Menuju konten utama

Marko Simic: Potret Hasrat Seksual Pesepakbola yang Bikin Masalah

Rekam jejak menunjukkan bahwa pesepakbola yang terjerat kasus pelecehan seksual pada akhirnya bebas dan tak mendapat hukuman setimpal.

Marko Simic: Potret Hasrat Seksual Pesepakbola yang Bikin Masalah
Marco Simic, pemain nomor punggung sembilan Persija. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Hanya beberapa jam sebelum kickoff pertandingan antara Newcastle Jets vs Persija dalam kualifikasi Liga Champions Asia, Selasa (12/2/2019) kemarin, dunia sepakbola nasional digemparkan kabar dari bomber Macan Kemayoran, Marko Simic. Pemain berkebangsaan Kroasia itu harus disidang di Sidney lantaran tersandung kasus pelecehan seksual yang ia lakukan pada Minggu (10/2/2019) lalu.

Seperti diwartakan The Newcastle Herald, seorang penumpang perempuan mengajukan komplain kepada kru kabin di Bandara Sidney atas tindakan pelecehan seksual penyerang berusia 31 tahun tersebut. Akibat kejadian itu, paspor Simic disita otoritas setempat. Ia diharuskan tetap berada di Australia sampai jadwal persidangan berikutnya, tepatnya pada 9 April 2019.

Kendati demikian, untuk sementara ia bebas bersyarat dan bahkan telah dimainkan dalam pertandingan kontra Newcastle Jets yang berakhir 3-1, kemarin sore.

Banyak Kasus, Tak Ada Hukuman Berat

Sebenarnya, ini bukan kali pertama Simic diduga melakukan pelecehan seksual. Rekan seangkatan Ivan Perisic itu juga sempat diduga jadi pesepakbola yang melecehkan Via Vallen. Simic juga bukan satu-satunya pesepakbola yang tersandung dugaan pelecehan seksual ini.

Jika kita mau mundur ke belakang lagi, tak bisa dipungkiri profesi pesepakbola seolah lekat dengan kasus-kasus pelecehan seksual. Pertengahan 2017, tiga eks pemain Sriwijaya FC: Marckho Sandy Meraudje, Maldini Pali, dan Hendra Sandi juga diduga terlibat dalam kasus pemerkosaan terhadap perempuan berinisial IR.

Dua pemain asing yang sudah malang melintang di sepakbola nasional, Hilton Moreira dan Greg Nwokolo juga tercatat pernah terseret kasus serupa.

Seperti dilansir Republika, pelecehan yang dilakukan Hilton terjadi pada 2012. Seorang pramugari berinisial LS melaporkan Hilton ke Polres Metro Tangerang Kota atas upaya pemerkosaan. Hilton dan rekannya, Leandro Dos Santos kemudian terancam Pasal 289 KUHP tentang Pencabulan serta Pasal 285 KUHP tentang upaya pemerkosaan juncto Pasal 53 KUHP, meski akhirnya keduanya bebas.

Sementara tindakan yang dilakukan Greg Nwokolo lebih pelik. Tahun 2013, ia dilaporkan seorang perempuan berinisial R karena diduga berupaya memerkosa dan melakukan kekerasan. Pemain yang kini memperkuat Madura United itu disebut-sebut memaksa R berhubungan badan, tapi ditolak. Kemudian pada penghujung 2018 Greg juga terlibat pertikaian karena diduga menghamili perempuan berinisial GH.

Dari rangkuman kasus-kasus di atas, ada aspek yang patut disayangkan karena nyaris tak ada pesepakbola yang mendapat hukuman setimpal atas kelakuannya. Marckho Sandy dan para pemain Sriwijaya FC misalnya, hanya beberapa hari dikurung dan setelah itu kembali dibebaskan.

Begitu pula dengan kasus Hilton dan Greg yang ujungnya tak beda jauh. Greg bahkan terus tampil tanpa beban dan masih tercatat sebagai penggawa klub raksasa Madura United.

Aktivis perempuan sekaligus Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan, Anita Dhewy menyebut mudahnya para pesepakbola ini lepas dari jerat hukum disebabkan cara berpikir aparat dan masyarakat dalam menilai kasus kekerasan seksual.

"Ketika misalnya korban atau penyintas mengungkapkan kasusnya untuk melaporkan, anggapan yang muncul masyarakat atau aparat bisa menyalahkan dia [korban], atau justru tidak ada tindak lanjut dari pihak berwenang terhadap si pelaku," ungkapnya kepada reporter Tirto, Rabu (13/2/2019) pagi.

Kondisi ini juga dipengaruhi aturan hukum di Indonesia yang belum memihak pada perlindungan korban. Akibatnya, banyak pelaku merasa tidak berbuat salah dan kasus serupa terus terulang.

"KUHP terkait hal-hal tentang pelecehan seksual belum berpihak ke korban, belum berangkat dari perspektif korban," imbuhnya.

Pada sisi lain, Anita meminta masyarakat dan aparat penegak hukum sadar bahwa pelecehan seksual adalah tindakan serius dan bisa dilakukan siapa saja, termasuk para pesepakbola dan publik figur. "Jangan dianggap publik figur tidak bisa melakukan tindak kejahatan, tidak menutup kemungkinan," ujar Anita.

Logika Keliru

Pesepakbola sering berdalih jika pelecehan seksual atau pemerkosaan terjadi karena "khilaf" dan ekspresi hasrat "ketidakpuasan" di atas lapangan. Namun, layakkah klaim "ketidakpuasan" ini diajukan sebagai pembelaan?

Sebuah jurnal yang diterbitkan Departemen Sosiologi, Universitas Nebraska, memberi keterangan lebih pasti. Penelitian itu secara tegas menyebut testosteron atlet yang menang pertandingan akan lebih tinggi dari sebelum pertandingan. Sebaliknya, atlet yang kalah testosteronnya akan menurun setelah pertandingan.

Dari teori tersebut, bisa disimpulkan bahwa menjadikan profesi dan rasa frustasi sebagai dalih untuk melakukan tindak pelecehan seksual adalah tindakan keliru.

Riset ini juga diakui Dex Glenniza, seorang analis sepakbola dan pegiat sport science yang juga merupakan Managing Editor Panditfootball.

"Jadi enggak ngaruh kalau orang bilang 'atlet capek habis bertanding, makanya dia enggak nafsu seks'. Itu juga kenapa, sudah rahasia umum, kebanyakan atlet senang cari 'panti pijat' kalau lagi bersantai," kata Dex kepada reporter Tirto, Selasa (12/2/2019) sore.

Menurut Dex, faktor psikologi pemain juga bisa berpengaruh terhadap potensi tindak pelecehan seksual. Faktor ini bisa menjelaskan kenapa banyak pesepakbola yang terkenal cenderung besar kepala dan menilai rendah yang lain. Ini seperti tampak dari kasus Simic.

"Atlet terutama pesepakbola, apalagi pemain asing di kesebelasan besar [Simic di Persija], biasanya suka merasa besar diri. Merasa banyak fans. Semua fans cewek ingin foto sama dia, seolah [dia pikir] gampangan," tambahnya.

Merugikan Diri Sendiri

Dalam bukunya yang berjudul 'Stronger: My Life Surviving Gazza', Sheryl Failes, mantan istri legenda sepakbola Inggris, Paul Gascoigne sempat menceritakan betapa bisa berbahayanya hasrat seorang atlet dalam hal seksualitas.

Failes menyebut Gascoigne selalu meminta bercinta, setidaknya 10 kali dalam sehari. Failes bahkan menyebut Gasciogne tetap memaksanya menuruti kemauan tersebut hingga lima tahun setelah keduanya bercerai.

Sebenarnya, dalam karyanya Failes ingin berpesan agar para atlet--khususnya pesepakbola--bisa lebih mengendalikan diri. Karena pada ujungnya, cara keliru pesepakbola dalam melampiaskan hasrat mereka dapat merugikan diri sendiri.

Dampak ini juga bisa ditarik ke kasus-kasus nyata. Kiper legendaris asal Jerman, Oliver Kahn meninggalkan istrinya yang tengah mengandung anak ketiganya untuk bisa berhubungan dengan perempuan lain. Konon tindakan ini yang membuat karier Kahn sempat redup.

Sementara Mark Bosnich dan Dwight Yorke pernah terlibat skandal seks di mana mereka mengundang empat perempuan ke rumah Yorke. Kasus yang disorot habis-habisan oleh media ini membuat reputasi keduanya anjlok.

Terakhir, ada pula striker Real Madrid, Karim Benzema. Sampai detik ini eks penggawa Olympique Lyon itu terasing dari timnas Perancis setelah skandal seksnya terungkap.

Baca juga artikel terkait KASUS PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Mufti Sholih