terlambat dirujuk dari puskesmas dan Bidan Praktik Mandiri (BPM).

Proses melahirkan secara tradisional atau tanpa bantuan tenaga medis memang masih banyak terjadi di Indonesia. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Dr. dr. Poedjo Hartono, SpOG(K), tak menyarankan hal tersebut.

“Sangat berbahaya, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi. Kita sudah berhasil menggeser dari dukun ke bidan itu masih tinggi,” ujar Poedjo kepada Tirto.

Poedjo menyampaikan dirinya kerap menemukan adanya komplikasi pada ibu yang melakukan persalinan di dukun bayi. Komplikasi itulah yang menyebabkan kematian dan kecacatan pada bayi dan kematian ibu.

“Ada yang dibawa dalam kondisi ketubannya pecah,” beber Poedjo.

Poedjo tak melarang perempuan melahirkan dengan metode hypnobirthing, yaitu metode yang digunakan untuk mengurangi ketegangan saat hendak melahirkan. Namun, Poedjo meminta kepada para ibu untuk melahirkan dengan didampingi tenaga medis yang kompeten.

Persalinan Tradisional di Negara Lain

Riset di Nepal menunjukkan adanya risiko proses melahirkan tanpa dampingan tenaga medis. Tina Y. Falle, dkk melaporkan penelitian berjudul “Potential Role of Traditional Birth Attendants in Neonatal Healthcare in Rural Southern Nepal” (2009) (PDF) yang mengungkapkan risiko kematian neonatal dari proses persalinan di rumah.

Angka kelahiran di rumah di Nepal saat itu terbilang cukup tinggi, mencapai 81 persen. Bahkan, di sana, banyak perempuan bersalin tanpa bantuan tenaga profesional. Mereka hanya dibantu oleh anggota keluarga, tetangga, atau melahirkan sendiri. Faktor itulah yang menjadi penyebab tingginya angka kematian ibu.

Di Nepal, penggunaan dukun bersalin untuk meningkatkan kesehatan perempuan juga masih menjadi bahan perdebatan. Dari segi keamanan misalnya, proses persalinan di dukun bayi sering dipertanyakan, apalagi ketika terjadi perdarahan pasca-persalinan.

Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka kematian ibu (AKI) di Indonesia setiap 5 tahun sekali mengalami penurunan. Jika pada 1990 rasio kematian ibu per 100.000 kelahiran mencapai 446 orang, pada 1995 angkanya menurun menjadi 326 kejadian per 100.000 kelahiran, 265 kejadian pada 2000, 212 kejadian pada 2005, 165 kejadian pada 2010, dan menurun menjadi 126 kejadian pada 2015.

Infografik Bidan dan tenaga kesehatan Tradisional

Infografik Bidan dan tenaga kesehatan Tradisional

Banyak orang tak menggunakan bantuan tenaga medis yang terlatih karena ada anggapan bahwa di masa lampau ibu dan bayi bisa selamat meski tak dibantu fasilitas medis memadai.

Praktik tersebut tak hanya terjadi di Indonesia dan Nepal, tapi juga di Ghana. Dalam penelitian berjudul “Initiation of Traditional Birth Attendants and Their Traditional and Spiritual Practices During Pregnancy and Childbirth in Ghana” (PDF), Lydia Aziato dan Cephas N. Omenyo menemukan maraknya kelahiran dengan bantuan dukun bayi. Di Ghana, dukun bayi adalah bagian dari tradisi penduduk setempat sehingga jasa mereka tetap banyak digunakan.

Melalui studi tersebut, Aziato dan Omenyo memaparkan bahwa berbagai proses inisiasi dukun bersalin yang dilakukan dalam persalinan perempuan di Ghana tetap membutuhkan pelatihan. Pelatihan tersebut dilakukan sebagai syarat untuk memenuhi prosedur standar perawatan. Dukun bersalin juga digandeng oleh tenaga kesehatan profesional untuk meningkatkan kinerja mereka.

Baru-baru ini juga ada tren persalinan di rumah atau home birth. Ia dipercaya menekan stres yang bisa terjadi saat persalinan. Merujuk situsweb Healthline, tren ini masih menjadi bahan perdebatan.

Dari sisi keamanan, tidak semua perempuan bisa menerapkan metode ini dalam proses persalinannya. Pada perempuan yang pernah menjalani operasi caesar sebelumnya atau hamil anak kembar tak dianjurkan untuk melakukan persalinan di rumah.

Artikel itu juga menyatakan bahwa proses persalinan di rumah tetap membutuhkan bantuan dari seorang profesional, baik bidan maupun dokter kandungan.

Baca juga artikel terkait PERSALINAN atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Widia Primastika
Penulis: Widia Primastika
Editor: Maulida Sri Handayani