Menuju konten utama

Mantan Dirjen Hubla Divonis 5 Tahun Lebih Rendah dari Tuntutan JPU

Mantan Dirjen Hubla Antonius Tonny Budiono divonis majelis hakim Tipikor 5 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan Jaksa 7 tahun penjara.

Mantan Dirjen Hubla Divonis 5 Tahun Lebih Rendah dari Tuntutan JPU
Terdakwa kasus suap proyek pada Kementerian Perhubungan yang juga mantan Dirjen Hubla Antonius Tonny Budiono menyimak kesaksian Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Rabu (28/3/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Majelis hakim tindak pidana korupsi memvonis mantan Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Antonius Tonny Budiono 5 tahun penjara. Tonny terbukti secara sah melanggar dakwaan pertama dan dakwaan kedua dalam perkara suap perizinan Dirjen Hubla.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp300 juta yang kemudian apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (17/5/2018).

Vonis hakim lebih rendah daripada tuntutan jaksa. Jaksa menuntut hukuman tujuh tahun penjara dan denda 300 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Dalam pertimbangan putusan hakim, hal yang memberatkan hukuman Tonny karena mantan Dirjen Hubla itu tidak mendukung kegiatan pemberantasan korupsi. Sementara itu, hal yang meringankan adalah Tonny belum pernah dihukum, dirinya berterus terang dalam persidangan dan mengakui kesalahan, serta pertimbangan pengabdiannya kepada negara.

Hakim memaparkan, Tony menerima uang dari PT Adiguna Keruktama untuk perizinan sejumlah proyek, yaitu Proyek Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah Tahun Anggaran (TA) 2016, Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur Tahun Anggaran (TA) 2016, Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung Emas Semarang TA 2017.

Antony dinilai terlibat menyetujui penerbitan Surat Ijin Kerja Keruk (SIKK) untuk PT Indominco Mandiri, PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten dan KSOP (Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) Kelas I Tanjung Emas Semarang yang proyek pengerukannya dilaksanakan oleh PT Adiguna Keruktama, yang bertentangan dengan kewajibannya selaku Penyelenggara Negara.

Antony pun terbukti menerima uang secara bertahap dengan jumlah uang mencapai Rp2,3 miliar yang ditempatkan pada Tabungan MANDIRI 12100 KCP Pekalongan Alun Alun 13907 nomor rekening 1390017128988 berikut PIN dan kartu ATM Mandiri Visa Platinum Debit Nomor Kartu 4617005128520620 dari Adiputra Kurniawan selaku Komisaris PT Adiguna Keruktama. Tonny terbukti telah menggunakan uang tersebut sebesar Rp1.144.362.954 sehingga sisa uang yang masih ada di dalam rekening nomor 1390017128988 atas nama Joko Prabowo yang diterima oleh Terdakwa adalah sejumlah Rp1.155.637.046.

Selain itu, Tony juga terbukti menerima gratifikasi berupa uang tunai sejumlah Rp5.815.579.000, $479.700, EUR4.200, GBP15.540, 700.249 dolar Singapura, RM11.212.

Antony pun dinilai menerima berbagai macam barang yang memiliki nilai ekonomis yang seluruhnya setelah ditaksir/nilai oleh PT Pegadaian dengan total sejumlah Rp243.413.300. Padahal, Tony sudah menerima gaji dan honor dari Dirjen Hubla Kemenhub sebesar Rp1.139.536.300 dan memiliki penghasilan sebagai Anggota Dewan Komisaris PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) periode September 2016 sampai dengan Agustus 2017 mencapai Rp931.315.854,00.

Antony terbukti melanggar dakwaan pertama primer pasal 12 huruf b UU 31 tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 KUHP dan dakwaan kedua melanggar pasal 12 B UU 31 tahun 1999 jo UU 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 65 KUHP.

Baca juga artikel terkait SUAP DIRJEN HUBLA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri