Menuju konten utama

Maria Walanda Maramis: Kartini dari Minahasa

Maria Walanda Maramis adalah pejuang emansipasi wanita dan pahlawan nasional dari Minahasa, Sulawesi Utara.

Maria Walanda Maramis: Kartini dari Minahasa
Maria Walada Maramis. FOTO/Istimewa

tirto.id - Bukan hanya R.A. Kartini saja yang berjuang untuk memajukan harkat dan martabat kaum hawa di Indonesia. Di Minahasa, ada sosok perempuan hebat yang jasa dan kiprahnya tidak kalah dari Kartini. Ia adalah Maria Walanda Maramis. Maria memperjuangkan emansipasi perempuan di Sulawesi Utara sejak akhir abad ke-19, semasa dengan Kartini.

Dilahirkan dengan nama lengkap Maria Josephine Catherine Maramis pada 1 Desember 1872 di Desa Kema, Minahasa Utara, ia merupakan anak bungsu dari pasangan Maramis dan Sarah Rotinsulu. Sejak berusia 6 tahun, Maria menjadi yatim piatu dan diasuh oleh pamannya yang tinggal di Maumbi, Minahasa Utara.

Maria sudah pandai membaca dan menulis serta sangat ingin mengetahui berbagai macam ilmu pengetahuan. Namun, ia hanya menempuh studi sampai tingkat sekolah dasar.

Kaum perempuan di Minahasa –juga di banyak daerah di Indonesia lainnya– saat itu memang belum memperoleh keleluasaan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Mereka diwajibkan tinggal di rumah, melakukan berbagai pekerjaan “perempuan” sambil menunggu datangnya lamaran pria pilihan orangtua.

Pada 1890, Maria menikah dengan Yoseph Frederik Calusung Walanda, seorang guru sekolah dasar di Manado. Lantaran itulah ia kemudian dikenal dengan nama Maria Walanda Maramis.

Maria mengikuti suaminya yang menetap di Manado. Ia semakin rajin membaca dan menulis, serta mengirimkan tulisan-tulisannya ke berbagai surat kabar. Maria kerap mengulas tentang pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan, berdasarkan pengalaman pribadi yang dialaminya.

Infografik Maria Walanda Maramis

Tanggal 8 Juli 1917, Maria dan beberapa rekannya mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT) yang menjadi wadah untuk memperjuangkan kaum perempuan di Minahasa. Organisasi ini berkembang pesat, bahkan mampu mendirikan sekolah khusus perempuan yang dinamakan Huishound School Pikat.

Selain itu, Maria juga membuka Sekolah Kejuruan Putri, lengkap dengan asramanya. Sang suami sangat mendukung perjuangan Maria dalam upaya memajukan kaum perempuan.

Tahun 1919, Minahasa Raad (semacam badan perwakilan rakyat daerah) dibentuk. Awalnya, hanya kalangan pria saja yang mempunyai hak suara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Maria berjuang agar kaum wanita juga memiliki hak memberikan suara terkait pemilihan calon anggota dewan.

Upaya Maria membuahkan hasil pada 1921. Sejak saat itu, perempuan berhak memberikan suaranya dalam pemilihan anggota Minahasa Raad. Bahkan, tidak hanya di tingkat Minahasa Raad. Berkat perjuangan Maria, kaum wanita juga dapat dipilih untuk menjadi anggota di badan-badan perwakilan rakyat lainnya, seperti Locale Raad dan Gemeentse Raad.

Maria wafat pada 22 April 1924 dalam usia 51 tahun. Untuk mengenang jasa besarnya bagi kemajuan kaum perempuan di Minahasa, dibangunlah monumen di Kecamatan Wenang, dekat Kota Manado. Setiap tanggal 1 Desember, hari kelahiran Maria, oleh masyarakat Minahasa diperingati sebagai Hari Ibu Maria Walanda Maramis.

Tahun 1969, Maria Walanda Maramis dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Baca juga artikel terkait GOOGLE DOODLE atau tulisan lainnya dari Oryza Aditama

tirto.id - Humaniora
Penulis: Oryza Aditama
Editor: Iswara N Raditya