Menuju konten utama

Masalah Impor di Balik Somasi Nasdem untuk Rizal Ramli

Partai Nasdem memberi waktu 3x24 jam kepada Rizal Ramli guna merespons somasi yang dilayangkan pada hari ini (12/9/2018).

Masalah Impor di Balik Somasi Nasdem untuk Rizal Ramli
Sejumlah pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam dari kapal di Pelabuhan Indah Kiat, di Merak, Cilegon, Banten, Selasa (10/7/2018). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman.

tirto.id - Partai NasDem bakal melayangkan somasi kepada mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli. Rencana somasi itu dipicu pernyataan Rizal Ramli dalam acara “Indonesia Business Forum” yang ditayangkan TV One pada 6 September 2018.

Dalam acara itu, Rizal menyebutkan tingginya angka impor sejumlah komoditas saat ini disebabkan ulah Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita. Namun, kata Rizal, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak bisa begitu saja menegur Enggartiasto lantaran takut dengan Ketua Umum NasDem Surya Paloh. Hal ini mengingat Enggartiasto merupakan menteri yang berasal dari Partai NasDem.

“Jadi biang keroknya sebetulnya saudara Enggar [Enggartiasto Lukita]. Cuma Presiden Jokowi enggak berani menegur, takut sama Surya Paloh. Saya katakan Pak Jokowi panggil saya saja, biar saya yang tekan Surya Paloh. Karena ini brengsek,” kata Rizal dalam acara tersebut.

Tudingan itulah yang kemudian membuat Partai NasDem berang. Ketua DPP Partai NasDem Syahrul Yasin Limpo menilai Rizal Ramli menyampaikan informasi yang sesat dan tidak benar. Ia juga mempersoalkan kesan yang muncul bahwa Surya Paloh berada di belakang serta ikut mengatur kebijakan impor yang dikeluarkan pemerintah.

“Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, baik dalam kapasitas sebagai ketua partai maupun pribadi, tidak pernah turut campur dengan kebijakan impor yang dilakukan pemerintah. Apalagi hingga ikut mengatur ataupun mengambil keuntungan dari situ,” kata Syahrul dalam jumpa pers di Kantor DPP NasDem, Jakarta, pada Selasa (11/9/2018).

Lebih lanjut, Syahrul menyebutkan Surya Paloh tidak memiliki bisnis yang terkait dengan impor komoditas. Sehingga ia mengatakan bahwa tudingan yang dilontarkan Rizal Ramli tersebut tidak berdasar, serta cenderung bermuatan fitnah dan mengarah pada pembunuhan karakter.

“Saudara RR [Rizal Ramli] juga telah merendahkan martabat Presiden Joko Widodo dengan menggambarkan sosok yang mudah ditekan oleh pihak lain,” ungkap Syahrul.

Partai NasDem memberi waktu 3x24 jam kepada Rizal Ramli guna merespons somasi yang dilayangkan pada Rabu, hari ini (12/9/2018). Konteks dari somasi tersebut terkait dengan tudingan Rizal Ramli yang menyebutkan seolah-olah Surya Paloh berada di balik kebijakan impor pemerintah.

Apabila tidak ada respons positif dari Rizal Ramli, Partai NasDem pun mengindikasikan bakal membawa masalah itu ke pihak kepolisian. “Ini upaya untuk menciptakan suasana agar kita tidak membiarkan orang berkata kasar dan melakukan fitnah di depan publik tanpa pertanggungjawaban,” ungkap Syahrul.

Syahrul menegaskan Partai NasDem tidak ada sangkut-pautnya sama sekali dengan kebijakan impor yang dilakukan pemerintah. Ia menyebutkan penetapan impor merupakan kesepakatan lintas kementerian di bawah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

“Sebagai partai pendukung pemerintah, Partai NasDem memberikan dukungannya terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi pemerintah,” ucap Syahrul.

Kritik soal kebijakan impor di era Mendag Engartiasto ini juga pernah disampaikan ekonom Faisal Basri saat menghadiri diskusi mengenai wacana pengendalian impor 900 komoditas di Jakarta Pusat, pada Rabu, 29 Agustus lalu. Bedanya, Faisal tidak menyinggung soal Partai NasDem, lebih-lebih intervensi Surya Paloh.

Dalam acara itu, Faisal mengatakan pelonggaran izin impor komoditas yang dilakukan Kementerian Perdagangan membuat perekonomian nasional “bobol.”

“Sebelum membatasi [komoditas impor], tertibkan dulu kelakuan Pak Enggar. Yang tadinya ada rekomendasi, sekarang enggak ada rekomendasi. [Impor] Seperti air bah sekarang,” ujar Faisal di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada 29 Agustus 2018 lalu.

Istilah “bobol” yang dimaksud Faisal ialah kencangnya laju impor yang kemudian membuat neraca perdagangan defisit. Menurut Faisal, ada sejumlah komoditas yang tadinya butuh rekomendasi dari sejumlah kementerian teknis, namun saat ini bisa dilakukan cukup dengan rekomendasi Kementerian Perdagangan.

Lantas, benarkah impor komoditas yang berlangsung dipengaruhi kepentingan politis dan atas inisiatif Enggartiasto?

Dalam banyak kesempatan, Mendag Enggartiasto berulang kali menekankan bahwa keputusan impor diambil berdasarkan rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. “Untuk [izin pada] 2018, sudah lama keluar saat rakor. Tidak ada yang keluar tanpa rakor,” kata Enggartiasto saat ditemui di Kementerian PUPR, Jakarta, pada 20 Agustus 2018.

Sayangnya, Enggartiasto mengaku tidak ingat saat disinggung mengenai kapan tepatnya izin dan rekomendasi impor beras itu keluar. Ia hanya mengklaim bahwa dalam rakor tersebut, para menteri telah menyepakatinya.

Tren Impor Memang Meningkat

Sejak 2014 hingga saat ini, Indonesia memang masih mengimpor beras guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Trennya pun relatif meningkat. Ini berbanding terbalik dengan keinginan Presiden Joko Widodo yang menargetkan swasembada beras dalam kurun waktu tiga tahun sejak era pemerintahannya dimulai.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras pada 2014 tercatat sebanyak 844.163 ton. Lalu pada 2015, impor naik sedikit menjadi 861.601 ton, dan terus mengalami lonjakan pada 2016 menjadi 1,28 juta ton. Kendati demikian, pada 2017, impor beras menyusut sampai hanya di angka 305.274 ton.

Pada komoditas lain, garam misalnya, tren peningkatan impor pun terlihat. Impor garam pada 2014 tercatat sebesar 2,2 juta ton. Dari jumlah tersebut memang sempat mengalami penurunan pada 2015 menjadi 1,8 juta ton, namun angkanya kembali meningkat pada 2016 menjadi 2,14 juta ton. Pada 2017, impor garam pun naik menjadi 2,55 juta ton, hingga akhirnya mencapai angka 3,7 juta ton pada 2018. Hal yang sama juga terjadi pada gula.

Polemik terkait impor komoditas sendiri acap kali disebabkan perbedaan data yang menjadi acuan setiap kementerian terkait. Untuk itu berbagai tudingan, mulai dari yang sifatnya politis sampai dengan indikasi kegagalan kinerja menteri, baru benar-benar akan bisa ditepis apabila data yang menjadi acuan sudah akurat.

infografik CI Impor Gula Indonesia

Baca juga artikel terkait KEBIJAKAN IMPOR atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz