Menuju konten utama

Mari Elka Khawatir Pajak & Ekspor Ketergantungan pada Energi Fosil

Mari Elka Pangestu mengatakan ketergantungan terhadap energi fosil ini suatu saat perlu dihentikan, jangan sampai pajak dan komoditas ekspor ketergatungan pada fosil.

Mari Elka Khawatir Pajak & Ekspor Ketergantungan pada Energi Fosil
Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu (kiri) menyampaikan materi saat Seminar ekonomi internasional di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Sabtu (14/9/2019). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nz

tirto.id - Penasihat Komisi Global Bidang Transformasi Energi Geopolitik di International Renewable Energy Agency (IRENA) Mari Elka Pangestu menyinggung ketergantungan Indonesia terhadap energi kotor untuk menunjang ekspor dan pendapatan pajak.

Mari Elka mengatakan ketergantungan ini suatu saat perlu dihentikan lantaran tren dunia mulai menunjukkan komoditas fosil akan ditinggalkan.

“Faktor sosial politik dan Indonesia yang tingkat ketergantungan minyak bumi dan batu bara masih tinggi untuk pajak dan ekspor itu akan jadi catatan,” ucap Mari dalam paparannya di Tribrata Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Jumat (17/1/2020).

Mari Elka yang belum lama ini ditunjuk sebagai direktur pelaksana Bank Dunia per 1 Maret 2020 mengatakan senang atau tidak, Indonesia harus menghadapi transisi energi yang bergerak ke arah yang lebih bersih.

Ia bilang penggunaan energi yang masih tradisional seperti minyak bumi dan batu bara bakal menemui puncaknya dalam beberapa tahun ke depan.

“Puncaknya di 2030 setelah itu akan mulai menurun,” ucap Mari.

Saat penggunaan energi itu menurun, ia bilang Indonesia harus siap menghadapinya. Jangan sampai saat permintaan atas energi kotor itu meredup, perekonomian Indonesia terdampak lantaran penerimaannya bersumber dari komoditas minyak dan batu bara.

Kekhawatiran ini, kata dia, juga semakin genting karena bank-bank sudah mulai menghentikan pendanaan bagi proyek berbasis energi fosil. Bila ini terjadi tentu penurunan permintaan akan sumber energi itu akan benar-benar terjadi.

“Misalnya Standard Chartered dari Inggris tidak memberi pinjaman pada pembangkit batu bara. Ini tekanan dari swasta dan konsumen. Lalu biaya renewable sudah banyak sekali turun,” ucap Mari.

Di akhir penjelasannya, Mari menambahkan kalau Indonesia perlu memiliki kesadaran untuk segera beralih pada energi bersih. Bahkan akan lebih baik kalau kaum mudanya bisa sesadar seperti di negara barat sampai dijuluki mengalami Greta Effect dari nama pejuang iklim asal Swedia yang masih berusia belasan tahun.

Namun, saat ini ia melihat kondisi itu belum banyak terbangun selayaknya negara barat yang sudah mulai menyeuarakan kesadaran iklim. Berbeda dengan Indonesia, ia melihat jika kesadaran itu sudah ada, seharusnya Pemilu 2019 kemarin akan sedikit banyak terdampak.

“Di Eropa kesadaran seperti itu sudah memengaruhi hasil pemilu (election outcome) tapi di kita belum. Awareness (kesadarannya) rendah,” ucap Mari.

Baca juga artikel terkait EKSPOR atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz