Menuju konten utama

Manajer-manajer Tak Tersentuh di Sepakbola

Profesi sebagai manajer klub sepakbola merupakan salah satu pekerjaan dengan tekanannya paling besar. Hasil buruk atau kegagalan memenangkan kejuaraan membuat para manajer rawan dipecat sewaktu-waktu. Namun, beberapa nama tetap mampu bertahan cukup lama di klubnya.

Manajer-manajer Tak Tersentuh di Sepakbola
Arsene Wenger [Foto/PA Wire/PA Photos]

tirto.id - Marcelo Bielsa meradang, lantas membuat keputusan yang sangat mengejutkan. Pada awal musim kompetisi 2016/2017 lalu, manajer berpengalaman asal Argentina itu memutuskan untuk menyudahi kontraknya dengan klub Serie A Italia, Lazio.

Silakan tebak berapa lama ia sudah menangani klub asal kota Roma itu. Hanya dua hari!

Bielsa memang dikenal sebagai sosok eksentrik nan kontroversial. Namun, menangani sebuah klub hanya selama dua hari tetaplah aneh, bahkan untuk ukuran seorang Bielsa sekalipun.

Bielsa ngambek dan mundur karena presiden Lazio, Claudio Lotito, tidak mengindahkan permintaannya untuk membeli pemain baru.

"Saya awalnya dijanjikan empat pemain baru untuk ambil bagian dalam latihan perdana pada 5 Juli. Namun, tak satu pun yang datang,” ujarnya kepada Goal.com.

Terlepas dari kontroversi Bielsa, Serie A Italia memang tergolong sebagai liga yang klub-klubnya sangat doyan gonta-ganti pelatih. Berdasarkan riset yang dikeluarkan oleh International Centre for Sport Studies (CIES) Football Observatory Swiss per Maret 2016, Serie A tercatat sebagai liga terkejam dengan rata-rata masa jabatan manajer klub hanya menyentuh 9 bulan.

CIES melakukan riset untuk mengukur rata-rata masa jabatan manajer aktif di lima liga terbaik di dunia. Kelima liga menjadi obyek penelitian antara lain Serie A Italia, Bundesliga Jerman, Ligue 1 Perancis, Liga Primer Inggris, dan La Liga Spanyol.

Hasilnya, Ligue 1 Perancis muncul sebagai liga paling “ramah” terhadap manajer. Para manajer di liga ini memiliki rerata masa jabatan hingga 16 bulan.

Posisi liga “ramah manajer” kedua di luar dugaan ditempati oleh Liga Primer Inggris dengan rerata 14,5 bulan. Status Liga Primer yang disebut-sebut sebagai liga terbaik dunia yang penuh tekanan ternyata tak serta-merta membuatnya jadi neraka bagi para manajer.

Posisi ketiga ditempati oleh Bundesliga Jerman dengan rerata13 bulan, sementara La Liga menguntit di posisi keempat dengan rerata 10 bulan.

Dan, ya, Serie A Italia ada di posisi terakhir lewat rerata 9 bulan, sama seperti waktu hidup seorang janin manusia dalam kandungan ibunya. Namun, masa kandungan 9 bulan itu bisa saja dipersingkat oleh klub-klub Italia yang dikenal sebagai “raja tega” dalam urusan pecat-memecat manajer karena sepakbola Italia memang lekat dengan kultur mendewakan hasil akhir.

Catatan CIES menunjukkan bahwa rata-rata masa jabatan manajer di seluruh liga itu sebesar 12 bulan. Artinya, seorang manajer hanya diberi waktu satu tahun untuk menunjukkan kinerja positifnya atau berakhir dengan pemecatan.

Siapakah manajer paling awet?

Data CIES juga mencakup siapa manajer yang paling awet bertahta di lima liga terbaik dunia. Hasilnya sama sekali tidak mengejutkan : Arsene Wenger!

Manajer asal Perancis itu total telah menjalani 233 bulan--per Maret 2016--selama 20 tahun kariernya di Arsenal. Dengan waktu sepanjang itu, Wenger telah menyaksikan datang dan perginya banyak hal : para pemain bintang, manajer-manajer pesaing, stadion klub, bahkan gelar juara (khusus untuk gelar Liga Inggris, pergi dan belum datang kembali).

Prestasi Wenger bertahan di Arsenal adalah sesuatu yang patut diapresiasi mengingat Liga Primer juga dikenal ganas terhadap para manajer. Telegraph mencatat, Liga Primer telah mempekerjakan sebanyak 215 manajer dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1995-2015).

Bertahannya Wenger di Arsenal sangat bergantung kepada stabilitas yang diberikannya kepada tim berjulukan Meriam London itu. Meskipun sudah lama tidak mencicipi gelar domestik maupun regional, namun Wenger selalu konsisten menempatkan Arsenal di posisi 4 besar klasemen sehingga selalu lolos ke Liga Champions.

Wenger juga pelatih yang piawai di bursa transfer. Ia dikenal jago memilih pemain muda potensial, memolesnya hingga matang, lalu menjualnya dengan harga tinggi. Sebagai pemegang gelar master ekonomi dari University of Strasbourg, Wenger sangat ahli dalam menangani keuangan Arsenal, khususnya di tengah krisis keuangan yang melanda Eropa beberapa tahun terakhir.

Faktor Pengawet

Stabilitas prestasi dan performa klub adalah faktor penting yang menentukan awet tidaknya rezim seorang pelatih. Hal ini dapat kita saksikandari rekam jejak manajer-manajer terlama lainnya. Selain itu, sebagian besar dari mereka biasanya bekerja di klub-klub kecil atau menengah. Mereka kemudian dikenang (dan dipertahankan oleh klub) karena berhasil meningkatkan status klub-klub tersebut menjadi klub menengah atau bahkan klub besar.

Mari kita lihat pengisi daftar berikutnya :

Manajer dengan masa bakti terpanjang kedua di daftar CIES adalah Christophe Galtier dari klub Saint-Etienne di Ligue 1 Perancis. Ia sudah menjabat selama 75 bulan atau sejak 2009. Uniknya, Galtier baru berusia 50 tahun. Bandingkan dengan Wenger yang hampir berusia 67 tahun.

Galtier merupakan sosok pelatih bertangan dingin yang mampu mengatur klub kecil seperti Saint Etienne sehingga mampu bersaing di tingkat elite Ligue 1. Prestasi terbesar Gaultier adalah saat ia membawa klubnya memenangkan Piala Liga Perancis pada musim 2012/2013.

Galtier juga konsisten membawa Saint Etienne berkompetisi di Liga Europa—kompetisi kasta kedua Eropa—sejak musim 2014/2015. Berdasarkan catatan Transfermarkt, Galtier juga memiliki rekor kepelatihan yang cukup baik : 43,8% menang, 27,5% seri, dan 28,8% kalah. Sebagai bonus, Galtier juga tercatat sebagai pelatih yang mengorbitkan pemain-pemain yang kini menyandang status bintang seperti Dimitri Payet, Blaise Matuidi, dan Bafetimbi Gomis.

Dua manajer lainnya yang masuk daftar CIES juga tercatat memoles klub kecil : Giampiero Ventura di Torino (posisi ketiga; 57 bulan) dan Markus Weinzierl di Augsburg (posisi kelima; 45 bulan). Sebagai catatan, Giampiero Ventura saat ini “terpaksa” menghentikan rekor jabatannya setelah ditunjuk menjadi pelatih tim nasional Italia.

Ventura sepanjang sejarahnya hampir selalu menangani klub-klub medioker atau mereka yang lebih banyak bergelut dengan degradasi. Tapi, justru di sanalah keistimewaan Ventura. Ia memiliki rekam jejak sangat panjang dalam mempromosikan klub-klub dari Serie B untuk naik ke Serie A. Klub-klub medioker seperti Lecce, Cagliari, Bari, dan terakhir Torino adalah deretan klub yang dibawanya merangkak dari Serie B untuk mencicipi madu kompetisi kasta tertinggi Serie A.

Uniknya, sebelum memoles Torino, Ventura dikenal sebagai seorang pengembara yang tidak betah berdiam diri dalam waktu lama di satu klub. Namun, catatan itu berbuah begitu ia memoles tim berjulukan Sang Banteng itu. Pria berusia 68 tahun ini seketika berubah menjadi seorang manajer yang setia dan betah berlama-lama di klub asal kota Turin itu.

Tak cukup hanya mengubah Torino dari klub spesialis bulan-bulanan menjadi salah satu kuda hitam, Ventura juga merintis generasi pemain muda yang bersinar di Serie A. Ventura mengorbitkan nama-nama seperti Ciro Immobile, Matteo Darmian, Alessio Cerci, dan Angelo Ogbonna sebagai anggota tim nasional Italia. Hal ini kemudian menjadi salah satu pertimbangan federasi sepakbola Italia untuk menunjuknya sebagai pelatih timnas.

Markus Weinzerl, sang peringkat kelima daftar ini, adalah nama yang paling asing. Tak ada yang menyangka bahwa ia sudah 45 bulan menangani klub kecil asal provinsi Bavaria, Augsburg. Sayangnya, musim ini Weinzerl sudah tak lagi menangani Augsburg setelah direkrut oleh salah satu klub raksasa Jerman, Schalke 04.

Weinzerl memulai masa kepelatihannya pada 2012 dengan berat. Saat itu, Augsburg dikenal sebagai spesialis papan bawah yang mengakhiri musim hanya satu tingkat di atas zona degradasi dan lolos lewat kemenangan di partai terakhir liga.

Weinzerl mulai menunjukkan tajinya pada musim berikutnya dengan mengantarkan Augsburg ke posisi delapan Bundesliga. Musim 2014/2015 menjadi puncak pencapaian Augsburg saat mereka meraih posisi kelima Bundesliga, pencapaian terbesar sepanjang sejarah klub.

Nama terakhir yang masuk daftar manajer terlama adalah Diego Simeone dari Atletico Madrid. Ia menempati posisi keempat setelah menempuh masa bakti 51 bulan per Maret 2016. Saat ini pun ia masih anteng menempati posisi tersebut, meskipun berhembus isu bahwa dirinya telah sepakat memotong durasi kontraknya supaya leluasa berpindah klub di masa depan.

Rekam jejak Simeone sudah mewakili alasan Atletico Madrid mempertahankannya selama ini. Simeone bisa dibilang sebagai pelatih yang membuat Atletico “naik kelas” dari sekadar klub papan tengah di Spanyol menjadi klub papan atas di level Eropa. Ia adalah pelatih yang sukses membawa Atletico menjuarai La Liga pada 2014 dan dua kali mendaki final Liga Champions pada 2014 dan 2016.

Simeone tak hanya dikenal sebagai konseptor taktik dan ahli transfer saja. Ia juga memberikan faktor yang paling penting bagi sebuah klub : identitas dan rasa percaya diri. Di bawah asuhan Simeone, Atletico Madrid tidak gentar menghadapi siapa pun.

Hal itulah yang menjadi kunci awetnya para manajer ini. Mereka telah berhasil memberikan identitas pada klub-klubnya. Mereka bahkan telah meraga menjadi identitas dari klub itu sendiri.

Baca juga artikel terkait MANAJER atau tulisan lainnya dari Putu Agung Nara Indra

tirto.id - Olahraga
Reporter: Putu Agung Nara Indra
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti