Menuju konten utama

Manuver Jokowi Meredam Protes Ciptaker ke PBNU, Muhammadiyah & MUI

Pemerintah mendatangi ormas-ormas keagamaan yang sebelumnya lantang menolak UU Cipta Kerja. Sebagian menyatakan tetap menolak; lainnya masih mengkaji.

Manuver Jokowi Meredam Protes Ciptaker ke PBNU, Muhammadiyah & MUI
Presiden Joko Widodo bersiap memimpin rapat terbatas (ratas) di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (7/7/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/POOL/foc.

tirto.id - Pemerintah menyosialisasikan UU Cipta Kerja kepada tiga organisasi keagamaan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, beberapa hari setelah peraturan ini disahkan, Senin 5 Oktober 2020. Sikap organisasi-organisasi ini tegas: kontra terhadap UU Cipta Kerja.

Muhammadiyah yang pertama kali menyatakan sikap menolak ketika dua organisasi lain masih abu-abu. Lewat surat resmi tertanggal 8 Juni 2020, mereka menyebut Cipta Kerja, saat itu masih berstatus RUU, sudah “amburadul sejak Naskah Akademik (NA) pada bangunan filosofis, sosiologis, dan yuridis.”

MUI dan PBNU menyuarakan kekecewaannya beberapa hari setelah peraturan ini disahkan. PBNU menyebut UU Cipta Kerja akan menindas rakyat kecil, sedangkan MUI menilai UU itu adalah hasil dari sistem perpolitikan Indonesia yang dikuasai oligarki.

Presiden Joko Widodo lantas meminta beberapa menterinya untuk menyambangi para petinggi organisasi keagamaan tersebut. Yang pertama didatangi adalah Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, 10 Oktober. Saat itu Ida bilang ia menjelaskan “tentang klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja.” “Kemudian kami mendiskusikannya karena beliau juga bersama pengurus PBNU yang lain,” kata Ida lewat keterangan resmi, dua hari setelahnya.

Namun setelah kedatangan Ida PBNU tak berubah sikap. Mereka mengatakan akan tetap mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK)

Jokowi kembali mengutus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno untuk mendatangi lagi rumah Said Aqil, kali ini dalam rangka menyerahkan naskah resmi UU Cipta Kerja, yang sudah diterima dari DPR RI pada 14 Oktober. Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Bey Machmudin mengatakan bahwa pertemuan itu berlangsung Minggu (18/10/2020).

Wartawan Tirto telah menghubungi empat petinggi PBNU untuk meminta konfirmasi terkait pertemuan itu dan bagaimana sikap PBNU setelahnya. Mereka adalah Said Aqil Siradj, Sekretaris Jenderal Helmy Faishal, dan dua ketua harian Robikin Emhas dan Marsudi Syuhud. Namun, hingga Senin (19/10/2020) kemarin, tak ada respons.

MUI Masih Kaji, Muhammadiyah Tetap Tolak

Pada Minggu itu juga, sore hari sekitar pukul 15, Praktino menyambangi rumah Wakil Ketua Umum MUI Muhyiddin Junaidi. Pratikno datang sendiri, sedangkan Muhyiddin ditemani oleh Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat Lukmanul Hakim.

Muhyiddin mengatakan acara sore itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan delegasi MUI bersama Jokowi di Istana Bogor, dua hari sebelumnya. Dalam pertemuan itu MUI meminta Jokowi mengeluarkan Perppu pembatalan UU Cipta Kerja. Namun Jokowi mengatakan tak bisa melakukan itu karena peraturan ini merupakan inisiatif Pemerintah.

MUI mengatakan penolakan masif beragam elemen masyarakat terhadap UU Cipta Kerja salah satunya karena tak adanya naskah resmi yang bisa diakses publik. Oleh karena itu MUI meminta naskah UU Cipta Kerja yang resmi. Atas dasar permintaan itulah Jokowi mengutus Praktikno datang ke rumah Muhyiddin, juga Said Aqil.

“Dengan itu maka MUI bisa mulai membahasnya. Karena yang beredar sejauh ini di media sosial belum [dapat] dipertanggungjawabkan keasliannya,” kata Muhyiddin kepada wartawan Tirto, Senin (19/10/2020) sore.

MUI tengah melakukan konsinyering untuk menelaah UU. Karena belum selesai dibahas, “sejauh ini belum ada sikap terbaru dari MUI,” kata Muhyiddin. Namun jika ada hal-hal yang melanggar konstitusi dan UU lainnya, Muhyiddin bilang MUI tak segan untuk bersikap.

Satu hari sebelum Pratikno mendatangi Said Aqil dan Muhyiddin, 17 Oktober, Menaker Ida mendatangi kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta. Hal tersebut dibenarkan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti kepada wartawan Tirto, Senin sore.

Namun Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas mengatakan kedatangan Ida bukan untuk sosialisasi UU Cipta Kerja. “Pembahasannya di luar itu,” kata Busyro saat dikonfirmasi wartawan Tirto, Senin sore.

PP Muhammadiyah adalah salah satu organisasi masyarakat yang getol dan lantang menolak RUU Cipta Kerja. Bahkan tiga bulan sebelum Muhammadiyah mengirim surat ke Presiden Jokowi untuk meminta draf RUU dicabut pada 8 Juni, Muhammadiyah juga sudah meminta DPR RI menghentikan pembahasan karena negara harusnya memprioritakan penanganan pandemi.

PP Muhammadiyah, kata Busyro, masih tetap menolak bahkan setelah didatangi Menteri Ida.

“Sejak awal kita itu menolak RUU Cipta Kerja. Sampai sekarang pendirian Muhammadiyah tetap tidak berubah,” katanya.

Baca juga artikel terkait UU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino