Menuju konten utama

Makanan Selama KTT Perubahan Iklim Sumbang 4.000 Ton Gas Rumah Kaca

Sebagian besar makanan yang disediakan untuk pengunjung, lebih banyak berbahan baku daging dibanding tanaman.

Makanan Selama KTT Perubahan Iklim Sumbang 4.000 Ton Gas Rumah Kaca
Ilustrasi. Makanan dibuang juga dibutuhkan. Foto/iStock

tirto.id - Center for Biological Diversity, Farm Forward, dan Brighter Green mengeluarkan rilis siaran pers pada 2 Desember 2018. Rilis tersebut berisi analisis terkait menu makanan selama 12 hari pelaksanaan Konferensi Perubahan Iklim (COP 24) yang berlangsung dari 3 sampai 12 Desember 2018 di Katowice, Polandia.

Sebagian besar makanan yang disediakan untuk sekitar 30.000 pengunjung, lebih banyak berbahan baku daging dibanding tanaman, yang artinya akan menghasilkan gas rumah kaca yang tinggi.

Jika semua peserta konferensi memilih hidangan berbasis daging seperti keju, daging babi, dan sapi, akan menghasilkan lebih dari 4.000 ton gas rumah kaca atau setara dengan membakar 500.000 galon bensin atau emisi gas rumah kaca yang dihasilkan 3.000 orang dari New York ke Katowice.

Selain menghasilkan gas rumah kaca yang tinggi, memproduksi hidangan berbasis daging membutuhkan tujuh kali lebih banyak tanah dan hampir dua kali lebih banyak air dibanding hidangan berbasis tanaman.

Hal ini kontradiktif dengan salah satu agenda dalam COP 24 yang juga akan membahas tema tentang sistem pangan yang rencananya akan dilaksanakan pada 12 Desember 2018. KTT mengangkat tema “Planetary Health: Food System Event” yang diorganisasi oleh EAT dan UN Climate Change dan berkolaborasi dengan yayasan filantropi Rockfeller Foundation.

Seperti dikutip dari Popular Science, “Kurangi makan daging”, menjadi mantra yang dilontarkan para aktivis perubahan iklim karena pada saat yang bersamaan banyak makanan dengan bahan baku daging dalam menu yang pelaksanaan COP24.

Menu yang ditawarkan tampaknya benar-benar mengabaikan iklim, ucap Fabrice DeClerck, direktur sains di EAT. Padahal mengurangi konsumsi daging adalah perubahan sistem pangan terbesar yang dapat mendukung pencegahan perubahan iklim, lanjut DeClerck seperti dikutip Bloomberg.

“Jika para pemimpin dunia berkumpul di Polandia berharap untuk mengatasi krisis iklim, mereka perlu mengatasi konsumsi daging dan susu berlebih, dimulai dengan apa yang ada di piring mereka sendiri,” kata Stephanie Feldstein, direktur program Kependudukan dan Keberlanjutan di Center for Biological Diversity, seperti dikutip Bloomberg. Feldstein juga mengatakan menu sarat daging di COP24 adalah penghinaan terhadap kerja konferensi.

Sementara itu, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperkirakan, 14,5 persen emisi global berasal dari ternak. Pengurangan makan daging dapat menurunkan emisi, kesejahteraan hewan, dan pendapat aktivis lingkungan. Perubahan pola makan merupakan salah satu poin penting dalam upaya mencegah perubahan iklim.

Studi penelitian di Nature menyerukan pengurangan besar dalam konsumsi daging dan susu, dengan kacang-kacangan, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayur-sayuran masuk ke dalamnya akan mengurangi perubahan dalam penggunaan lahan, menipisnya sumber daya alam, pencemaran laut dan daratan.

Akhirnya, rencana yang dipresentasikan oleh Aliansi Climate, Land, Ambition and Rights menemukan, suhu global dapat dipertahankan tidak meningkat dari 1,5 derajat Celcius dengan membatasi konsumsi daging setiap individu.

Perubahan radikal dalam pola makan manusia akan secara mendasar mengubah cara makanan diproduksi, dan membantu mengatasi masalah lain seperti hilangnya keanekaragaman hayati, pelanggaran hak-hak masyarakat adat, dan ketidakamanan pangan, kelompok itu berpendapat.

Baca juga artikel terkait PERUBAHAN IKLIM atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Teknologi
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra