Menuju konten utama

Mantan Dirut PT DGI Dituntut 7 Tahun Penjara di Korupsi Wisma Atlet

Atas tuntutan itu, Dudung akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 8 November 2017.

Mantan Dirut PT DGI Dituntut 7 Tahun Penjara di Korupsi Wisma Atlet
Terdakwa kasus korupsi pengadaan alkes RS Khusus Pendidikan Kedokteran di Universitas Udayana dan kasus proyek Wisma Atlet Palembang Sumatra Selatan Dudung Purwadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (6/9/2017). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Mantan Direktur Utama PT Duta Graha Indah (DGI) Dudung Purwadi dituntut 7 tahun penjara dalam perkara korupsi proyek pembangunan Wisma atlet dan pembangunan rumah sakit khusus Universitas Udayana, Bali.

Selain pidana badan, jaksa menuntut Dudung membayar denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Supaya majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Dudung Purwadi terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dudung Purwadi berupa penjara selama 7 tahun ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Kresno Anto Wibowo di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (30/10/2017).

Dudung sebagai Direktur Utama PT DGI datang menemui pemilik Anugerah Grup Muhammad Nazarudin yang telah dikenal di kalangan kontraktor (pengusaha jasa konstruksi) sebagai orang yang punya kekuasaan dalam mengatur anggaran dan menentukan calon pemenang penyedia jasa (rekanan) untuk proyek-proyek pemerintah yang dibiayai dari dana APBN.

"Terdakwa selanjutnya membuat komitmen dengan Muhammad Nazaruddin yang pada intinya PT DGI akan dibantu dalam mendapatkan beberapa proyek pemerintah dan imbalannya PT DGI akan memberikan fee kepada Grup Anuegarah yang dipimpin Muhammad Nazaruddin," tambah Jaksa Kresno.

Dalam dakwaan pertama, yaitu dalam pembangunan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009, PT DGI mendapat keuntungan Rp6,78 miliar dan pada 2010 mendapat keuntungan Rp17,998 miliar sehingga total yang diperoleh adalah Rp24,778 miliar.

Sedangkan M Nazaruddin yang juga pemilik Anugerah Grup menerima pemberian dari PT DGI sebagai realisasi dari "commitment fee" yang disepakati yaitu sebesar Rp9,274 miliar untuk tahun 2009 dan Rp1,016 miliar untuk tahun 2010 sehingga totalnya adalah Rp10,29 miliar.

"Selain itu terdakwa selaku Direktur Utama PT DGI juga memperoleh bonus dan mendapat pembagian deviden yang dibagikan setiap tahunnya karena terdakwa mempunyai kepemilikan saham PT DGI sebanyak 150 juta lembar saham yang seluruhnya bernilai Rp15 miliar sehingga unsur memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi telah dapat dibuktikan," tambah Jaksa Kresno.

Berdasarkan perhitungan kerugian keuangan negara dalam proyek RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009 dan 2010 karena ada penyimpangan calon pemenang lelang sudah diarahkan kepada perusahaan tertentu sebelum proses lelang dimulai mencapai Rp25,953 miliar.

Dalam persidangan diketahui pengembalian keuntungan hasil tindak pidana korupsi kepada negara antara lain uang sebesar Rp15,124 miliar dari PT DGI yang sekarang berubah menjadi PT Nusa Konstruksi Enjinering (NKE), Tbk. Saat ini uang yang dikembalikan itu sudah dititipkan di rekening titipan KPK dan selanjutnya disita penyidik KPK dalam perkara atas nama tersangka korporasi PT NKE.

"Karena uang tersebut merupakan keuntungan yang tidak sah yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara maka sepatutnya terhadap uang tersebut dirampas untuk negara dan nanti baru akan diperhitungkan dalam perkara lainnya yaitu perkara tindak pidana korupsi atas nama tersangka korporasi PT NKE, dengan demikian terdakwa dalam perkara ini tidak dibebankan uang pengganti," tambah jaksa Kresno.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, PT DGI adalah rekanan dalam proyek pembangunan Wisma Atlet dan gedung serbaguna provinsi Sumatera Selatan yang mendapat keuntungan Rp42,717 miliar.

M Nazaruddin dan Anugerah Grup menerima pemberian dari PT DGI sebagai realisasi "commitment fee" yang disepakati terdakwa sebelumnya sebesar Rp4,675 miliar sedangkan Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlit Palembang (KPWA) Rizal Abdullah sebesar Rp400 juta. Anggota KPWA lain dan panitia pengadaan juga menerima fee dari PT DGI yang diserahkan Mohammad El Idris dan Wawan Kurniawan dengan jumlah bervariasi sehingga totalnya mencapai Rp1,015 miliar.

Sekretaris Menpora saat itu Wafid Muharam juga menerima cek tunai dari PT DGI senilai Rp3,2 miliar yang diserahkan Moh El Idris bersama Mindo Rosalina Manulang di kantor Kemenpora tapi saat penyerahan cek ketiganya tertangkap KPK.

Sehingga total kerugian negara dari proyek Wisma Atlet Sumsel mencapai Rp54,7 miliar Namun PT DGI yang sekarang berubah jadi PT NKE juga sudah menitipkan uang sebesar Rp24 miliar kepada rekening penitipan KPK dan disita penyidik atas nama tersangka korporasi PT NKE pada 15 Agustus 2017 sehingga Dudung juga tidak dibebankan uang pengganti.

"Karena terdakwa merupakan Dirut PT DGI yang bertindak mewakili perusahaan maka kesepakatan atau komitmen yang dilakukan dengan Nazaruddin merepresentasikan kesepakatan yang dilakukan perusahaan yaitu PT DGI sehingga ditindaklanjuti pelaksanaannya oleh jajaran bawahannya agar PT DGI mendapat beberapa proyek pemerintah," ungkap jaksa.

Atas tuntutan itu, Dudung akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 8 November 2017.

Baca juga artikel terkait KORUPSI WISMA ATLET atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri