Menuju konten utama
Transaksi di Kemenkeu

Mahfud Duga Anak Buah Sri Mulyani Kerap Tak Lapor Temuan TPPU

Mahfud MD sebut Sri Mulyani kerap tidak mendapat laporan dari anak buahnya terkait dugaan TPPU yang diserahkan PPATK.

Mahfud Duga Anak Buah Sri Mulyani Kerap Tak Lapor Temuan TPPU
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani (kanan) dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD (kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait dugaan transaksi gelap karyawan Kemenkeu di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (11/3/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

tirto.id - Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) sekaligus Menkopolhukam, Mahfud MD mengungkap adanya pelanggaran yang dilakukan oleh anak buah Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Terutama terkait laporan dugaan kasus TPPU yang sudah diserahkan PPATK, tapi tidak sampai ke tangan Sri Mulyani.

“Sehingga saya percaya bahwa dia adalah menteri keuangan terbaik. Akan tetapi akses informasi dari bawah tidak masuk,” kata Mahfud MD dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPR RI pada Rabu (29/3/2023).

Dugaan pertama atas miskomunikasi antara Sri Mulyani dengan anak buahnya di Kementerian Keuangan adalah saat perbedaan laporan terkait jumlah aliran transaksi keuangan mencurigakan. Seperti transaksi mencurigakan di kalangan pegawai Kemenkeu yang disampaikan Mahfud totalnya mencapai Rp35 triliun. Namun, Sri Mulyani di Komisi XI pada Senin (27/3/2023) justru mengungkap peredaran uang di pegawai Kemenkeu hanya Rp3 triliun.

“Kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi XI menyebut hanya Rp3,3 triliun, yang benar Rp35 triliun, nanti datanya ada bisa diambil,” ungkapnya.

Selain itu, kasus di internal Kementerian Keuangan yang diduga tidak melibatkan Sri Mulyani adalah pencucian uang yang dilakukan oleh Direktorat Bea Cukai dan sempat dilaporkan oleh PPATK pada 2020. Nilai transaksinya mencapai Rp189 triliun.

“Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, ‘Mana kamu kan emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah'?" kata Mahfud.

Padahal, menurut Mahfud, PPATK sudah melakukan penyelidikan atas dugaan kasus pencucian uang tersebut. Selanjutnya ditemukan bahwa emas mentah itu dipalsukan dokumennya yang ternyata emas produk pabrik dan memiliki selisih nilai cukai yang berpotensi merugikan negara dengan nominal yang cukup besar.

Demi melacak kebenaran kasus cukai emas, PPATK sampai melacak transaksi emas tersebut hingga Kota Surabaya.

“Laporannya cukai. Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tetapi di dalam cukai emas mentah. Diperiksa PPATK, diselidiki, di mana emas kan emas sudah jadi, kok bilang emas mentah? Nggak, ini emas mentah, dicetak di Surabaya. Dicari di Surabaya, nggak ada pabriknya,” ungkapnya.

Namun laporan tersebut tak pernah sampai ke tangan Sri Mulyani. Saat kasus ini dibuka, Sri Mulyani mengaku tidak pernah menerima laporan soal kasus dugaan pencucian uang tersebut. Padahal PPATK sudah melaporkan hal itu ke Direktorat Jenderal Bea Cukai, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan dua orang lainnya yang tidak disebut oleh Mahfud.

“Dua tahun tidak muncul tindak lanjut atas laporan. Pada 2020 dikirim lagi, tetapi tidak sampai juga ke Sri Mulyani," terangnya.

Baca juga artikel terkait TRANSAKSI MENCURIGAKAN atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Hukum
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz