Menuju konten utama

Mahfud MD Unggulkan Prestasi KPK era Firli daripada Agus Rahardjo

Dua menteri di Kabinet Indonesia Maju ditangkap dalam waktu 2 pekan menjadi dasar penilaian berprestasinya KPK era Firli Bahuri oleh Mahfud MD.

Mahfud MD Unggulkan Prestasi KPK era Firli daripada Agus Rahardjo
Menko Polhukam Mahfud MD (ketiga kiri) berjabat tangan dengan Ketua KPK Firli Bahuri (ketiga kanan) didampingi para Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango (kiri), Nurul Ghufron (kedua kiri), Lili Pintauli Siregar (kedua kanan) dan Alexander Marwata (kanan) seusai konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (7/1/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

tirto.id - Menkopolhukam Mahfud MD mengklaim kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di era kepemimpinan Firli Bahuri lebih baik dibanding era Agus Rahardjo. Klaim Mahfud ini didasari dari bagaimana prestasi KPK era Firli yang berhasil menindak pejabat setingkat kepala daerah maupun menteri dalam setahun terakhir dibanding Agus Rahardjo cs.

"Kalau mau kita objektif tahun pertama KPK yang sekarang kalau dibandingkan dengan tahun pertama KPK yang sebelumnya itu objektifnya, nih jauh lebih banyak sekarang prestasinya," kata Mahfud dalam Webinar KAHMI, Senin (28/12/2020).

Mahfud bahkan menyebut tahun pertama KPK saat dipimpin Agus Rahardjo periode 2015-2019 tak ada apa-apanya dibandingkan era Firli Bahuri yang bisa menangkap pejabat-pejabat eksekutif. Salah duanya yakni dua menteri Kabinet Indonesia Maju, Edhy Prabowo dan Juliari Batubara yang ditangkap dalam waktu kurang dari dua pekan.

"Kita ingat ketika Pak Agus Rahardjo dulu menjadi ketua KPK pertama bersama Saut [Situmorang] dan sebagainya, itu kan tahun pertama juga enggak bisa berbuat apa-apa, nah ini sekarang setahun sudah bisa berani menangkap menteri, DPD, DPR, bupati, walikota juga ditangkapi juga sudah lebih banyak sekarang ini," katanya.

Mahfud lantas menyinggung soal posisi KPK yang dipersoalkan sebagai rumpun eksekutif dalam UU KPK yang baru. Menurutnya posisi KPK mirip dengan KPU dan Komnas HAM, yang tidak di bawah komando pemerintah, tetapi tetap menjadi bagian dari eksekutif. Mahfud mengklaimnya sebagai lembaga yang independen.

"KPK itu adalah lembaga di dalam rumpun eksekutif, tetapi bukan bagian dari lembaga eksekutif seperti KPU juga, Komnas HAM. Itu kan rumpunnya eksekutif tapi bukan bagian apalagi bawahan eksekutif," kata Mahfud.

Kemudian, Mahfud juga menyinggung soal kritik bahwa pemerintah memberikan putusan yang menguntungkan koruptor seperti pemotongan hukuman. Mahfud mengatakan, permasalahan pengadilan bukan urusan pemerintah, tetapi urusan pengadilan. Sebab, Indonesia telah memberlakukan pembagian kekuasaan dalam hukum dan pemerintahan.

"Tetapi tetap saja di dalam opini publik itu pemerintah sekarang mengalami kemunduran di dalam penegakan hukum karena koruptor sekarang itu diberi remisi semua dan sebagainya gitu," kata Mahfud.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) justru menilai pernyataan Mahfud tanpa data dan dasar yang jelas. Mahfud dianggap hanya sedang membela pemerintah dengan pernyataan subjektif tersebut.

"Masyarakat akan semakin skeptis melihat pemerintah, jika pejabat publiknya saja berbicara tanpa ada dasar yang jelas," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Senin (28/12/2020).

Catatan ICW, KPK era Firli justru berjalan mundur seiring minimnya penindakan. Catatan ICW dan TII menyebutkan, hanya ada 91 penyidikan tahun ini. Sementara pada 2019, ada sebanyak 145.

Dalam penuntutan, tahun ini KPK hanya 75 sementara tahun 2019 ada 153. Ditambah kasus tangkap tangan, hanya ada 7 dalam tahun ini, sedangkan tahun lalu sebanyak 21 kali.

Belum lagi tingkat kepercayaan maasyarakat terhadap KPK era Firli rendah. Menurut Kurnia, hal itu disebabkan pemerintah mensahkan UU KPK baru dan melantik komisioner bermasalah.

KPK juga gagal menangkap buronan asal PDIP Harun Masiku sampai saat ini. Di tambah sidang etik Firli Bahuri lantaran menyewa helikopter mewah untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai dengan nilai-nilai sederhana yang diemban KPK.

"Maka dari itu, ICW mengusulkan agar pak Mahfud MD membaca data terlebih dahulu agar pendapat yang disampaikan lebih objektif dan faktual," tandas Kurnia.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher & Alfian Putra Abdi
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto