Menuju konten utama

Mana Lebih Unggul Internet Kabel Bawah Laut atau Satelit?

Satelit merupakan solusi menyajikan internet di daerah-daerah terpencil tapi masih banyak kelemahannya.

Mana Lebih Unggul Internet Kabel Bawah Laut atau Satelit?
International Space Station (ISS) dalam orbit. FOTO/REUTERS

tirto.id - Mayoritas internet di seluruh dunia saat ini tersambung via kabel bawah laut, tapi bukan berarti bisnis layanan internet via satelit pudar. Beberapa perusahaan dunia tetap menyediakan layanan via satelit karena punya keunggulan dalam hal jangkauan yang tak terbatas, termasuk di Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN), perusahaan swasta penyedia layanan komunikasi berbasis satelit di Indonesia, berencana meluncurkan satelit baru bernama “PSN VI.” Satelit PSN VI dirancang memiliki kapasitas internet berkecepatan tinggi hingga 15 Gbps. Rencananya, PSN VI akan diluncurkan pada roket milik SpaceX pada kuartal IV-2018 di slot orbital 1460 Bujur Timur.

Chief Executive Officer PSN, Adi Rahman Adiwoso mengatakan biaya satelit PSN VI mencapai $230 juta. Pihak Export Development Canada (EDC), perusahaan pembiayaan asal Kanada, menanggung 70 persen total biaya pengadaan satelit PSN VI.

Selepas meluncurkan PSN VI, menurut peta rencana perusahaan tersebut, PSN akan kembali meluncurkan satelit bernama “PALAPA N-1.” Satelit tersebut dirancang memiliki kapasitas internet sebesar 12 Gbps. Selanjutnya pada 2021, satelit PSN VII akan diluncurkan. PSN VI memiliki kapasitas hanya 15 Gbps, tapi untuk satelit PSN VII dirancang dengan kapasitas hingga 100 Gbps.

Baca juga: Kabel Bawah Laut yang Menentukan Nasib Internet Dunia

Bila kesemua satelit yang direncanakan PSN benar-benar meluncur hingga 2021, semua satelit tersebut akan mampu menghadirkan kapasitas internet berbasis satelit hingga 130 Gbps di Indonesia. Digabungkan dengan satelit milik Telkom 3S, Telkom 4, serta BRISAT, yang memiliki kapasitas sekitar 20 Gbps, Indonesia kemudian akan memiliki total kapasitas internet berbasis satelit sebesar 150 Gbps kelak. Kapasitas ini setara dengan menonton 2.040 video di YouTube dengan kualitas HD secara berbarengan dan keseluruhan.

Kapasitas tersebut memang terasa besar. Namun, bila dibandingkan internet berbasis kabel bawah laut, kapasitas tersebut belum ada apa-apanya. Kabel bawah laut milik Google yang menghubungkan Amerika Serikat dan Jepang bernama "Faster" memiliki kapasitas 60 Tbps atau 400 kali lipat kemampuan yang dimiliki gabungan satelit-satelit di Indonesia.

Indonesia sesungguhnya masih kekurangan satelit untuk menopang layanan internet di daerah pelosok. Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika, pernah mengatakan terdapat sekitar 140 ribu titik yang harus dihubungkan melalui internet di seluruh Indonesia. Titik-titik itu terdiri dari sekolah, puskesmas, polsek, koramil, kantor desa, serta titik penting lainnya. Kondisi geografis Indonesia yang tersebar luas dalam bentangan pulau-pulau, maka internet internet berbasis satelit jadi solusi.

“PSN slotnya habis, Telkom habis, Indosat habis. Karenanya nanti high throughput satellite pemerintah pakai slot siapapun yang slotnya (ada) asalkan di atas Indonesia," kata Rudiantara.

Infografik Satelit

Rudiantara mengatakan pemerintah akan meluncurkan high throughput satelite, satelit yang mampu menghadirkan koneksi internet berkecepatan tinggi untuk digunakan memenuhi kebutuhan Indonesia.

Sebuah informasi soal paten yang berjudul “High Throughput Satellite“ bernomor US9300390B2 yang didaftarkan atas nama Abel Avellan, memberikan penjelasan bahwa high throughput satellite merupakan satelit yang memiliki sebuah transponder yang digunakan untuk menerima sinyal gelombang radio suatu titik. Selain itu, mampu mentransmisikan ke suatu hub, menerima suatu sinyal respons dari hub, dan mentransmisikan kembali ke titik awal.

Secara sederhana, throughput didefinisikan sebagai ukuran berapa banyak unit informasi yang dapat diproses sistem dalam rentang waktu tertentu. High throughput satelite berbasis satelit yang memiliki tingkat kecepatan tinggi dalam memproses unit informasi dengan memanfaatkan spektrum Ka Band, sebuah pita gelombang mikro spektrum elektromagnetik yang memiliki jangkauan antara 18 GHz hingga 40 GHz.

High throughput satelite termasuk golongan satelit baru. O. Vidal dalam jurnalnya berjudul “Next generation High Throughput Satellite System” mengatakan bahwa generasi pertama satelit penghadir internet berkecepatan tinggi tersebut dilayani oleh satelit bernama iPSTAR, WildBlue I hingga SpaceWay 3. Rata-rata, satelit-satelit demikian sanggup memberikan total kapasitas internet hingga 20 Gbps.

Generasi kedua satelit demikian, dilakukan oleh satelit-satelit yang telah memanfaatkan teknologi Ka Band seperti Ka-Sat, Viasat-1, serta PSN VI yang akan diluncurkan. Satelit-satelit yang masuk dalam label generasi kedua, umumnya merupakan satelit yang memiliki angka Frequency Reuse tinggi. Ini membuatnya, selain mampu menghadirkan internet lebih besar hingga 140 Gbps, dan lebih ekonomis secara biaya.

Usaha-usaha menghadirkan koneksi internet melalui satelit memang telah lama dan selalu dilakukan. Misi satelit dengan kemampuan menghadirkan koneksi internet populer di dekade 1990-an. Teledesic, satelit yang didanai Bill Gates adalah contohnya. Hingga Juni 2017, terdapat 3,8 miliar pengguna internet di seluruh dunia. Ini setara dengan 51 persen populasi penduduk dunia.

Upaya memberikan koneksi internet pada penduduk Bumi yang tak menjangkau internet merupakan tantangan besar. Hingga akhir 2016 lalu lintas internet ditopang oleh kabel sepanjang 1,3 juta kilometer alias menjadi penopang 99 persen lalu lintas internet dunia. Sayangnya, kabel memiliki beberapa kekurangan karena keterbatasan. Bagi wilayah-wilayah terpencil, satelit menjadi harapan.

Sayangnya, satelit, sebagai harapan akses internet di wilayah terpencil pun memiliki masalah. Masalah tersebut ialah latensi, renggang waktu antara menerima permintaan dan respons yang diberikan relatif lambat. Ini membuat koneksi internet berbasis satelit, sukar untuk dimanfaatkan sebagai penopang layanan internet real-time seperti Skype, WhatsApp Call, atau layanan live-streaming.

SpaceX dan OneWeb, dua startup yang memiliki konsentrasi atas dunia antariksa, dikabarkan sedang mengembangkan satelit yang bisa memotong latensi dari 500 milidetik menjadi 20 milidetik. Mendekati kecepatan sesungguhnya koneksi internet di Bumi dengan kabel bawah laut. Ini mereka lakukan dengan menempatkan satelit di Low Earth Orbit. Orbit yang berada di rentang 300 km hingga 2.000 km di atas Bumi.

Satelit umumnya ditempatkan pada 4 golongan orbit. Low Earth Orbit, Medium Earth Orbit, Geostationary Orbit, hingga High Earth Orbit. Nama golongan terakhir, berada di rentang 330.000 km di atas Bumi. Ini menjadikannya hampir mendekati Bulan, satelit alami Bumi, yang mengorbit di ketinggian 384.400 km.

Dalam program menyelimuti Bumi dengan koneksi internet via satelit, SpaceX, milik Elon Musk, berencana meluncurkan 11.943 satelit ke angkasa. Sesumbar SpaceX itu telah mereka cantumkan pada dokumen yang dikirimnya pada Federal Communications Commission (FCC) AS.

Menghadirkan internet bagi setiap individu manusia di Bumi perlahan akan kesampaian. Suku Waura, suku yang mendiami sungai Xingu di Amazon, merupakan salah satunya. Meskipun hidup mereka berada jauh dari ingar bingar modernitas perkotaan, internet merupakan entitas yang mereka inginkan.

Suku Waura meyakini bahwa internet, dan kemudian layanan seperti Facebook maupun GPS yang mengikutinya, mampu memberikan kekuatan melawan ancaman yang terjadi padanya. Dalam tahun-tahun lampau kedatangan Eropa ke wilayah mereka, suku Waura seakan selalu kalah. Melalui internet, mereka menyakini bahwa benda tersebut mampu memberikan kekuatan komunikasi guna melindungi kebudayaan yang mereka miliki. Semua ini bisa dilakukan oleh internet berbasis satelit.

Baca juga artikel terkait SATELIT atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra