Menuju konten utama

Mahfud MD Ungkap Nama Inisiator Perppu KPK Saat Bertemu Jokowi

Menkopolhukam Mahfud MD menyebutkan dua tokoh yang mengusulkan terbitnya Perppu KPK saat bertemu Presiden Jokowi membahas UU KPK baru, September lalu.

Mahfud MD Ungkap Nama Inisiator Perppu KPK Saat Bertemu Jokowi
Menkopolhukam Mahfud MD berpidato pada acara Dialog Kebangsaan di Pendopo Gubernur Kalbar di Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (27/10/2019) malam. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang.

tirto.id - Menkopolhukam Mahfud MD mengaku tidak pernah mengusulkan untuk penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu/ Perpu) KPK. Ia mengatakan, gagasan penerbitan Perppu KPK berasal dari ahli hukum tata negara Bivitri Susanti dan Fery Amsari.

Dalam pertemuan yang dihadiri sekitar 20 tokoh di Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (11/11/2019), Mahfud mengenang momen bersama para tokoh bertemu Presiden Jokowi tentang upaya penerbitan Perppu KPK pada Kamis, 26 September 2019 lalu.

Kala itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) datang ke Istana karena diundang oleh Presiden Jokowi. Ia mengingat sekitar 22 orang yang awalnya diundang dalam pertemuan dengan presiden. Namun, pertemuan tersebut akhirnya dihadiri oleh 47 orang. Dalam pertemuan tersebut, Mahfud mengaku tidak ada niatan membahas Perppu KPK.

"Seperti bapak dan ibu ingat di dalam saya sama sekali tidak bicara satu kata pun soal KPK apalagi soal perppu. Yang berkata soal mbak Bivitri, Feri Amsari karena memang saya pada saat itu hanya bicara ttg RUU RKUHP saja," Kata Mahfud di depan peserta, Senin.

Selesai pembahasan, Mahfud kemudian ditunjuk sebagai juru bicara pertemuan dengan Presiden Jokowi. Ia sempat saling tunjuk-tunjukan dengan Goenawan Moehammad yang juga diundang Presiden Jokowi. Ia ogah menjadi juru bicara (jubir) karena belum memperoleh kesimpulan atas pertemuan dan menganggap Goenawan sebagai pengundang. Namun, pihak istana memintanya sebagai jubir.

"Istana minta saya, itulah sebabnya ketika presiden mengatakan tadi saya berdiskusi mendapat masukan bagus sekali tentang usulan perppu saya akan mempertimbangkan dan memutuskan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, kan gitu," Kata Mahfud.

"Nah, ketika saya disuruh jadi jubir kan lalu menyesuaikan apa kata presiden," Tutur Mahfud.

Mahfud menuturkan, setidaknya ada tiga cara untuk menyelamatkan untuk mengubah UU, yakni legislative review, judicial review, dan perppu. Namun, para tokoh sepakat untuk Perppu.

Kini, setelah Mahfud menjadi menteri, publik menagih Perppu KPK. Mantan Ketua MK itu sempat berbicara dengan Presiden tentang rencana penerbitan Perppu. Namun, presiden memilih untuk menunggu hasil judicial review revisi UU KPK.

Mahfud mengatakan, dirinya tetap mendukung Perppu KPK. Namun, mereka kini berbicara untuk mendiskusikan masalah tersebut.

"Bapak ibu yang saat saat menjelang pembentukan kabinet itu bersama saya dalam sebuah gerakan bersama, untuk menyuarakan penguatan Pemberantasan Korupsi," Kata Mahfud di Gedung Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin.

"Mungkin pada titik itu sampai sekarang kita masih sama. Pada tataran prinsip kita sama. Ingin berjuang habis untuk melakukan pemberantasan korupsi. Tataran taktisnya barangkali kita akan berdialog pada malam ini," tutur Mahfud.

Bivitri Susanti, pengajar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Jentera, meluruskan makna ujaran Mahfud. Ia menerangkan kalau pertemuan tersebut menyepakati dua isu, yakni RKUHP dan UU KPK yang dibahas.

"Jadi dalam pertemuan 26 September itu semua yang diundang sepakat bawa dua isu: KUHP dan KPK. Semua sepakat. Nah, mereka juga sepakat, jubirnya saya dan Prof Mahfud. Nah, pas di sana Prof Mahfud bicara KUHP dan saya bicara KPK," kata Bivitri saat dikonfirmasi, Senin (11/11/2019) malam.

Kemudian, para tokoh lain yang hadir ikut menimpali masalah KPK, yakni Mochtar Pabotinggi dan Emil Salim. Para tokoh sepakat tidak membahas lebih jauh masalah RKUHP karena pemerintah sepakat menunda revisi RKUHP kala itu.

"Jadi bukan saya dan Feri yang menginisiasi," ujar Bivitri.

Berbeda dengan Bivitri, Feri Amsari, Direktur Pusako Universitas Andalas, justru membenarkan ujaran Mahfud. Ia mengaku, para tokoh diundang pada 26 September 2019 untuk membahas sejumlah masalah, terutama revisi undang-undang kontroversial. Kala itu, ia membenarkan fokus pembicaraan tentang revisi Undang-undang KPK bersama Bivitri.

"Walaupun ada yang menyinggung KUHP misalnya prof Mahfud dan beberapa orang lain, tapi kebanyakan kemudian terutama saya dan mbak Bibip [Bivitri] paling banyak bicara soal Perppu untuk membatalkan revisi undang-undang KPK," Tutur Feri kepada reporter Tirto, Senin (11/11/2019) malam.

Kala itu, Feri memaparkan alasan penerbitan Perppu KPK penting. Pertama, isinya bermasalah, banyak pasal-pasal yang kacau. Kedua, secara konstitusional, presiden adalah satu-satunya pihak yang bisa mengeluarkan Perppu.

Lalu, syarat penerbitan Perppu sudah terpenuhi karena ada kondisi masyarakat yang menginginkan penyelesaian masalah secara segera karena ada kekosongan hukum atau hukum yang ada tidak menyelesaikan masalah.

Kemudian, jika mengikuti proses legislasi umum melewati proses panjang. Ia menerangkan, revisi UU KPK penting karena memakan korban. Presiden sempat menanyakan kemungkinan terburuk bila Perppu tidak diterima DPR.

"Lalu presiden bertanya kalau Perppu dibatalkan DPR? Ya tidak masalah karena yang mau dilihat publik adalah standing presiden di mana, bersama rakyat atau bersama partai politik untuk menyelamatkan KPK atau tidak menyelamatkan KPK," ujar Feri.

Niatan revisi UU KPK kemudian diamini oleh para tokoh yang hadir selain Feri dan Bivitri sehingga mereka sepakat perlu ada Perppu KPK.

"Itu diamini sepertinya oleh senior-senior lain karena ada Mochtar Pabotinggi, Prof Emil Salim dan segala macam tidak coba membantah atau mengurangi apa yang saya dan Mbak Bibip sampaikan," Kata Feri.

Baca juga artikel terkait PERPPU KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri