Menuju konten utama

Masa Depan Partai Gelora Fahri Hamzah-Anis Matta Suram?

Partai Gelora akan meramaikan kompetisi partai di Indonesia. Tapi sejumlah pekerjaan rumah harus mereka selesaikan jika tak ingin hanya jadi penggembira.

Masa Depan Partai Gelora Fahri Hamzah-Anis Matta Suram?
Wakil ketua DPR, Fahri Hamzah memberikan sambutan pada kegiatan Orasi dan Dialog Kebangsaan dan Deklarasi Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) di Mamuju, Sulawesi Barat, Senin (11/02/2019) malam. ANTARA FOTO/Akbar Tado/pd.

tirto.id - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) dibentuk pada 28 Oktober 2019 dan rencananya akan dideklarasikan pada 10 November nanti, bertepatan dengan hari pahlawan. Target terdekatnya adalah mengikuti Pemilihan Kepala Daerah 2020.

Partai Gelora didirikan oleh 99 orang, tapi mayoritas penggagasnya adalah mantan elite PKS dari 'faksi sejahtera', termasuk Fahri Hamzah dan Anis Matta. Sebagai informasi, Keduanya 'ter(di)gusur' oleh 'faksi keadilan' yang diisi termasuk oleh Sohibul Iman yang kini menjabat Presiden PKS sejak 2015.

Partai Gelora adalah transformasi dari ormas Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi)--yang juga didirikan oleh duo Fahri-Anis.

Fahri mengatakan Partai Gelora adalah "aspirasi anggota Garbi" yang tujuannya untuk "memecah kebekuan yang sekarang muncul di tengah-tengah masyarakat kita."

Sulit

Dosen komunikasi politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno mengatakan apa yang dilakukan para pendiri Partai Gelora adalah "perjudian luar biasa untuk bisa eksis".

Faktanya, sulit bagi partai-partai baru untuk berhasil langsung dalam pemilu.

Partai Demokrat, misalnya, yang didirikan pada 2001, hanya mendapat suara 7,45 persen pada Pemilu 2004. Sementara Gerindra, yang didirikan pada 2008, bahkan hanya mendapat suara 4,5 persen pada Pemilu 2009.

Tapi keduanya lebih beruntung ketimbang PSI, Partai Perindo, dan Partai Berkarya.

PSI, yang didirikan pada November 2014, hanya mendapat suara 1,89 persen pada Pemilu 2019. Sementara Perindo dan Berkarya masing-masing 2,67 persen dan 2,09 persen. Ketiganya gagal mengirimkan kader ke Senayan karena tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold).

Meski tak lolos, mereka bahkan lebih beruntung ketimbang partai-partai lain yang tak bisa mengikuti pemilu karena tidak memenuhi syarat sebagaimana yang diatur dalam UU 2 tahun 2008 tentang Partai Politik--termasuk punya pengurus di seluruh provinsi, 75 persen di kabupaten/kota, dan 50 persen di kecamatan.

Tahun 2016 lalu, hanya PSI yang mendapat status badan hukum partai politik dari Kementerian Hukum dan HAM. Empat partai lain dinyatakan tak lolos: Partai Idaman, Partai Rakyat, Partai Rakyat Berdaulat, dan Partai Kerja Rakyat Indonesia.

Fahri sendiri mengatakan akan mendaftarkan Partai Gelora ke Kemenkumham "akhir tahun ini, mudah-mudahan."

Kepada reporter Tirto, Jumat (8/11/2019), Adi mengatakan ada empat modal penting yang harus dimiliki sebuah partai untuk bisa berkembang, yaitu figur kunci, logistik, jaringan sampai lapis terbawah, dan branding.

Partai Gelora juga harus memperluas sasaran pemilihnya, terang Adi. Partai Gelora tidak bisa membuntut PKS dengan mengandalkan segmen pemilih Islam. Apalagi, masih banyak pemilih-pemilih PKS yang loyal meskipun sedang dilanda konflik internal. Buktinya, perolehan suara PKS melejit pada Pemilu 2019--menjadi 8,21 persen dari 6,79 persen pada Pemilu 2014.

Mengenai irisan dengan PKS, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengaku tak khawatir keberadaan Partai Gelora akan menggembosi suara mereka.

Apalagi, kata Mardani kepada reporter Tirto, Jumat (8/11/2019), "PKS punya sistem kaderisasi yang berkelanjutan."

Pendiri Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) Hendri Satrio menjelaskan betapa sentralnya peran tokoh untuk memperbesar nama partai lewat contoh Demokrat.

"Partai Demokrat langsung menempatkan SBY sebagai calon presiden saat itu," katanya kepada reporter Tirto. Suara Partai Demokrat melonjak tajam pada Pemilu 2019 jadi 20,4 persen.

Sementara Perindo contoh sebaliknya. Mereka adalah partai yang punya modal besar--termasuk menguasai media massa--tapi tokohnya, Hary Tanoesoedibjo, belum bisa diterima publik.

Fahri dan Anis tinggal menjawab, apakah mereka mampu seperti SBY, atau justru seperti Hary Tanoe. Masalahnya, kata Hendri, "Fahri Hamzah orang baik, politisi andal, tapi masih perlu waktu."

Hendri juga mengatakan Partai Gelora tak bisa mengandalkan media sosial seperti PSI. PSI terbukti gagal dengan cara itu.

"Kalau dia hanya mengandalkan medsos, ya prediksi saya Gelora akan seperti PSI," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PARTAI POLITIK atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino