Menuju konten utama

Mahfud: Pembentukan Tim Non-Yudisial Kasus HAM Berat Amanat UU

Mahfud menuturkan, pemerintah mengambil inisiatif membentuk tim penyelesaian HAM secara non-yudisial karena UU KKR baru memakan waktu.

Mahfud: Pembentukan Tim Non-Yudisial Kasus HAM Berat Amanat UU
Menko Polhukam Mahfud MD memberikan keterangan kepada wartawan terkait pernyataan Kapolri terhadap penuntasan kasus kematian Brigadir Joshua di Kantor Kemenko Polhukam di Jakarta, Selasa (9/8/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menjawab alasan pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Mahfud berujar pembentukan tim untuk menyelesaikan kasus HAM masa lalu merupakan amanat undang-undang.

"Terkait dengan Keppres Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Masa Lalu itu adalah perintah peraturan perundang-undangan," Kata Mahfud dalam keterangannya, Kamis (18/8/2022).

Mahfud menuturkan, MPR mengamanatkan penyelesaian perkara dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta penyelesaian HAM lewat yudisial.

Dari sisi yudisial, pemerintah menyatakan bahwa mereka memproses pelanggaran HAM berat. Pemerintah memproses perkara HAM setelah tahun 2000, sementara pelanggaran HAM sebelum tahun 2000 adalah wewenang DPR sesuai ketentuan perundang-undangan.

"Apa kata undang-undang? seluruh pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 itu diputuskan oleh DPR. Nah yang sesudah 2000 ini kita sudah mulai masuk," terang Mahfud.

Ia mencontohkan kasus HAM berat Timor Timur di masa lalu dan kini memproses pelanggaran HAM berat Paniai. Berkas lain masih diproses meski mengalami bolak-balik karena kukuhnya pandangan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.

Sebagai catatan, Kejaksaan Agung selalu menyatakan berkas dugaan pelanggaran HAM berat yang diselidiki Komnas HAM tidak memenuhi syarat untuk dinaikkan ke tahap penyidikan. Sementara itu, Komnas HAM meyakini bahwa hasil penyelidikan sudah memenuhi syarat pelanggaran HAM berat.

Mahfud mengungkapkan alasan Kejaksaan Agung kerap menolak berkas Komnas HAM karena takut para tersangka bebas seperti vonis perkara pelanggaran HAM berat Timor Timur.

"Problem teknis yuridisnya adalah Kejaksaan Agung selalu meminta Komnas HAM memperbaiki. Komnas HAM selalu juga merasa sudah cukup padahal Kejaksaan Agung itu kalah kalau tidak diperbaiki seperti yang sudah sudah. 34 orang bebas. Oleh sebab itu sudahlah yang itu biar bolak-balik Kejaksaan Agung Komnas HAM dan DPR sampai menemukan formulasi," tutur Mahfud.

Pemerintah sudah membuat KKR, tetapi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Kini, pemerintah mengambil inisiatif dengan membentuk tim penyelesaian HAM secara non-yudisial karena undang-undang KKR baru memakan waktu.

"Kita buka yang jalur non yudisial ini sebagai pengganti KKR. Kalau KKR nunggu undang-undang lagi enggak jadi-jadi sementara kita harus segera berbuat ya," ucap Mahfud.

Mahfud juga menjawab kritik publik soal ketidaklayakan pembentukan tim tersebut hingga meminta Keppres tersebut dibatalkan. Ia menyilahkan publik mengritik seperti apa yang dilakukan koalisi masyarakat sipil dan aktivis HAM. Ia memastikan pemerintah terbuka dengan kritik dalam pembentukan tim penyelesaian secara non-yudisial.

"Soal ada kritik ya biasa lah. Saya senang ada kritik. Kalau saya tidak apa-apa dan akan didengarkan serta dilaksanakan dan Anda boleh cek lah transparan kita ini bahwa masalah pelanggaran HAM berat kita selesaikan baik-baik," pungkas Mahfud.

Baca juga artikel terkait KEPPRES PELANGGARAN HAM atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky