Menuju konten utama

Majelis Hakim: Ketua Saracen Tak Terbukti Sebar Ujaran Kebencian

"Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama di persidangan, majelis hakim tidak menemukan fakta tersebut sebagaimana opini yang beredar selama ini," lanjut Riska.

Majelis Hakim: Ketua Saracen Tak Terbukti Sebar Ujaran Kebencian
Terdakwa penyebar ujaran kebencian Jasriadi Saracen berdialog dengan penasihat hukum usai mendengarkan pembacaan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Jumat (6/4/2018). ANTARA FOTO/Rony Muharrman

tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan ketua Saracen, Jasriadi tak terbukti sebagai penyebar ujaran kebencian dan isu suku, agama, ras dan antara golongan (SARA).

Hal itu disampaikan hakim Riska saat membacakan amar putusan vonis terhadap ketua Saracen, Jasriadi di Pekanbaru, Riau, Jumat (6/4/2018). Hakim Riska merupakan satu dari tiga hakim majelis.

Sejak kasus Saracen bergulir, menurut Riska, banyak media menyebut Saracen sebagai kelompok penyebar kebencian dan SARA.

"Sejak kasus muncul di media, sudah terbentuk opini bahwa Saracen bersifat negatif untuk menyebarkan ujaran kebencian. Yang mengacu pada Sara, yang berakibat pada disintegrasi bangsa," kata Hakim Riska membacakan putusan dengan sidang yang dipimpin Asep Koswara.

"Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama di persidangan, majelis hakim tidak menemukan fakta tersebut sebagaimana opini yang beredar selama ini," lanjut Riska.

Jasriadi yang merupakan pengelola situs web Saracen tidak terbukti menerima aliran dana ratusan juta rupiah seperti dituduhkan kepada pria 33 tahun tersebut. Begitu juga terkait tuduhan terhadap Jasriadi yang telah membuat 800.000 akun "facebook" anonim untuk menyebarkan ujaran kebencian.

"Terdakwa Jasriadi tidak terbukti menerima uang ratusan juta rupiah maupun membuat 800.000 akun anonim. Bahwa menjadi tugas dan kewajiban majelis hakim untuk menilai kebenaran keterangan saksi dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh penyesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain dan penyesuaian alat bukti," ujarnya lagi.

Kasus Saracen mencuat pada Agustus 2017. Saat itu, Jasriadi ditangkap polisi di rumahnya, di Jalan Kasa, Kota Pekanbaru. Dia ditangkap setelah polisi menangkap dua orang lainnya, Sri Rahayu Ningsih dan Muhammad Tonong.

Jasriadi juga dituduh menerima aliran dana hingga ratusan juta rupiah dari pihak tertentu. Namun, ketika kasus bergulir ke Kejaksaan Negeri, dakwaan yang disusun sama sekali tidak menyebut Jasriadi mengunggah ujaran kebencian, SARA dan menerima aliran dana.

JPU Kejaksaan Negeri Pekanbaru hanya mendakwa Jasriadi menyintas akses ilegal terhadap akun "facebook" Sri Rahayu Ningsih, yang telah divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Cianjur Jawa Barat.

Selain itu, Jasriadi juga didakwa melakukan pemalsuan identitas diri. Dalam perkara manipulasi data ini, JPU sebelumnya menuduh terdakwa Jasriadi melakukan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk atas nama Suarni lalu merubah nama saksi Suarni menggunakan aplikasi Photoshop menjadi Saracen.

Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan Jasriadi hanya terbukti melakukan akses ilegal media sosial "Facebook" dengan hukuman 10 bulan penjara.

Hakim Asep Koswara sebagai pimpinan majelis menyatakan Jasriadi terbukti melanggar Pasal 46 ayat (2) jo pasal 30 ayat (2) undang-undang No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang informasi elektronik.

Meski kemudian hanya divonis rendah, Jasriadi dan kuasa hukumnya Dedi Gunawan tetap menyatakan banding. Jasriadi kepada awak media mengatakan akan menempuh langkah hukum lebih tinggi terkait putusan tersebut.

Dia mengklaim putusan hakim tidak relevan dengan fakta persidangan bahwa sebenarnya dia memperoleh izin dari Sri untuk mengakses akun "facebook"nya.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora