Menuju konten utama

Man of Medan: Mengawinkan Misteri "Kapal Hantu" dan Gim

Setelah sukses dengan Until Dawn, Supermassive Games akan menghadirkan gim Man of Medan tahun depan.

Man of Medan: Mengawinkan Misteri
Game horror Man of Medan. FOTO/Youtube

tirto.id - Empat remaja asal Amerika memilih untuk berlibur di tengah lautan, menyelam, karena merasa penasaran dengan sisa-sisa Perang Dunia II yang terkubur di Selat Malaka. Di tengah-tengah liburannya itu, kapal misterius muncul. Rasa penasaran para remaja itu pun berubah arah; kapal misterius itu ternyata tak kalah menarik dibandingkan dengan reruntuhan perang.

Setelah berada di kapal misterius itu, hal-hal yang tidak wajar kemudian menjadi karib para remaja itu. Tangan-tangan tanpa tuan, yang sama misteriusnya dengan kapal itu, mencoba meraih kaki mereka saat mereka menelusuri setiap sudut kapal itu. Segerombolan mayat hidup membuat mereka ketakutan. Lalu, dari sudut yang gelap, datanglah sesosok wanita, berpakaian mirip suster, yang mencoba menambah kacau keadaan.

Kira-kira begitulah gambaran dari trailer gim Man of Medan, gim bergenre horor, yang rencananya akan rilis pada 2019 nanti.

Dalam situs resminya, Supermassive Games, pengembang Man of Medan asal Inggris ini mencoba menambah penasaran orang-orang mengenai gim terbarunya itu. Mereka menulis, “ [...] Ketika hari dimulai, dan badai ikut ambil bagian, perjalanan mereka segera berubah menjadi sesuatu yang sangat menyeramkan... Siapa yang akan hidup? Siapa yang akan mati?”

Sebelumnya, Supermassive Games bisa dibilang sukses dengan gim Until Dawn yang dirilis untuk PlayStation 4 pada Agustus 2015 lalu. Gim bergenre horor itu laku keras. Until Dawn pernah berada di peringkat keenam gim paling laku di Jepang, nangkring di posisi kedua gim paling laris di Inggris pada Agustus 2015, dan pada bulan dan tahun yang sama, gim itu juga berada di peringkat ketujuh gim paling laris di Amerika.

Selain itu, Until Dawn juga mendapatkan beberapa penghargaan bergengsi di dunia gim. Pada 2015, Unil Dawn dinobatkan sebagai gim horor terbaik dalam Global Game Award. Dalam 10 gim terbaik versi New Statesmen, Until Dawn berada di peringkat ketujuh. Pada 2016, Until Dawn menjadi yang terbaik dalam kategori original property dalam British Acedemy Games Award.

Dari situ, proyek ambisius The Dark Pictures Anthology pun lahir. Supermassive Games juga menggandeng BANDAI NAMCO Entertainment dalam proyek tersebut. Man of Medan kemudian menjadi gim pembuka dalam antologi tersebut. Tidak hanya dirilis di PlayStation 4, Man of Medan juga akan dirilis di Xbox One juga PC.

“Kami sangat gembira mengumumkan the Dark Picture Anthology dengan Man of Medan sebagai seri pertamanya. Dengan setiap judul akan menjadi satu permainan sendiri, setiap saat kami mempunyai kesempatan untuk menciptakan gim horor yang unik, dengan cerita yang baru, tempat, karakter, jim pemeran. Sebagai studio [gim], kami memiliki gairah untuk menghadirkan horror cinematic yang kuat,” ujar Pete Samuels, CEO Supermassive Games dan produser eksekutif dalam proyek the Dark Picture Anthology, menyoal proyek gim terbarunya itu.

Berdasarkan Legenda Kapal SS Ourang Medan

Stephen King, yang terkenal dengan karya-karya bertema horor, pernah menulis hal-hal yang mengagetkan [gross-out], horor, maupun teror diawali saat cahaya mulai padam. Melalui beberapa karyanya, ia setidaknya membuktikan pernyataan itu. Dalam IT, misalnya. Adegan-adegan mengagetkan, suguhan horor, juga teror di kota kecil Derry dimulai saat Georgie, yang sedang mencari perahu kertas miliknya, bertemu badut berambut merah, lalu menghilang di dalam kegelapan saluran pembuangan air.

Pendapat King tersebut ternyata juga berlaku dalam gim Man of Medan. Semua hal-hal yang mengagetkan, suguhan horor, dan teror dalam gim tersebut diawali saat kapal misterius muncul. Kapal misterius dalam gim itu diangkat dari kisah SS Ourang Medan. Sebuah kapal yang, pada kenyataannya, “tak terlihat”. Gelap.

Berdasarkan dokumen CIA yang dirilis 23 Mei 2005, pada awal Februari 1948 lalu, di Selat Malaka, sinyal SOS dari Kapal Belanda S.S. Ourang Medan berhasil diterima oleh pos pemantauan Inggris dan Belanda yang tak jauh dari kapal tersebut. SOS tersebut mengandung pesan seperti ini, “[...] seluruh perwira, termasuk kapten kapal meninggal [...] mungkin semua kru juga sudah meninggal. Setelah hening dalam beberapa waktu, si pengirim pesan kembali memberi kabar, “Aku mati...”

Setelah itu, kapal penyelamat Inggris dan Belanda segera menuju ke Kapal SS Ourang Medan. Sesampainya di kapal itu, mereka benar-benar tak menemui tanda-tanda kehidupan. Semua orang yang berada itu mati, tersebar di setiap sudut kapal. Anehnya, mereka tampak mati secara mengenaskan. Menurut laporan dari Proceedings of the Merchant Marine Council “wajah mereka membeku menghadap matahari, mulut mereka menganga, dan mata mereka melotot.” Mereka semua seperti mati dengan gejala yang sama.

infografik man of medan

Beberapa saat setelahnya, untuk menyelidiki apa yang terjadi, S.S. Ourang Medan akan ditarik ke pelabuhan terdekat dengan menggunakan tali. Namun, sebelum sempat berjalan, kapal itu tiba-tiba mengeluarkan asap lalu meledak. S.S. Ourang Medan tenggelam. Misteri kematian seluruh awak kapalnya pun belum diketahui secara pasti hingga sekarang.

Setelah kejadian itu, kisah S.S. Ourang Medan tersebar. The Locomotive, koran Indonesia-Belanda, pertama kali menceritakannya pada Februari 1948. Buku-buku yang membahas kejadian tersebut juga bermunculan, dari The Case for the UFO [1955], Invisible Horizons [1966], hingga Big Box of The Unexplained [1998]. Kisah Ourang Medan juga sampai ke Inggris.

Yang menarik, menurut salah satu tulisan di The Skittish Library, media-media di Inggris ternyata memberitakan kejadian itu pada 1940. Kejadiannya sama persis dengan yang terjadi pada 1948. Hanya saja, SOS yang dikirimkan sedikit berbeda.

Dari situ, Estelle, penulis naskah tersebut, menduga bahwa kisah itu sebuah karangan belaka. Kisah itu gagal meledak pada 1940 lalu diceritakan kembali pada 1948. Ia lalu menyebutnya sebagai “romance of the sea”. Tak heran jika dalam tulisannya itu, ia kemudian menulis judul: The Myth of Ourang Medan Ghost Ship, 1940.

Gameplay Man of Medan

Pada 22 Agustus 2018, IGN, salah satu situs gim ternama, membahas gameplay Man of Medan di kanal YouTube yang mereka miliki. Video itu berdurasi selama 9 menit 2 detik dan mendapatkan sambutan positif dari gamer.

Seperti dalam Until Dawn, dalam Man of Medan, ada lima karakter yang dapat dimainkan–tidak hanya fokus pada satu karakter utama. Masing-masing karakter dimainkan secara acak, pada waktu tertentu, agar alur dapat bergerak maju. Man of Medan akan menggunakan sudut pandang orang ketiga [third-person perspective].

Karena gim tersebut berbasis cinematic storytelling yang akan menonjolkan narasi, fitur QTE [Quick Time Event] sangat penting dalam gim tersebut. QTE bisa mempersempit cerita dalam permainan atau justru memperluasnya. Interaksi karakter dengan keadaan di sekitar menjadi sangat penting. Singkat kata, jalannya cerita dan kelangsungan hidup lima karakter dalam gim tersebut tergantung dengan kejadian-kejadian yang dipilih oleh gamer.

Ingat, seperti yang dijelaskan oleh BANDAI NAMCO entertainment: “Semua karakter bisa mati maupun hidup. Pilihan yang Anda buat bisa menentukan takdir mereka – kematian akan terus mengintai... “

Menyoal QTE, fitur tersebut bukan hal baru dalam dunia gim. Pada masa lampau, meski belum sekompleks sekarang, banyak gim yang juga menggunakan fitur tersebut. Pertama kali dipopulerkan dalam gim legendaris konsol Sega Dreamcast, Shenmue, gim-gim seperti God of War, Kingdom Hearts 2, hingga Residen Evil 4 juga menggunakan QTE. Beberapa gim tersebut menggunakan QTE sebagai fitur utamanya, beberapa hanya menggunakannya sebagai fitur pelengkap.

Man of Medan memang sudah pasti akan dirilis pada 2019 mendatang. Meski begitu, tanggal rilis resminya belum diketahui sampai sekarang. Apakah Supermassive Games ingin membuat peluncuran gim ini jadi "misteri" seperti kisah Kapal S.S. Ourang Medan?

Baca juga artikel terkait GAME atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Hobi
Reporter: Renalto Setiawan
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Suhendra