Menuju konten utama

Manipulasi Tender Proyek Kapal Listrik PLN

Selain dugaan memanipulasi harga perkiraan tender, ada skema rente memasok BBM kapal hingga nilainya membengkak Rp687 miliar/tahun.

Manipulasi Tender Proyek Kapal Listrik PLN
Ilustrasi Dugaan korupsi tender proyek kapal listri PLN. tirto/Lugas

tirto.id - “Anda wartawan mana? Saya terus terang tersinggung. Anda tanya seperti saya ini maling.”

Sepenggal kalimat itu keluar dari mulut Direktur Utama PLN (Persero) Sofyan Basir pada 18 Maret 2019. Ia marah setelah saya mengajukan beberapa pertanyaan soal proyek sewa kapal Marine Vessel Power Plant (MVPP) alias tender tongkang pembangkit listrik PLN pada 2015. Sebulan kemudian, Sofyan ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus suap PLTU Riau-1.

“Tanya ke direktur pengadaan," kata Sofyan. "Saya enggak ngurusin teknis."

Sofyan benar. Ia tidak mengurusi teknis. Namun, ia adalah Direktur Utama PLN. Ia bertanggung jawab atas semua proyek di PLN, termasuk proyek sewa kapal listrik PLN.

Proyek pembangkit listrik terapung ini digagas semasa kepemimpinan Sofyan, masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PLN periode 2015-2024. Kapal MVPP nantinya digunakan buat memenuhi kebutuhan listrik di lima wilayah, yakni Ambon, Kupang, Lombok, Sulawesi Utara, dan Sumatera Utara.

Proyek kapal listrik PLN tidak permanen, melainkan hanya untuk menyokong proyek listrik 35 ribu Megawatt yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. Sementara pembangkit listrik 35.000 MW itu sedang dibangun, ambisi Jokowi dalam proyek infrastruktur ketenagalistrikan, kebutuhan listrik untuk sementara dipenuhi dari kapal listrik yang disewa PLN.

Jokowi sendiri yang meresmikan pengoperasian pembangkit listrik terapung di Nusa Tenggara Timur pada Desember 2016. Kapal itu mendarat di Pelabuhan Laut Bolok, Kupang Barat. Dalam satu bingkai foto peresmian, terlihat Jokowi didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno dan Sofyan Basir. Selain itu, tampak Adi Radja, perwakilan Karpowership Indonesia yang memenangkan tender proyek MVPP tersebut.

“Khusus untuk kapal ini, bisa menyuplai 60 Megawatt untuk 230 ribu pelanggan rumah tangga,” klaim Jokowi saat itu.

Latar Timeline Korupsi PLN​

Presiden Jokowi saat meresmikan operasional salah satu kapal listrik PT Karpowership yang disewa PLN di Pelabuhan Bolok, Kupang (28/12/2016). Jokowi ditemani Menteri BUMN Rini Soemarno, Dirut PLN Sofyan Basir, Gubernur NTT saat itu Frans Lebu Raya, dan pengusaha Adi Radja, pemenang tender proyek. Ilustrasi/Lugas

Awal Mula Tender

Pada 25 Maret 2015, PLN mengumumkan tender pra-kualifikasi dengan skema Independent Power Producer (IPP). Perusahaan yang tertarik ikut tender dipersilakan mengambil dokumen tender pada 20-30 April 2015.

Di sini mulai ada kejanggalan. Laporan katadata.co.id saat itu, segelintir media yang mencurigai tender tersebut, menyebutkan PLN membatalkan pengumuman tender pada 20 April. PLN secara tiba-tiba mengubah skema proyek, sehingga membatalkan mekanisme IPP.

IPP adalah satu istilah tata kelola listrik nasional buat menjelaskan model kerja sama perusahaan produsen listrik swasta menjual listrik ke PLN. Swasta boleh terlibat menyediakan pembangkit, lalu disewa oleh PLN; salah satu embrionya adalah PLTU Paiton yang menerangi Jawa-Bali.

Pada 13 Mei 2015, PLN kembali mengumumkan tender tapi dengan syarat berbeda. Tongkang (barge) harus bisa beroperasi pada Agustus 2015; harus menggunakan dobel bahan bakar (dual firing), yakni minyak dan gas; tahun pembuatan kapal setelah 2010; dan kapal menggunakan baling-baling (self-propelled). Dokumen tender bisa diambil pada 19-22 Mei 2015.

Lagi-lagi, pada 19 Mei, PLN kembali menunda jadwal pengambilan dokumen tender. Sepuluh hari kemudian, PLN mengumumkan tender ulang dengan mengurangi syarat kapal tanpa baling-baling. Hasilnya, hanya kapal Karadeniz Powership Zeynep Sultan dari Turki yang lolos spesifikasi tersebut. Di Indonesia, operasional kapal ini di bawah naungan PT Karpowership Indonesia, anak perusahaan Karpowership International DMCC di Turki.

Menurut laporan katadata.co.id, berdasarkan informasi dari sumber anonim, perubahan syarat dan spesifikasi kapal itu mengarah pada spesifikasi kapal Karadeniz. Anehnya lagi, persyaratan dobel bahan bakar itu belum laik kualifikasi pada Agustus 2015 karena belum ada suplai gas di lima lokasi itu.

Tender pun dianggap selesai dengan skema biaya sewa sesuai produksi listrik yang dihasilkan pembangkit listrik terapung milik Karpowership. Kepala humas PLN I Made Suprateka, yang dikonfirmasi Tirto mengenai tender proyek empat tahun lalu itu, mengklaim skema tersebut membuat PLN lebih hemat dan efisien.

“Yang kami sewa sesuai bayarannya berapa prestasi yang kami konsumsi dari mereka. Jadi ini seperti bejana berhubungan, nanti produksinya turun, biaya yang kami keluarkan pun turun,” ujar Suprateka kepada Tirto pada 22 Maret 2019.

Suprateka membantah ada kejanggalan dalam proses tender. Menurutnya, tidak ada perubahan syarat selama proses tender. "Terus terang saya perlu pendalaman soal itu tetapi saya meyakini pada waktu tender itu terbuka, itulah yang diatur dalam pengadaan, melalui tender terbuka, pesertanya saat itu 24 perusahaan tetapi yang mengembalikan (berkas) hanya tiga," katanya.

Septa Hamid, saat tender proyek itu menjabat Kepala Divisi Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Management/ SCM) PLN, berkata kepada Tirto bahwa "yang namanya perubahan itu ada di dokumen."

"Sekarang coba [lihat] di dokumennya, ada perubahan enggak?" tambah Hamid. "Dokumen itu dipegang oleh bidder."

Klaim dokumen terbuka buat publik tak sepenuhnya terbukti. Dokumen pengumuman tender dan pesertanya tidak bisa diakses publik. Pada laman E-procurement, tidak ada keterangan soal tender kapal listrik PLN itu. Dokumen pengumuman lelang itu memang pernah diunggah tapi sudah tak bisa diakses.

Tirto sudah mengajukan permohonan informasi ke Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi PLN, tapi pihak pejabat yang berkewajiban memenuhi layanan informasi publik enggan memberikan dokumen tender dengan dalih "rahasia".

Sebaliknya, Septa Hamid mengatakan dokumen itu sebenarnya bukan dokumen rahasia. Namun, ketika Tirto memintanya, Hamid menolak memberikannya dengan alasan dokumen itu tidak di tangan dia.

"Dokumen itu sudah diambil oleh penyidik. Kami enggak bisa memberikan," ujar Hamid.

Kejanggalan Nilai Harga Perkiraan Sendiri

Usai tender, direksi PLN segera memutuskan harga perkiraan sendiri alias HPS. PLN menaksir total uang sewa kapal listrik milik Karpowership senilai Rp7,8 triliun per tahun untuk lima lokasi dengan rincian: Amurang (Sulawesi Utara) berkapasitas 120 MW; Ambon, Kupang, dan Lombok masing-masing berkapasitas 60 MW; dan Belawan (Sumut) berkapasitas 240 MW. Nilai HPS ini disahkan dalam Keputusan Direksi di Luar Rapat Nomor 056-1/DIR/2015 bertanggal 12 Agustus 2015.

Besaran nilai proyek itu membuat Kejaksaan Agung turun tangan lewat Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4), yang baru seumur jagung. TP4 dibentuk di bawah kejaksaan buat mengawasi proyek strategis nasional Jokowi. Saat itu Ketua Pengarah dan Penggerak TP4 dipegang oleh Jaksa Agung Muda Intelijen Adi Toegarisman. Pada akhir 2016, setelah proyek kapal listrik PLN berjalan, Kejaksaan Agung mengklaim PLN berhemat Rp1,5 triliun per tahun. (Toegarisman kini menjabat Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus/ Jampidsus.)

Namun, klaim PLN bisa menghemat—baik oleh humas PLN I Made Suprateka maupun tim TP4 Kejaksaan Agung—terbantahkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap subsidi listrik tahun anggaran 2016.

Dalam laporannya, BPK menyebut negara kehilangan potensi menghemat anggaran karena harga perkiraan sendiri (HPS) atas tender proyek MVPP "tidak wajar".

BPK mencatat, nilai HPS untuk komponen A, B, D lebih tinggi Rp1,01 triliun. Nilai HPS seharusnya hanya Rp6,8 triliun, bukan Rp7,8 triliun seperti yang disahkan PLN. Komponen A adalah biaya tetap (fixed cost) untuk mesin kapal; sementara komponen B dan D adalah biaya operasi dan pemeliharaan (operating & maintenance cost).

BPK menyebut Kadiv SCM Septa Hamid melakukan kesalahan dalam penghitungan HPS. Akibatnya, nilai kontrak sewa kapal listrik per tahun membengkak. Perhitungan BPK, nilai proyek per tahun untuk komponen A, B, D menjadi lebih tinggi Rp521,86 miliar dari HPS yang dikoreksi BPK.

Selain itu, BPK menemukan tidak ada rekomendasi value for money atas kontrak yang dibuat oleh PLN. Mekanisme value for money adalah konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas; bagian dari akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara.

Atas kesalahan itu, BPK meminta PLN melakukan negosiasi ulang nilai proyek kapal listrik dengan PT Karpowership Indonesia. Negosiasi itu berujung pada penurunan harga Rp115 miliar per tahun untuk lima lokasi MVPP sesuai amandemen perjanjian pada 18 Agustus 2017.

Skema Rente Rantai Pasokan BBM

Tirto menyimpulkan: pembuatan harga perkiraan sendiri (HPS) terkesan direncanakan. Ini terlihat pada biaya komponen C atau ongkos kirim bahan bakar.

PLN menganggarkan harga rata-rata MOPS $380/ton untuk bahan bakar kapal (heavy fuel oil/HFO), ditambah biaya transportasi dan penanganan senilai $90/ton. Nilai ini tidak berubah dalam kontrak dengan PT Karpowership Indonesia. (MOPS akronim dari Mid Oil Platts Singapore: acuan harga transaksi minyak mentah dan BBM di kawasan Asia Tenggara.)

Kadiv SCM Septa Hamid yang mengurusi HPS menolak menjelaskan dari mana hitungan biaya transportasi dan penanganan senilai $90/ton.

“Tentu ada hitungannya, dong. Dan ada yang mengawasi,” ujar Hamid kepada Tirto.

Jika Hamid mengklaim nilai $90/ton sudah sesuai hitungan PLN, keterangannya justru menguatkan dugaan ada manipulasi nilai proyek untuk keuntungan Karpowership. Temuan kami: nilai $90/ton adalah skema rente tiga perusahaan untuk mengeruk duit PLN.

Karpowership Indonesia sebagai pemenang tender dipasrahi PLN untuk mencari bahan bakar. Ia kemudian menggandeng PT Tiga Lentera Adhya sebagai rekanan untuk penyediaan, transportasi, dan penyimpanan bahan bakar. Pada Mei 2016, keduanya meneken perjanjian kerja sama.

PT Tiga Lentera Adhya adalah perusahaan milik Adi Radja. Di perusahaan itu, Adi Radja menjabat direktur sekaligus pemegang saham mayoritas (Rp11,8 miliar). Sementara di Karpowership Indonesia, Adi Radja memiliki saham Rp649 juta. Adi Radja adalah wakil Karpowership Indonesia pemenang tender proyek MVPP, sosok yang terlihat berfoto bareng Presiden Jokowi saat peresmian operasi kapal listrik apung itu di Kupang pada Desember 2016.

Dalam dokumen kontrak antara PT Tiga Lentera Adhya dan Karpowership untuk pengadaan BBM yang diperoleh redaksi Tirto, biaya kargo BBM $90/ton itu tidak cuma dinikmati oleh PT Tiga Lentera Adhya, tapi juga berbagi dengan Karpowership International DMCC, induk Karpowership Indonesia di Turki.

Skemanya: PT Tiga Lentera Adhya membeli BBM dari Karpowership International DMCC dengan perhitungan MOPS $380/ton plus $40/ton serta ongkos kirim $15/ton. Ada margin $40/ton yang dinikmati Karpowership DMCC. Lalu, PT Tiga Lentera Adhya menjual BBM kapal ke Karpowership Indonesia dengan perhitungan MOPS plus ongkos kirim $80/ton. Dari sini ada selisih ongkos kirim $25/ton yang dinikmati perusahaan Adi Radja.

PT Tiga Lentera Adhya tak cuma membuat tagihan kepada Karpowership Indonesia, tapi juga bikin satu invois lagi dengan perhitungan sesuai kontrak dengan PLN, yakni harga MOPS plus ongkir BBM $90/ton. Maka, ada selisih ongkir $10/ton yang masuk ke kantong Karpowership Indonesia.

Pendeknya, skema memasok bahan bakar kapal listrik yang disewa PLN itu, yang diserahkan kepada Karpowership Indonesia lewat tangan Adi Radja, memunculkan margin biaya kargo BBM yang dinikmati oleh Karpowership International, PT Tiga Lentera Adhya, dan Karpowership Indonesia.

Infografik HL Indepth Korupsi PLN

Infografik Dugaan manipulasi tender proyek kapal listrik PLN. tirto.id/Lugas

Sekilas ongkos kirim bahan bakar senilai $90/ton itu kecil. Namun, jumlahnya fantastis bila dikalikan total impor bahan bakar buat kapal listrik (MVPP) yang disewa PLN.

Sebagai gambaran, total BBM yang diimpor untuk kebutuhan MVPP pada 2017 mencapai 587.000 ton. Dengan asumsi kurs rupiah saat itu Rp13 ribu/dolar, total duit PLN yang menetes untuk sistem rente itu mencapai Rp687 miliar (Rp13 ribu x 90 x 587.000 ton).

Soal ada dugaan skema rente dalam pengadaan BBM kapal, Kadiv SCM Septa Hamid berkelit. “Apa yang ada di kontrak itu yang bisa saya sampaikan. Nah, masalah di luar kontrak, kami tidak bisa mengetahui kebenarannya."

Karpowership Indonesia tutup mulut soal dugaan skema rente. Lewat jawaban tertulis, Direktur Wilayah Asia Karpowership International Ufuk Berk cuma menjawab singkat, "Seluruh penyediaan [BBM kapal] disiapkan oleh PLN atas seizin PLN."

Adi Radja pun demikian. Ia tidak merespons upaya konfirmasi Tirto. Sandra Kusuma, sekretarisnya, menolak wawancara dengan Tirto. “Saya enggak tahu apa-apa,” katanya di kantor PT Tiga Lentera Adhya, akhir April kemarin.

Menanggapi skema rente pasokan bahan bakar itu, Dirut PLN Sofyan Basir justru meminta agar temuan ini diadukan ke penegak hukum.

“Kalau kamu yakin ada kebocoran luar biasa, kamu aduin,” kata Sofyan.

Sayang, Sofyan semakin sulit diminta konfirmasi lagi. Ia ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam dugaan kasus suap PLTU Riau-1 pada 23 April 2019.

=========

Pandji Putranda terlibat menyiapkan materi visual laporan. Louis Lugas membuat materi visual. Wan Ulfa Nur Zuhra membuat visualisasi interaktif. Frendy Kurniawan membantu riset laporan. Dieqy Hasbi Widhana terlibat sebagai rekanan editor.

Baca juga artikel terkait KORUPSI PLN atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Bisnis
Reporter: Arbi Sumandoyo, Mawa Kresna & Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam